Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sejarawan Ingatkan Pesan Sukarno, RI Jangan Anut Demokrasi Liberal

ilustrasi Ir. Soekarno (Sukarno) (IDN Times/Nathan Manaloe)

Jakarta, IDN Times - Sejarawan Anhar Gonggong mengingat kembali pesan Bapak Bangsa Indonesia (The Founding Father) Sukarno tentang demokrasi liberal.

Anhar menilai, sejak awal Sukarno tidak menyukai demokrasi liberal, bahkan dia sudah memperingati hal tersebut dalam sebuah tulisan yang dibuatnya tahun 1933.

Hal tersebut diungkapkan Anhar dalam acara diskusi dan peluncuran buku Kisah Seorang Jenderal Idealis H.R. Darsono di kawasan Jakarta Selatan, pada Sabtu (18/2/2023).

1. Sukarno imbau keras jangan sampai Indonesia anut demokrasi liberal

Diskusi dan peluncuran buku Kisah Seorang Jenderal Idealis H.R. Darsono di kawasan Jakarta Selatan, pada Sabtu (18/2/2023) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dia menjelaskan, sebelum Indonesia merdeka, Sukarno sudah mengingatkan bahwa jangan sampai nantinya sistem demokrasi liberal diterapkan di Tanah Air.

"Bung Karno adalah orang yang paling tidak senang dengan demokrasi liberal, tahun 33 dia sudah menulis artikel yang menyatakan, bahwa kalau kita merdeka jangan memilih demokrasi liberal," ucap Anhar.

2. Sistem demokrasi liberal rawan abaikan kesejahteraan ekonomi

ilustrasi Sukarno (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut pemikiran Sukarno, demokrasi liberal hanya sistem yang ditunggangi kepentingan politik dengan mengabaikan demokrasi ekonomi. Mengingat demokrasi ekonomi berkaitan dengan kesejahteraan rakyat.

Dalam pemikirannya, Bung Karno menjelaskan secara gamblang prinsip kesejahteraan. Di mana tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. 

"Lalu ketika dia menyusun Pancasila itu, maka ada kalimat yang menarik sebenarnya, ada kalimat yang berkaitan ketika beliau merumuskan, apa itu kesejahteraan," ucap Anhar.

Namun sayangnya pemikiran tersebut terbentur dengan usahanya yang merumuskan demokrasi, dari liberal menjadi terpimpin, dan menciptakan berbagai istilah berbau ideologi. Tak lama kemudian, Sukarno yang ingin menyatukan berbagai ideologi yakni Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom) harus terbentur dengan adanya krisis politik yang terjadi.

"Ada sosialisme Indonesia, revolusi yang belum selesai, dan sebagianya. Di tengah situasi seperti itu, ruang bagi PKI terbuka, setelah 1948 yang dikejar-kejar, kemudian tahun 1960 ruang terbuka oleh karena dirumuskannya kembali menjadi Nasakom," tutur dia.

3. Sukarno berkuasa sebagai kepala negara hanya beberapa tahun saja

Ir. Soekano, Presiden Indonesia Pertama (Website/kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id)

Dalam kesempatan itu, Anhar juga membahas, sebenarnya Sukarno berkuasa sebagai kepala negara hanya beberapa tahun saja. Meski begitu, justru masa Orde Lama itu menarik karena menciptakan pergumulan pemikiran ideologis dari para pejuang usai kemerdekaan.

"Orang sering melihat Bung Karno itu berkuasa selama 20 tahun, sebagai presiden iya, tapi sebagai presiden kepala negara hanya dari 1960 hingga 1965 atau sekitar sampai 1967," jelas dia.

Pada 1950 sampai sekitar 1958, kata Anhar, pergumulan di antara tokoh-tokoh partai menimbulkan berbagai pemberontakan. Anhar tak memungkiri bahwa kemerdekaan tak semudah yang dibayangkan oleh para pejuang.

"Yang berontak itu adalah pejuang-pejuang itu juga. Ada Kartosuwiryo, Kahar Muzakar, bahkan dalam periode 1948 ada pergumulan yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya berbagai tokoh yang komunistis," imbuh dia.

Sebagaimana diketahui, Indonesia saat ini menganut sistem Demokrasi Pancasila sesuai dengan kepribadian bangsa. Demokrasi Pancasila merupakan nilai-nilai dan tujuan yang tertuang dalam sila-sila Pancasila.

Istilah demokrasi Pancasila secara formal pertama kali tercantum dalam Tap MPRD Nomor XXXVII/MPRS/1968 tentang pedoman pelaksanaan demokrasi Pancasila.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us