Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Siswi SLB di Jakbar Hamil 5 Bulan, KPAI: Sekolah Ikut Tanggung Jawab

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati, di kantor LPSK Jakarta Timur, Rabu (21/5/2024). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati, di kantor LPSK Jakarta Timur, Rabu (21/5/2024). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
Intinya sih...
  • KPAI menyebut pihak sekolah tetap harus bertanggung jawab dalam kasus siswi SLB di Jakarta Barat hamil lima bulan, meski tempat kekerasan seksual belum tentu terjadi di sekolahan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Seorang siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kalideres, Jakarta Barat, berinisial AS mengalami kasus kekerasan seksual. Remaja 15 tahun itu merupakan penyandang disabilitas, dan kini tengah hamil lima bulan.

Pihak sekolah membantah kekerasan seksual itu terjadi di sekolah. Pihak sekolah menyebut kecil kemungkinan kejadian ini terjadi di sekolah karena kala itu, lima bulan lalu mereka tengah libur.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, mengatakan kekerasan yang dialami AS meski terjadi di luar lingkungan sekolah, tetap membutuhkan penanganan menyeluruh dari berbagai pihak terkait.

“Kita sudah koordinasi ya dan betul itu, karena lokus kan kalau bicara kekerasan itu, gak bisa, misalnya dianggap di luar sekolah itu urusan luar sekolah, tetapi karena dia bersekolah di sekolah tersebut, lalu ada peristiwa dan lain sebagainya,” kata dia saat ditemui di kantor LPSK, Jakarta Timur, Rabu (22/5/2024).

1. KPAI berkeja sama dengan Komisi Nasional Disabilitas

ilustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)
ilustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Ai mengatakan KPAI akan berkoordinasi lebih intensif dengan pihak sekolah, keluarga korban, serta pemerintah daerah. 

KPAI juga telah berkoordinasi dengan Komisi Nasional Disabilitas (KND) untuk memastikan ruang yang optimal bagi anak tersebut.

“Kami akan menggali ruang yang lebih optimal bagi anak,” kata Ai.

2. Harus memperhatikan situasi khusus sang anak

Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD) mendorong pemenuhan hak-hak disabilitas dalam menggunakan moda transportasi publik (Dok. Istimewa)
Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD) mendorong pemenuhan hak-hak disabilitas dalam menggunakan moda transportasi publik (Dok. Istimewa)

Sementara, Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Sri Nurherwati,  mengatakan penanganan anak dengan disabilitas dalam kasus kekerasan seksual ini, harus memperhatikan situasi khusus sang anak.

"Kekerasan seksual terhadap anak adalah salah satu mandat LPSK. Sehingga memang di dalam penanganannya kita harus memperhatikan situasi dan kondisi khusus anak dengan disabilitas itu dia punya ketentuan. Mewajibkan aparat penegak hukum untuk menyediakan rekomendasi yang layak,” kata dia.

3. Aparat penegak hukum sediakan sistem perlindungan sementara

Ilustrasi hukum (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi hukum (IDN Times/Mardya Shakti)

Sri menjelaskan aparat penegak hukum (APH) wajib menyediakan akomodasi yang layak untuk korban. Dalam hal ini, penting agar aparat bisa memulihkan hak korban. Hal ini agar akses keadilan terbuka dan keterangan saksi korban bisa didapatkan dalam proses hukum.

“Kita akan bekerja sama dengan kepolisian untuk membangun sistem perlindungan sementara yang memang itu yang sangat dibutuhkan, sebelum proses hukum berjalan, bagaimana supaya bisa mendukung saksi dan korban,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us