Menaker: Regulasi Perlindungan Pekerja Gig Sangat Urgent

- Pekerja gig diajukan sebagai bagian dari revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
- Platform digital diusulkan memiliki tanggung jawab seperti asuransi kesehatan dan transparansi pendapatan.
- Kolaborasi antara pemerintah, platform digital, akademisi, dan masyarakat diperlukan untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan yang lebih adil.
Jakarta, IDN Times - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan pentingnya regulasi bagi pekerja gig yang selama ini posisinya rentan. Regulasi ini diperlukan agar kesejahteraan dan pendapatan pekerja gig terlindungi.
Yassierli mengungkapkan gig economy telah menjadi kekuatan baru di pasar kerja Indonesia, dengan sekitar 4,4 juta pekerja di sektor transportasi, logistik, layanan kreatif, dan berbagai platform digital. Namun, ia juga mengakui pertumbuhan pesat tersebut juga disertai dengan berbagai bentuk kerentanan.
"Di balik fleksibilitas gig economy, para pekerjanya menghadapi kerentanan yang tak boleh diabaikan. Negara bertanggung jawab memastikan mereka memperoleh perlindungan yang layak," ujar Yassierli saat membuka acara Indonesian Forum and Labour Productivity (IFLP) bertema 'Gig Workers: Flexibility and Vulneralibity from Multiple Perspective' di Jakarta, Selasa (25/11/2025).
1. Sepakat untuk mengusulkan agar pekerja gig diajukan

Pekerja gig adalah jenis pekerjaan informal atau paruh waktu berbasis platform digital, memungkinkan perusahaan memanfaatkan tenaga kerja sementara atau freelancer dalam periode yang singkat. Jenis pekerjaan gig antara lain online driver daring, penulis konten, desainer grafis, pengembang perangkat lunak dan kurir.
Yassierli sepakat untuk mengusulkan agar pekerja gig diajukan sebagai bagian dari pembahasan revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Platform digital juga diusulkan untuk memiliki tanggung jawab

Regulasi yang diusulkan mencakup pemberian hak‐hak dasar yang setara dengan pekerja formal seperti jaminan sosial (kesehatan, pensiun, asuransi kecelakaan kerja), upah adil, serta perjanjian kerja yang transparan.
Yassierli menambahkan pengaturan juga mencakup penyelesaian sengketa antara pekerja dan platform secara adil, termasuk dalam hal tarif, kualitas layanan, dan kondisi kerja.
"Namun di sisi lain, platform digital juga diusulkan untuk memiliki tanggung jawab, seperti menyediakan asuransi kesehatan, pelatihan, transparansi pendapatan, dan sistem pembayaran tepat waktu," katanya.
3. Pendorong kolaborasi berkelanjutan

Sementara Kementerian Ketenagakerjaan melalui Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan (Barenbang) Anwar Sanusi dalam laporan pendahuluannya menyatakan, IFLP 2025 menjadi pendorong kolaborasi berkelanjutan menuju ekosistem kerja yang aman, inklusif, dan berkelanjutan bagi pekerja di Indonesia.
"Kolaborasi antara pemerintah, platform digital, akademisi, dan masyarakat diperlukan untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan yang lebih adil, " kata Anwar. (WEB)


















