Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Fadli Zon Sebut Inggris Enggan Pulangkan Artefak Bersejarah Indonesia

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini memaparkan program 100 hari pada Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI, di Jakarta, Senin (28/10). (dok. Kemnterian PANRB)
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini memaparkan program 100 hari pada Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI, di Jakarta, Senin (28/10). (dok. Kemnterian PANRB)
Intinya sih...
  • Inggris belum merespon permintaan repatriasi artefak bersejarah Indonesia
  • Fadli Zon menyebut Belanda dan Inggris memiliki artefak paling banyak milik Indonesia
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, mengatakan, proses repatriasi benda-benda bersejarah Indonesia sudah berlangsung selama beberapa dekade.

Beberapa negara seperti Belanda telah menandatangani kesepakatan atau MoU untuk mengembalikan artefak-artefak tersebut. Namun, hingga saat ini Inggris masih belum menunjukkan kesediaan untuk melakukan hal yang sama. 

Di sisi lain, upaya pemugaran situs-situs bersejarah seperti Muara Jambi dan Sangiran menjadi prioritas utama sebagai pusat peradaban prasejarah. 

Situs-situs tersebut dinilai memiliki potensi dalam mengubah pandangan dunia tentang asal-usul manusia. 

1. Fadli Zon sebut Belanda dan Inggris yang paling banyak memiliki artefak Indonesia

Menteri Kebudayaan, Fadli Zon (IDN Times/Aryodamar)
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon (IDN Times/Aryodamar)

Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2024), Fadli Zon menyebut Belanda dan Inggris merupakan negara yang memiliki artefak paling banyak milik Indonesia.

"Kita menerima artefak dan benda-benda bersejarah yang dulu diambil oleh kolonial, baik itu Belanda, Inggris, Perancis. Perancis juga pernah menjajah kita, ya, Netherlands, France, Indies itu ketika zaman Napoleon dan Jepang dan lain-lain. Tetapi memang yang terbanyak tentu saja Belanda dan Inggris," ujar Fadli Zon, dikutip dari ANTARA, Kamis (7/11/2024).

2. "Geger Spey" jadi salah satu peristiwa sejarah bukti hilangnya banyak artefak

Siswa siswi SDN Tugurejo Semarang menulis di depan artefak Candi Tugu Semarang. (IDN Times/Dok SDN Tugurejo Semarang)
Siswa siswi SDN Tugurejo Semarang menulis di depan artefak Candi Tugu Semarang. (IDN Times/Dok SDN Tugurejo Semarang)

Fadli Zon menyebut, peristiwa "Geger Spey" pada 1812 menjadi salah satu bukti banyaknya artefak yang hilang. 

Dalam peristiwa tersebut, Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Raffles, menjarah seisi Keraton Yogyakarta dan membawa ratusan artefak serta manuskrip ke Inggris. 

Meski Inggris belum menanggapi permintaan repatriasi atau pemulangan ini, Kementerian Kebudayaan Indonesia tetap berkomitmen untuk melakukan pendataan dan upaya berkelanjutan.

3. Artefak-artefak tersebut tersebar di museum-museum besar

Ilustrasi British Museum di London (pixabay.com/hulkiokantabak)
Ilustrasi British Museum di London (pixabay.com/hulkiokantabak)

Artefak yang belum dikembalikan oleh Inggris, kini tersebar di museum-museum besar seperti British Museum dan British Library.

Fadli Zon mengatakan, dalam peristiwa tersebut, dua dari empat kapal yang membawa artefak itu bahkan tenggelam dalam perjalanan menuju Inggris.

"Kalau kita lihat itu dalam peristiwa Geger Spey tahun 1812, itu Raffles melakukan satu perampokan terhadap Keraton Yogyakarta, sampai empat kapal. Dua kapal itu kemudian tenggelam. Nah, selebihnya kemudian sekarang berada di British Museum dan British Library, termasuk ratusan manuskrip yang sampai sekarang tentu saja belum ada yang kembali," ujar dia.

Pemerintah berharap situs budaya dan sejarah Indonesia yang masih berada di luar negeri dapat dipulangkan ke Tanah Air untuk memperkaya pemahaman kebudayaan nasional. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
Veronica Theresia Taruh Barguna
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us