Siswi SLB di Jakbar Mengalami Kekerasan Seksual, Hamil 5 Bulan

- Anak tunarungu dan berkebutuhan khusus, AS, mengalami kekerasan seksual di SLB Kalideres, Jakarta Barat. Keluarga korban telah melaporkan kasus ini ke Polres Metro Jakarta Barat, setelah AS ditemukan hamil lima bulan. Sekolah membantah kemungkinan terjadinya kekerasan seksual di sekolah dan berusaha menyelesaikan masalah secara internal.
Jakarta, IDN Times - Seorang siswi Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kalideres, Jakarta Barat, berinisial AS mengalami kekerasan seksual. Remaja 15 tahun itu adalah seorang penyandang tunarungu yang juga memiliki keterbelakangan bicara dan intelektual.
Melansir ANTARA, ibu AS berinisial R menjelaskan, awalnya AS mengaku dengan bahasa isyarat bahwa dia mengalami kejadian asusila di sekolah.
"Saya kasih dua foto teman sekelasnya, dan dia langsung menunjuk salah satu," ujar R, dikutip Selasa (21/5/2024).
1. Ibu korban sebut kepala sekolah tak mau ditemui

Keluarga telah melaporkan kasus ini ke Polres Metro Jakarta Barat. AS ternyata sudah hamil lima bulan. Ibu AS sudah mendatangi sekolah, tetapi kepala sekolah tidak mau ditemui.
“Tanggal 8 Mei saya menemui kepala sekolah, dan dia tak mau ditemui. Kami lalu ke wali kelas anak saya. Alasannya takut syok karena tak info informasi sebelumnya," kata R.
2. Ibu AS berharap pihak sekolah mau berikan solusi dan bertanggung jawab

R berharap pihak sekolah mau memberikan solusi dan tanggung jawab terkait kejadian ini.
"Karena anak saya dibilang perlu pendidikan ekstra, tapi pada kenyataannya ini kelalaian semua guru. Saya mohon penyelesaiannya sampai ke jalur hukum," kata dia.
3. Pihak sekolah membantah kejadian itu terjadi di sekolah

Sementara, pihak sekolah memperkirakan kejadian itu kecil kemungkinan terjadi di sekolah, karena kala itu lima bulan yang lalu mereka tengah libur. Sekolah tengah ada ujian semester atau P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila).
“Di Desember (lima bulan sebelum Mei), dari segi waktu itu libur akhir semester," kata kepala sekolah AS, D.
Sekolah akhirnya mengajak korban menyelesaikan masalah ini acara internal, dengan melibatkan pihak terkait yang menangani Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
"Ikhtiar sekolah sudah kami lakukan. Kami berkeyakinan kemungkinan kecil kejadian di sekolah. Tetapi ini perlu (pembuktian)," kata D.