Ramai Ajakan Beli Hutan, Anggota DPR: Jadi Cambuk Bagi Pemerintah

- Johan berpandangan, fenomena ini muncul karena tiga hal: kegelisahan publik terhadap maraknya illegal logging yang belum tertangani tuntas.
- Menurun Johan kepercayaan masyarakat bahwa pengawasan hutan belum berjalan efektif, dan kebutuhan mendesak untuk memperbaiki tata kelola hutan secara sistemik, bukan hanya responsif ketika bencana terjadi.
- Negara jangan lempar tanggung jawab Johan juga menekankan, kegelisahan masyarakat harus dihargai. Namun, ia menegaskan, negara tidak boleh melempar tanggung jawab kehutanan kepada inisiatif swadaya yang tidak ada kepastian huk
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan, menanggapi ajakan membeli hutan yang ramai di platform media sosial. Ia menilai ajakan ini bagian dari keresahan publik karena aksi pembabatan hutan semakin tak terkendali, dan pemerintah dianggap lambat bertindak.
Menurut Johan, fenomena ajakan membeli hutan di medsos menjadi cambuk bagi pemerintah bahwa pelaksanaan tata kelola hutan di republik ini sedang tidak baik-baik saja.
"Fenomena ini sebenarnya adalah alarm keras seperti tamparan publik, bahwa tata kelola hutan kita sedang tidak baik-baik saja," kata Johan kepada jurnalis, Kamis (11/12/2025).
Kendati, Johan meluruskan, melindungi hutan bukan tugas masyarakat, apalagi lewat pola pembelian lahan yang tidak jelas kerangka hukumnya.
"Itu menjadi tanggung jawab negara, sesuai amanat UUD 1945, UU Kehutanan, dan kewajiban pemerintah menjaga fungsi ekologis hutan," kata dia.
1. Dorong pemerintah buka-bukaan soal data izin pembukaan hutan

Johan berpandangan, fenomena ini muncul karena tiga hal: kegelisahan publik terhadap maraknya illegal logging yang belum tertangani tuntas. Menurunnya kepercayaan masyarakat bahwa pengawasan hutan belum berjalan efektif, dan kebutuhan mendesak untuk memperbaiki tata kelola hutan secara sistemik, bukan hanya responsif ketika bencana terjadi.
Karena itu, Johan mendorong pemerintah mengoptimalkan penegakkan hukum terhadap illegal logging dari hulu ke hilir. Pemerintah harus terang-terangan membuka data perizinan dan kondisi tutupan hutan. Hal ini penting agar publik tidak merasa perlu bergerak sendiri.
"Memperkuat pemberdayaan masyarakat adat dan lokal sebagai penjaga hutan yang sah secara hukum dan ekologi," kata Legislator PKS itu.
2. Negara jangan lempar tanggung jawab

Johan juga menekankan, kegelisahan masyarakat harus dihargai. Namun, ia menegaskan, negara tidak boleh melempar tanggung jawab kehutanan kepada inisiatif swadaya yang tidak ada kepastian hukum.
Menurut Johan, fenomena ini merupakan sinyal kuat bahwa publik ingin keterlibatan, namun pemerintah harus hadir lebih kuat dari ini.
"Yang harus segera dilakukan adalah memperbaiki pengawasan, menutup celah pembalakan, dan memastikan hutan tetap menjadi milik dan tanggung jawab negara untuk dijaga bersama," kata dia.
3. Ajakan membeli hutan menggema di media sosial

Gerakan menjaga lingkungan menggema di media sosial di tengah riuh bencana banjir bandang yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Influencer peduli lingkungan, Pandawara Group, pun melempar gagasan untuk patungan membeli hutan Indonesia. Ajakan ini muncul di tengah maraknya deforestasi, pembalakan liar, dan alih fungsi lahan. Gagasan Pandawara tersebut disambut dengan baik warganet.
Pandawara Group berpandangan, masyarakat berhak mempertanyakan, apakah deforestasi yang terjadi selama ini masih dalam batas aturan atau sudah melampaui.
"Bagaimana kalau masyarakat Indonesia patungan membeli hutan?" tulis Pandawara Group di akun instagram mereka, seperti dikutip IDN Times, Kamis (4/12/2025).















