Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Satgas COVID-19: Vaksin Campuran Dosis Booster Hanya Untuk Nakes

Ilustrasi vaksin COVID-19 untuk disuntikkan ke penerima vaksin. (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menegaskan bahwa praktik mixing vaccine, yang diterapkan oleh Kementerian Kesehatan untuk dosis booster, hanya diperuntukkan bagi tenaga kesehatan. 

"Mengingat jenis vaksin Sinovac yang diterima oleh tenaga kesehatan pada dua dosis pertama, saat ini juga dialokasikan untuk populasi khusus, misalnya untuk anak, ibu hamil, maupun menyusui," ujar Wiku dalam siaran tertulis dikutip laman resmi covid19.go id, Jumat (27/8/2021).

1. Beberapa vaksin lulus uji campuran

Vaksin COVID-19 AstraZeneca (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Lebih lanjut, Wiku mengulas beberapa jenis vaksin yang sudah lolos uji untuk penggunaan campuran adalah AstraZeneca dan Pfizer di Jerman, AstraZeneca dan Sputnik di Azerbaikan, Sinovac dan AstraZeneca di Thailand, dan Sinovac dan Moderna di Indonesia. 

"Jenis vaksin yang dapat dikombinasikan ini dinamis seiring berkembang uji lanjutan lainnya," lanjutnya.

2. Vaksin diberikan untuk perlindungan tubuh

Warga antre mengikuti vaksinasi COVID-19 massal di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu, 26 Juni 2021 (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Pada kesempatan yang sama, Wiku menjelaskan bahwa vaksin merupakan substansi yang terbuat dari organisme yang sangat kecil penyebab penyakit atau agen yang mengandung racun atau protein tertentu. Tujuannya adalah memberi perlindungan terhadap tubuh dari penyakit tertentu.

"Secara sederhana dari berbagai jenis vaksin COVID-19 yang dikembangkan, pada kategorinya, proses pengembangannya berdasarkan bahan baku yang digunakan," imbuhnya.

3. Lima vaksin yang sudah dapat EUA dan EUL

ilustrasi vaksin COVID-19 (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Di Indonesia, tambah Wiku, terdapat lima jenis vaksin yang sudah memperoleh Emergency Use Listing (EUL) dan Emergency Use Authorization (EUA), yaitu Sinovac dan Sinopharm yang tergolong vaksin inaktif, AstraZeneca yang tergolong vaksin vektor virus, serta Moderna dan Pfizer yang tergolong vaksin dengan memanfaatkan teknologi genetik.

"Perlu menjadi perhatian bahwa sebelum dinyatakan aman dan efektif untuk digunakan, berbagai tahapan evaluasi harus dilalui. Bahkan secara statistik umumnya hanya tujuh dari 100 atau sekitar 0,07 persen kandidat vaksin saja yang dianggap cukup mampu meneruskan ke tahap uji klinis pada manusia," bebernya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dini Suciatiningrum
EditorDini Suciatiningrum
Follow Us