Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Putra Sulung Mahfud: Abah Makin Tegas Lawan Korupsi Bila Menang Pemilu

dr. Muhammad Ikhwan Zein, putra sulung Mahfud MD di Hotel Grand Sahid, Jakarta Selatan. (IDN Times/Santi Dewi)
dr. Muhammad Ikhwan Zein, putra sulung Mahfud MD di Hotel Grand Sahid, Jakarta Selatan. (IDN Times/Santi Dewi)

Jakarta, IDN Times - Putra Mahfud MD, Muhammad Ikhwan Zein, mengaku banyak dikirimi pesan pendek berisi ucapan selamat dari mantan pasiennya. Momen itu terjadi usai Mahfud MD resmi mengenalkan keluarganya pada 18 Oktober 2023 di Gedung Arsip Nasional, Jakarta Selatan, setelah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengumumkan Mahfud sebagai calon wakil presiden mendampingi Ganjar Pranowo di Pemilu 2024. 

Ikhwan mengaku, para pasiennya terkejut karena ia merupakan putra sulung Menko Polhukam Mahfud MD. Sebab, dalam kesehariannya, pria yang akrab disapa Wawan itu tak pernah menyebut dirinya sebagai putra dari pejabat tinggi di Tanah Air. 

Kedatangannya ke Indonesia pun semula bukan karena ingin mendukung sang ayah di Pemilu 2024. Ia terbang ke Jakarta untuk mengambil data penelitian bagi studi S3 di Belanda. 

"Kebetulan saya di sini sedang ada konferensi dengan perhimpunan selama dua hari. Kemudian, sudah di rumah dan ngobrol-ngobrol, H-1 sebelum itu ibu bilang 'Nak, berdoa aja ya, supaya dikasih yang terbaik untuk Abah'," ujar Wawan menirukan ucapan sang ibu ketika berbincang khusus dengan IDN Times di Hotel Grand Sahid, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. 

Maka, dari semula hanya ingin mengambil sampel data penelitian, Wawan kini ikut serta menjadi bagian dari tim kampanye sang ayah. Menurutnya, prinsip integritas dan semangat anti korupsi yang dimiliki oleh Mahfud akan membawa kondisi Indonesia lebih baik. 

"Seperti yang Abah bilang separuh dari masalah di Tanah Air itu akan selesai (bila korupsi dilenyapkan). Saya setuju dengan pernyataan itu," kata pria yang kini menjadi dokter spesialis di bidang keolahragaan itu. 

Lalu, apakah Wawan bakal mengekor rekam jejak Mahfud untuk terjun ke dunia politik? Apa pula responsnya seandainya Mahfud gagal menang pemilu?

Simak wawancara khusus IDN Times bersama Wawan berikut ini. 

Kapan Anda dan keluarga tahu Pak Mahfud diajukan jadi calon wakil presiden Ganjar Pranowo?

Profil Mahfud MD yang jadi cawapres Ganjar Pranowo. (IDN Times/Aditya Pratama)
Profil Mahfud MD yang jadi cawapres Ganjar Pranowo. (IDN Times/Aditya Pratama)

Kalau diinfokan secara resmi oleh Abah sih gak ada ya. Saya kembali ke Jakarta bukan dalam rangka ini (kepentingan pemilu). Saya kan sedang studi di Belanda dan ambil program doktor. 

Saya mau ambil data. Kebetulan di sini sedang ada konferensi dengan perhimpunan selama dua hari. Jadi, saya tiba di Jakarta satu minggu sebelumnya. Kemudian, sudah di rumah dan ngobrol-ngobrol, H-1 sebelum itu (diumumkan oleh Mega jadi cawapres), ibu bilang 'Nak, berdoa aja ya, supaya dikasih yang terbaik untuk Abah.' Gak ada yang diberi tahu secara khusus. Cuma diinfokan supaya berdoa, gitu aja. 

Bagaimana respons keluarga saat tahu Mahfud akhirnya resmi menjadi cawapres Ganjar?

Kalau saya sendiri sih seneng ya. Biar bagaimana pun itu kan bentuk capaian karier politik. Kita tahu selama Indonesia berdiri, sosok presiden dan wakil presiden hanya bisa dicapai oleh beberapa orang. Kan gak sampai 20 dari 270 juta masyarakat Indonesia. 

Jadi, kalau saya pribadi sih pasti senang dan bangga. Saya akan support terus.

Dukungan itu kan bisa disampaikan bermacam-macam. Bisa dengan doa, hal-hal teknis yang bisa dikerjakan dalam koridor-koridor saya.

Apakah Anda nanti tertarik ikuti jejak Ayah di dunia politik?

Putra sulung Mahfud MD, Muhammad Ikhwan Zein ketika ditemui di Hotel Grand Sahid, Jakarta Selatan. (IDN Times/Santi Dewi)
Putra sulung Mahfud MD, Muhammad Ikhwan Zein ketika ditemui di Hotel Grand Sahid, Jakarta Selatan. (IDN Times/Santi Dewi)

Kalau sampai saat ini, saya belum ada gambaran untuk terjun ke dunia politik. Saya katakan belum ya, bukan tidak. Kan masa depan gak tahu. Nanti, saya katakan tidak tetapi tiba-tiba ke depan berubah, lalu dikatakan 'lho dulu katanya gak suka politik dan hanya bisnis doang. Ternyata ikut nyemplung juga.' 

Saya katakan belum dalam artian Abah itu memang tidak pernah mengarahkan kami ke arah tersebut. Pasti, selalu ditanamkan ke kami kalau kalian mau jadi orang besar atau pejabat, kompetensimu dikuatkan dulu. Lalu, dari situ, kamu lewat jalur profesional saja. 

Ya sudah kamu belajar-belajar sehingga kamu bisa hebat dari profesimu. Sehingga, orang itu melirik karena memang percaya. Lebih baik dari jalur itu. 

Berpolitik itu kan jalurnya tidak melulu harus lewat politik praktis. Formatnya kan macam-macam. Nampaknya arah abah saya itu meminta kami-kami ini sebagai seorang yang profesional. 

Apakah ada benefit atau privilege yang Anda terima karena punya ayah seorang Menko Polhukam?

Saya sendiri tidak pernah memanfaatkan misalnya kemudian menggunakan nama abah untuk memperoleh benefit itu. Tapi, kita kan juga tidak tahu apakah orang lain tahu kalau kita itu putranya Abah, lalu sikap mereka ke saya berubah jadi baik. Sehingga, tidak bisa saya simpulkan apakah saya mendapatkan privilege secara tidak langsung. 

Kalau secara langsung, saya tidak pernah katakan saya putranya Pak Mahfud. Lalu, saya memohon agar diberikan privilege hal-hal tertentu. Saya lakukan proses dan langkah untuk menggapai apa yang sudah saya cita-citakan selama ini. Jadi, memang ini upaya sendiri dari kecil sampai ada di titik ini.

Jadi, saya lakukan proses sebagaimana orang umum lainnya lakukan. Kalau zaman dulu diberlakukan ujian masuk ya saya ikut tes. 

Kemudian, ketika ada beasiswa, beasiswanya itu khusus untuk profesi tertentu yang saya berhak ikut, ya saya akan coba ikut. Ketika saya dinyatakan lolos, saya tidak secara langsung menggunakan nama abah saat tes itu berlangsung. 

Pak Mahfud sosok ayah seperti apa di rumah?

Menko Polhukam, Mahfud MD ketika menghabiskan waktu bersama tiga cucu di Jakarta. (www.instagram.com/@mohmahfudmd)
Menko Polhukam, Mahfud MD ketika menghabiskan waktu bersama tiga cucu di Jakarta. (www.instagram.com/@mohmahfudmd)

Abah itu lucu banget. Keluarga kami punya selera humor yang cukup lah.

Kalau untuk ngobrol, kami itu santai. Memang Abah itu kesannya sedikit pendiam ya. Gak banyak nasihatin sih. 

Tapi, kalau sampai Beliau bercerita, itu berarti sesuatu yang sangat serius. Beliau itu tidak banyak memberikan nasihat dengan bicara. Abah itu kan lebih banyak pendiam. Ya, langsung diberikan contoh-contoh saja apa yang perlu dan gak perlu dilakukan. 

Kalau saya tanya ke Beliau baru Beliau memberi tahu sesuatu 'oh sebaiknya begini saja.' Jadi, seandainya saya butuh advice nanti dia akan memberikan arahan sesuai yang dia tahu. 

Tetapi, pada akhirnya saya yang tetap akan memutuskan. 'Ya sudah, arahnya gini-gini. Terserah kamu mau arah yang seperti apa.'

Bagaimana Anda menanggapi komentar warganet yang sering kali sampai memaki Pak Mahfud di media sosial?

Mungkin merasa sebel ya. Apalagi kalau pakai umpatan, kata-kata kotor. Karena selama Abah berkecipung di dunia politik, kapan Abah merespons dengan menggunakan kata-kata kotor dan mengumpat. Itu tidak diajarkan di keluarga kami. 

Kalau memang berbeda pendapat, kalau analisis atau apa, itu sangat biasa. Kami pernah protes 'kok ini ngomong begini?' Tapi, ditanggapi Abah 'ah biarin saja namanya juga demokrasi.' Sementara, kalau sudah sampai keluar kata umpatan, kata-kata kotor, caci maki, itu ndak dibenarkan. 

Abah sendiri kalau melihat di grup WA keluarga ada komentar-komentar mengenai Beliau yang kasar atau hoaks, Beliau cuma minta dihapus, karena itu mengotori grup WA keluarga. Kalau cuma analisis ya biasa aja. 

Jadi, kami mencontoh dari situ. Kalau berbeda pandangan, kritik dan sebagainya, ya itu bagian dari demokrasi yang Abah ajarkan ke kami. Konsekuensinya gini, masak orang jadi gak boleh ngomong. 

Biasanya kami kalau merasa kepo, kami hanya lihat dari nama akunnya saja sih. Biasanya nama akun disertai nomor-nomor. Lalu, pas dilihat follower-nya hanya dua atau tiga. Ah, ini mah (akun) palsu. 

Apa nilai-nilai sebagai pejabat publik yang bisa diteladani dari Pak Mahfud?

Sebagai pejabat publik, nilai yang bisa ditiru itu integritasnya sih. Kemudian, Beliau kalau mengerjakan sesuatu itu benar dan terstruktur. Jadi, kalau pun ada sangakalan dari pihak lain, apa yang diucapkan ke publik, itu sudah matang. 

Menurut saya, jadi Beliau sudah simpan itu kemudian ditembakan ke publik. Beliau malah sedang menunggu respons orang supaya bisa saya keluarkan lagi. 

Memang yang Beliau kerjakan itu sudah disiapkan dengan matang. Jadi, tidak ada asal ngomong. 

Di dunia kedokteran kan juga seperti itu. Kami gak boleh asal berbicara bila tidak didukung bukti-bukti saintifiknya. Abah juga begitu.

Segala sesuatu yang Beliau kerjakan sudah terukur dan semuanya sudah ada dasarnya. Kalau Beliau ragu atau gak yakin pasti gak akan dilontarkan di ruang publik. 

Kalau sebagai ayah, nilai yang saya teladani itu soal leadership. Kemudian, moderate, demokratis. Lalu, hal penting lainnya tidak memberi contoh hanya dari kata-kata. 

Apa pesan Anda kepada Pak Mahfud yang sedang berlaga di Pemilu 2024?

Calon Presiden Ganjar Pranowo dan Calon Wakil Presiden Mahfud MD (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Calon Presiden Ganjar Pranowo dan Calon Wakil Presiden Mahfud MD (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Saya berpesan agar Abah jaga kesehatan sih. Kan usia Abah sudah tidak muda lagi. Tetap semangat dan menjaga integritas. 

Kami sebagai keluarga tentu mengharapkan Abah bisa menang dan kemudian menjadi wapres. Ketika dia menjadi wapres, seperti yang dia katakan dia akan keras terhadap penegakan hukum. Bahkan, mau lebih keras dibandingkan ketika menjabat Menko Polhukam supaya negara bisa memberi keadilan bagi masyarakat Indonesia. 

Saya yakin kalau keadilan itu diterapkan di Indonesia, saya yakin seperti yang Abah bilang separuh dari masalah di Tanah Air itu selesai. Saya setuju dengan pernyataan itu. Keadilan yang dimaksud orang yang seharusnya mendapatkan akses ke pendidikan bisa dapat, kesehatan bisa dapat. Kan itu kaitannya dengan keadilan. 

Saya setuju sih supaya Abah bisa tetap istiqomah ke depan. 

Apakah keluarga akan kecewa seandainya Pak Mahfud gagal menang pemilu dan jadi wapres?

Ya ndak apa-apa dong. Itu bagian dari kontestasi aja. Justru kami sedikit lebih kecewa di peristiwa 2019. Itu lebih kecele. 

Saya pribadi tahu ketika itu Abah sudah ready untuk dideklarasikan. Tapi, kenyataannya kan lain. Karena kecele. 

Sekali lagi, proses politik kan memang seperti itu. Selama Abah dalam prosesnya tidak melakukan hal yang memalukan, kami kan selama ini posisinya netral. Abah juga sudah pernah mengatakan sendiri kalau gak terpilih Beliau gak akan kehilangan apa-apa. 

Ya saya sendiri ya saya senang. Tapi, kalau tiba-tiba gak jadi ya itu berarti kena PHP bukan hal yang menjadi masalah besar. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us