Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Strategi Berinovasi IDN di Era Teknologi dan AI

HYP06324 copy (1).jpg
Doc. IDN/Herka Yanis
Intinya sih...
  • IDN Times didirikan pada 8 Juni 2014 oleh Winston dan William Utomo dengan tujuan menghadirkan media yang berbicara dan mengerti generasi muda Indonesia.
  • Perusahaan ini menghadapi perubahan perilaku audiens, dinamika teknologi, hingga tekanan ekonomi, namun mampu membangun kekuatan baru dari tantangan tersebut.
  • Dengan memasuki era AI, IDN memandang teknologi sebagai titik balik untuk menjadi lebih manusiawi dan memperluas pengaruh hiburan Indonesia ke panggung internasional.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Dalam industri yang bergerak secepat perubahan zaman, resiliensi kerap dipahami sebatas kemampuan bertahan di tengah krisis. Namun bagi IDN, resiliensi bukan sekadar bertahan. Ia adalah rancangan arsitektur— sebuah sistem yang membuat perusahaan tetap relevan, bahkan ketika gelombang perubahan melanda dengan dahsyatnya.

Kisah IDN berawal pada 8 Juni 2014. Winston dan William Utomo memulai perjalanan mereka dengan sebuah mimpi sederhana: menghadirkan masa depan media yang benar-benar berbicara dan mengerti generasi muda Indonesia. Dari sebuah ruang kecil dengan semangat yang besar, lahirlah IDN Times, yang kemudian menjadi fondasi dari sebuah ekosistem yang kini memberikan inspirasi dan pengaruh kepada jutaan orang mengonsumsi informasi dan hiburan setiap hari.

Perjalanan sebelas tahun terakhir jauh dari kata mulus. IDN menghadapi perubahan perilaku audiens, dinamika teknologi, hingga tekanan ekonomi yang tidak jarang mengguncang.

Namun, justru dari tantangan itulah lahir kekuatan baru. “Resiliensi bukanlah suatu hal yang datang dengan sendirinya, melainkan sistem dan mindset yang kita bangun dan perkuat setiap hari,” ujar Winston Utomo, Founder dan CEO IDN. “Bukan tentang menunggu badai reda, tetapi tentang merancang kapal yang mampu berlayar lebih jauh di tengah badai itu sendiri.”

Kini, memasuki 2025, dunia memasuki babak baru. Percepatan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), telah menimbulkan ketakutan sekaligus harapan.

Banyak yang melihat AI sebagai ancaman terhadap pekerjaan, industri, bahkan identitas manusia. Winston memilih melihatnya sebagai titik balik. “Relevansi bukanlah hasil dari adaptasi sesaat,” katanya. “Ia adalah hasil dari pemikiran dan eksekusi yang tumbuh bersama audiens. AI tidak menggantikan kita—ia justru menantang kita untuk menjadi lebih manusiawi.”

Ekosistem yang dibangun IDN hari ini membentang luas: dari IDN App yang menghubungkan berita dengan hiburan, hingga platform yang mendukung kreator untuk menghidupkan ekonomi digital, sampai festival musik dan komunitas yang memperluas pengaruh hiburan Indonesia ke panggung internasional.

Di jantungnya, teknologi AI membantu ruang redaksi membuat jurnalisme lebih tajam dan lebih cepat, sembari mempertahankan nilai paling berharga: kepercayaan.

Lebih dari 83 persen generasi muda Indonesia kini mengakses konten hiburan setiap hari. Mereka tidak lagi sekadar menjadi penonton, tetapi juga pelaku aktif—hadir di konser, mendukung kreator, membangun komunitas digital. Bagi Winston, fakta ini adalah isyarat. “Generasi muda bukanlah sekadar konsumen,” ujarnya dengan tegas. “Mereka adalah penulis bab berikutnya dari sejarah bangsa ini. Dan tugas kita adalah menyediakan kanvas tempat mereka melukis masa depan.”

Lima tahun ke depan, momentum itu akan mencapai puncaknya. Dengan 68 persen populasi Indonesia berada di usia produktif, negeri ini akan menikmati bonus demografi yang hanya terjadi sekali dalam sejarah. Dalam konteks itu, gotong royong—identitas lama bangsa Indonesia—berevolusi menjadi kolaborasi lintas generasi, lintas industri, dan lintas ide. Di tengah pergeseran inilah IDN menempatkan dirinya, bukan sekadar perusahaan media, tetapi katalis perubahan yang menyatukan mimpi, bakat, dan teknologi.

Memasuki dekade keduanya, IDN menunjukkan bahwa di dunia yang dipenuhi disrupsi, kekuatan sejati bukanlah pada mereka yang menolak perubahan, melainkan pada mereka yang berani mendesain ulang sistemnya sendiri agar tetap relevan hari ini dan siap menghadapi hari esok. Winston menutupnya dengan sebuah refleksi yang menjadi kredo pribadinya: “Pertanyaan yang benar bukanlah bagaimana kita dapat bertahan dari perubahan. Pertanyaannya adalah bagaimana kita meredefinisikan perubahan itu sendiri dan apakah kita hanya menjadi penonton, atau justru pelaku utama yang menulis ulang masa depan,” tutup Winston dengan penuh optimisme. 

Share
Topics
Editorial Team
Dini Maharani
EditorDini Maharani
Follow Us

Latest in News

See More

Kapolda Metro: Ledakan Terjadi Saat Khotbah Jumat di SMA 72 Jakarta

07 Nov 2025, 15:16 WIBNews