1 Pasien Omicron Lolos, Satgas Tak Ubah Aturan Dispensasi Karantina

Luhut nilai dispensasi karantina pejabat tetap diperlukan

Jakarta, IDN Times - Satgas Penanganan COVID-19 tak akan mengubah aturan dispensasi karantina wajib bagi pejabat tinggi yang kembali dari luar negeri. Padahal, pada Senin (27/12/2021), pemerintah mengakui ada satu pasien Omicron yang lolos dan mendapatkan dispensasi karantina di rumah. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan pasien tersebut memang belum selesai menjalani karantina wajib selama 10 hari di hotel.

"Tetapi, ia sudah meminta izin melanjutkan karantina di rumah. Ia berhasil mendapatkan dispensasi karena ketika dilakukan tes COVID-19 pembanding, hasilnya menunjukkan negatif. Sedangkan, hasil pemeriksaan tes COVID-19 di Satgas menunjukkan hasil positif," ungkap Nadia ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Senin (27/12/2021). 

Ternyata, ketika dilakukan pengurutan genome, pasien tersebut tidak hanya tetap positif COVID-19 melainkan juga terpapar Omicron. "Tetapi, saat kami minta untuk melakukan isolasi mandiri di RSDC Wisma Atlet, dia gak mau. Padahal, kan dia sudah tertular Omicron," katanya. 

Ia menjelaskan kini pasien tersebut melanjutkan isolasi mandiri dengan keluarganya di rumah. Itu sebabnya, kata Nadia, ini merupakan kecolongan pertama pasien Omicron yang tidak berada di fasilitas isolasi mandiri terpusat milik pemerintah. 

Kapan pasien tersebut terpapar Omicron dan bagaimana riwayat perjalanannya dari luar negeri?

1. Pasien Omicron yang isolasi mandiri di rumah baru kembali dari Inggris

1 Pasien Omicron Lolos, Satgas Tak Ubah Aturan Dispensasi Karantinailustrasi varian baru COVID-19, Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut Nadia, pasien yang positif omicron ini terpapar sekitar tanggal 20-an Desember 2021. Pasien tersebut diketahui baru kembali dari Inggris.

"Dia ke Inggris karena ada kebutuhan pribadi. Jadi, dia ke Inggris bukan karena berlibur, bukan pekerja migran dan bukan juga pelajar yang baru kembali studi," kata Nadia. 

Ia menyebut yang memberikan dispensasi adalah Satgas Penanganan COVID-19. Nadia pun menjelaskan untuk mencegah agar tidak ada penyebaran di masyarakat, Satgas Penanganan COVID-19 terus memonitor dengan ketat keluarga tersebut.

"Hasil tracing hanya dilakukan kepada kontak erat pasien tersebut. Sampai sejauh ini hasilnya negatif. Tapi, kalau ditanya apakah ada risiko, ya tentu saja ada risikonya (karena kecolongan pasien Omicron)," katanya. 

Ia mengatakan kecolongan Omicron ini masih bisa dilokalisir asal pasien tersebut disiplin menjalani isolasi mandiri di rumah. Pasien tak boleh melakukan kontak dengan pihak luar hingga dinyatakan negatif COVID-19. 

"Jadi, ini sangat tergantung dengan komitmen individu yang bersangkutan. Sedangkan, yang mengawasi langsung petugas tempat karantina," tutur dia. 

Baca Juga: Catat! Ini Kisaran Biaya Harga Hotel untuk Karantina Mandiri  

2. Pemerintah tetap beri dispensasi karantina bagi pejabat tinggi, tapi syaratnya diperketat

1 Pasien Omicron Lolos, Satgas Tak Ubah Aturan Dispensasi KarantinaJuru bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito ketika memberikan keterangan pers pada Kamis, 9 Desember 2021 (Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden)

Sementara, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan hingga saat ini belum ada rencana merevisi pemberian dispensasi karantina bagi pejabat eselon I dan di atasnya, termasuk anggota DPR. Saat ini, kata Wiku, pemerintah fokus pada implementasi kebijakan di lapangan terkait penerapan karantina terpusat dan mandiri di rumah. 

"Kami akan mengecek semua petugas di lapangan, mulai dari yang bertugas di pintu kedatangan, mobilitas hingga yang bertugas di fasilitas karantina," ujar Wiku kepada IDN Times melalui pesan pendek hari ini.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan pada Minggu (26/12/2021), jumlah pasien Omicron yang ditemukan di Indonesia sudah mencapai 46 orang. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan memperketat karantina bagi pelaku perjalanan internasional. 

Sebab, meski sudah diimbau agar menunda kepergian ke luar Indonesia, ribuan orang justru telah meninggalkan Tanah Air pada liburan akhir tahun ini. "98 persen kasus Omicron ditemukan karena orang-orang kita datang dari luar negeri," kata Budi ketika memberikan keterangan pers hari ini. 

Selain itu, kata Budi, pemerintah akan mendistribusikan teknologi tes swab PCR baru yang mampu mendeteksi varian Omicron. "Jadi, kita bisa lebih cepat mendeteksi Omicron dengan tes yang hanya perlu waktu 4-6 jam," ungkap pria yang pernah menjabat Wakil Menteri BUMN itu. 

Ia menambahkan, tes swab PCR dengan teknologi yang mampu mendeteksi varian Omicron didistribusikan di semua pintu perbatasan di seluruh Indonesia. 

3. Luhut minta publik tidak mendebat adanya dispensasi karantina bagi pejabat tinggi

1 Pasien Omicron Lolos, Satgas Tak Ubah Aturan Dispensasi KarantinaMenko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan diminta Presiden Jokowi untuk fokus menangani kasus Covid-19 di sembilan provinsi yang berkontribusi besar terhadap total kasus nasional (ANTARA/HO-Kemenko Kemaritiman dan Investasi)

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, menegaskan tidak akan ada lagi permintaan dispensasi karantina bagi siapa pun bila tidak ada alasan yang kuat. Satu kasus pasien Omicron yang kecolongan menurutnya sudah cukup menjadi pelajaran. 

"Dispensasi (karantina di rumah) bisa diberikan bila individu itu (bekerja sebagai) dokter, tenaga kesehatan atau ada hal-hal lain yang sifatnya urgent," ungkap Luhut di jumpa pers yang sama. 

Ia pun meminta publik tak perlu memperdebatkan adanya dispensasi bagi pejabat tinggi dari kewajiban karantina di fasilitas terpusat. Sebab, aturan serupa juga berlaku universal di negara lainnya. 

"Karena kan mekanisme bernegara harus tetap jalan tapi tentu dengan pengawasan yang ketat," ungkap pria yang kini juga menjadi Komandan PPKM wilayah Jawa dan Bali itu.

"Jadi, jangan malah isu ini dibenturkan antara pejabat tinggi, orang berada dan orang biasa (terkait aturan karantina wajib). Saya kira itu tidak arif bila ada mantan pejabat yang mengatakan demikian," katanya sambil menyentil mantan Menteri KKP, Susi Pudjiastuti. 

Di dalam akun media sosialnya, Susi mempertanyakan mengapa pejabat tinggi yang memiliki sumber daya finansial lebih malah dibolehkan karantina wajib selama 10 hari di rumah. Sementara, warga biasa wajib menjalani karantina di hotel dan membayar sejumlah biaya. Padahal faktanya, virus Sars-CoV-2, menginfeksi manusia tanpa melihat status sosialnya. 

Baca Juga: PHRI Bantah Cari Cuan dari Karantina Mandiri di Hotel Selama Pandemik

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya