Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ramai-ramai Akademisi Minta Usut Dugaan Kecurangan Pemilu oleh KPU

Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. (IDN Times/Ilyas Mujib)

Jakarta, IDN Times — Sejumlah pemerhati politik dan demokrasi menyoroti dugaan kecurangan pemilu dalam penyelenggaraan Pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU yang diketuai oleh Hasyim Asyari itu disebut melakukan intimidasi kepada penyelenggara pemilu daerah agar memanipulasi hasil verifikasi faktual terhadap partai politik tertentu.

Dugaan ini bermula dari pernyataan Tim Hukum Advokasi Pemilu Bersih 2024 yang menyebut KPU meloloskan sejumlah partai pada verifikasi faktual. Ketiga partai yang dituding terlibat manipulasi verifikasi faktual itu ialah Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Gelombang Rakyat (Gelora), dan Partai Garuda.

1. KPU disebut kurang pengawasan, SOP di lapangan rawan kecurangan

Ilustrasi pemungutan suara atau pencoblosan (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)

Guru Besar FISIP UNAIR, Ramlan Subakti menyoroti pengawasan terhadap petugas lapangan KPU yang melakukan verifikasi secara aktual dan faktual. Dia mempertanyakan kredibilitas petugas yang melakukan verifikasi partai politik di lapangan yang bertugas mengecek keberadaan kantor partai politik dan keanggotaan.

“Siapa yang menentukan anggota yang akan melakukan verifikasi? Apakah KPU mencari sendiri, atau partai disuruh menghadirkan? Ini kan sudah parah, kalau ini kan gak cocok,” kata Ramlan dalam webinar bersama ICW, Rabu (14/12/2022).

Anggota KPU 2001-2007 ini juga menyebut idealnya KPU memiliki mekanisme pengawasan terhadap petugas yang melakukan verifikasi. Pasalnya, petugas di lapangan sangat rentan melakukan kecurangan karena berkomunikasi langsung dengan partai politik.

“Kemudian harus ada mekanisme pengawasan terhadap petugas yang melakukan verifikasi. Karena kemungkinan transaksi antar orang parpol dan orang KPU kabupaten/kota,” ujar Ramlan.

“Jadi karena perencanaan operasional, SOP, tidak diatur ketat, dan tidak ada pengawasan, maka ini adalah peluang peserta pemilu itu terbuka untuk merayu melalui KPU,” sambung dia.

2. Kecurangan Pemilu disebut penghianatan kepada negara

Ilustrasi simulasi pemungutan suara (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Guru Besar UGM Sigit Riyanto menilai kecurangan dalam Pemilu merupakan penghianatan kepada konstitusi dan negara dengan iklim demokrasi. Menurutnya setiap negara yang menjunjung tinggi demokrasi, HAM, dan kemajuan peradaban, Pemilu harus dipandang sebagai penanda proses demokratisasi itu sendiri.

“Saat ini KPU sebagai penyelenggara seluruh tahapan dan proses Pemilu sudah selayaknya harus independen dan berdaulat karena mendapatkan mandat dari rakyat dan negara,” kata Sigit.

Dia juga menyebut rusaknya sistem ketatanegaraan di Indonesia imbas kecurangan dalam Pemilu. Maka dari itu, KPU seharusnya memiliki sistem pengawasan yang lebih ketat agar kecurangan di daerah tidak terjadi.

"Kecurangan dalam setiap tahapan pemilu pada dasarnya penghianatan dalam sistem konstitusi kita, merusak sistem tatanegara kita. Merupakan regresi demokrasi, bahkan akan menandai kemunduran dalam kehidupan ketatanegaraan kita,” ujar Sigit.

 

3. Minta Bawaslu proses hukum kecurangan dalam Pemilu

Ketua Bawaslu Abhan dan Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar (Dok. Humas Bawaslu)

Anggota Bawaslu periode 2008-2012, Wirdyaningsih meminta anggota Bawaslu yang menjabat saat ini tegas dan bisa membawa dugaan kecurangan yang dilakukan KPU ke ranah hukum.

“Saya yang ikut melihat perkembangan ini mendorong Bawaslu RI beserta jajarannya tentu sudah mengawasi dari awal, untuk berani menegakkan regulasi serta teguh melaksanakan tugas dan kewajiban, menjaga integritas sebagai lembaga pengawas pemilu,” kata Wirdyaningsih.

Wirdyaningsih meminta Bawaslu untuk memproses setiap kecurangan yang ditemukan dalam penyelenggaraan Pemilu.

“Jangan mendiamkan kecurangan yang terjadi di depan mata. Proses semua kecurangan yang terjadi di lapangan yang sudah terjadi atau yang baru ditemui,” tuturnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hana Adi Perdana
EditorHana Adi Perdana
Follow Us