WANSUS: Krisis Anggaran, BPBD DKI Tak Gentar Lawan Banjir Jakarta

- BPBD DKI menghadapi pemotongan anggaran Rp100 Miliar di tengah ancaman banjir Jakarta
- Operasi modifikasi cuaca (OMC) dibiayai dengan anggaran daerah untuk mengurangi intensitas hujan di Jakarta
- Kesiapsiagaan BPBD dalam menangani banjir dan koordinasi antar instansi menjadi kunci utama
Jakarta, IDN Times - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta terus menunjukkan ketangguhannya dalam menghadapi bencana banjir yang kembali melanda Jakarta.
Bahkan, dengan jumlah personel yang terbatas dan anggaran yang mengalami pemotongan, BPBD DKI tetap sigap dalam menjalankan tugas mitigasi, evakuasi, serta penyaluran bantuan bagi warga terdampak banjir akibat hujan deras dan banjir kiriman dari Bogor.
Kecepatan dan koordinasi antar instansi menjadi kunci utama dalam menangani kondisi darurat akibat cuaca ekstrem yang masih berlanjut.
Dalam kondisi anggaran yang dipotong Rp100 Miliar, BPBD tetap berupaya mengoptimalkan sumber daya yang ada. Selain itu, operasi modifikasi cuaca (OMC) yang dibiayai dengan anggaran daerah juga menjadi langkah inovatif untuk mengurangi intensitas hujan di Jakarta, guna mencegah genangan dan banjir yang lebih luas.
Lalu bagaimana kesiapsiagaan hadapi ancaman bencana banjir Jakarta yang kini masih mengintai. Berikut Wawancara Khusus dengan Kepala BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji di gedung BPBD DKI Jakarta belum lama ini.
Banjir besar kembali mengepung Jakarta, bagaimana Anda melihat banjir saat ini dan penyebabnya?

Saya mau memaparkan kondisi terkini di Jakarta, bahwa BPBD, saya dibantu oleh para kepala bidang meng-update perkembangan berapa RT yang tergenang di Jakarta. Biasanya kami share ya di grup media, ada berapa RT, ada berapa ruas jalan, dan memang data itu fluktuatif.
Jadi setelah siaga 1 dan siaga 2 di Hulu, di Katulampa, kita juga harus semua waspada terhadap cuaca ekstrem yang ada di atas Jakarta. Jadi kalau di hulunya sudah intensitasnya tinggi, sementara Jakarta juga hujan, otomatis banyak sekali RT-RT yang terkena dampak.
Sekarang sudah lebih dari 25 kelurahan yang terdapat genangan banjir akibat luapan kali dan sungai. Kita mencatat di Jakarta saat ini yang tinggi itu adalah Ciliwung, termasuk juga Kali Pesanggrahan.
Kalau Kali Pesanggrahan wilayah yang terdampak kawasan Bintaro, Rawabuaya, Kembangan, Kelu Jambi, Kedoya. Kalau untuk daerah Ciliwung kita tahu seperti Pejaten Timur, Cilandak Timur, Jatinegara Kaum, Rawa Jati, Pengadegan, Kebon Baru, termasuk Kebon Pala.
Harusnya sekitar bantaran sungai harus clear sekitar di atas 6 meter. Tapi realitas yang kita lihat, saya pernah jadi Wakil Wali Kota Jakarta Selatan, saya pernah jadi Kepala Bidang LH sampah, banyak kali di Jakarta itu karena dinamika kota mengalami penyempitan dan pendangkalan. Zaman dulu bisa lebar 3 meter, 4 meter, sekarang 3,5 meter. Seperti Kali Krukut, Kali Mampang, dan seterusnya. Tapi banyak sekali sedimen-sedimen yang harus dibersihkan.
Pak Wagub menegaskan, ada program Kawal Jakarta yang harus terus melakukan pengerukan kali/sungai dan waduk/danau sepanjang tahun, bukan hanya saat menghadapi musim penghujan saja. BPBD sebenarnya perannya lebih kepada mitigasi bencana ya. Kabag saya, sosialisasi kami mengadakan baik di lapangan maupun di posko. Kami dukung sarana-prasarana. Pak Kabag dialog, saya dukungan logistik, seperti itu. Jadi semuanya harus terkolaborasi dengan baik.
SDA melakukan sodetan-sodetan, rumah-rumah, membuat penempatan pompa-pompa stasioner. Pertamanan hutan kota membuka ruang-ruang terbuka hijau, dan lain-lain. Artinya memang semua harus dilakukan secara komprehensif.
Salah satu proyek perubahan saya itu diakronimkan Bang Rata, Gagah, dan Tajir. Bang Rata itu membangun kolaborasi dengan pihak swasta untuk mencegah dan mengurangi Jakarta banjir.
Mungkin sudah saatnya, Pemprov DKI Jakarta tidak hanya mengandalkan APBD. Saran saya, kita bisa mengandalkan pihak swasta ikut menata bantaran-bantaran kali/sungai. Saya kenal dengan CEO Jababeka, mereka punya tanah sekian ratus hektare di Cikarang, mereka membangun rusun di sana.
Kenapa penghuni bantaran kali/sungai yang saat ini dapat program ganti untung dari Dinas SDA tidak dikolaborasikan untuk pindah ke Cikarang? Karena mereka punya uang ya, mungkin difasilitasi Bank DKI untuk dapat kredit kepemilikan rumah. Nah, pihak Jababeka akan mengadopsi warga itu, mereka akan menerima pelatihan skill di sana, kerja di rumah sakit, restoran, kawasan industri Jababeka, sampai mereka siap membantu Jakarta dalam menata bantaran kali/sungai yang sudah dibebaskan oleh Pemprov Jakarta.
Itu salah satu proyek inovasi saya kepada Pemprov Jakarta. Mungkin bisa tidak hanya Jababeka, bisa mengajak pengembang-pengembang lain melakukan hal yang sama di kawasan-kawasan bantaran kali/sungai Jakarta. Karena kan Jakarta ke depan akan menjadi kota global.
Apa penyebab banjir kali ini menurut Anda?
Kami melihat kondisi eksisting. Sepanjang para penghuni bantaran kali sungai itu masih bertahan di situ, kita akan selalu mengalami kondisi kebanjiran yang selalu terjadi setiap tahun. Setiap tahun akan terjadi. Kenapa? Normalisasi mungkin belum optimal.
Pembuatan sheet pile, turap-turap belum sempurna dilakukan. Kalau turap itu tujuannya menahan limpahan debit air yang tidak masuk ke pemukiman. Kalau sepanjang turap itu belum terbangun, kawasan itu akan selalu mengalami banjir.
Makanya Pak Wagub pernah menyarankan pindah ke rusun. Karena kalau tidak, ya akan begitu terus. Kita akan mengalami setiap tahun, mengalami warga yang selalu kebanjiran dan ini bukan baru 2, 3 tahun, ini sudah berjalan puluhan tahun.
Bagaimana persiapan BPBD hadapi cuaca yang masih ekstrem sesuai prediksi BMKG?
Kami berkolaborasi dengan orang wilayah. Dengan pihak RT RW, pihak kelurahan, kecamatan. Dibantu PKK, Karang Taruna, relawan-relawan. Artinya kami selalu siap melakukan mitigasi.
Kami mengingatkan saja kepada warga bantaran kali. Biasanya kalau Katulampa itu, kami punya Disaster Early Warning System yang kami tempatkan di sungai-sungai.
Kami selalu mengingatkan warga di lokasi-lokasi rawan banjir itu tadi. Kami sudah melatih mereka, geladi lapang, geladi posko, dan lain-lain. 5-7 jam apabila Katulampa menjadi level siaga 2 dan 1, otomatis terjadi peningkatan debit air. Warga kita minta untuk mengungsi, mengamankan surat-surat berharga, mematikan instalasi listrik yang mungkin bisa menyebabkan korsleting dan berkoordinasi dengan titik-titik pengungsian yang sudah kita siapkan.
Lalu kendala utamanya apa dalam penanganan banjir Jakarta?

Personel. Jadi kalau PLT Kandis Damkar, Pak Satriadi meminta tambahan 11 ribu personel. Sementara Tim Reaksi Cepat BPBD disingkat TRC BPBD hanya 267 orang. Itu merepresentasikan 267 kelurahan.
Bisa bayangkan Jakarta sebesar ini personel BPBD-nya hanya 267, walaupun kami punya 500 (personel) namun background-nya ada yang rescue, ada yang selam, dan lain-lain.
Saya pernah mengajukan (tambahan personel) rapat dengan pimpinan, dengan komisi A DPRD, kalaupun tidak menambah personel berdampak terhadap kebutuhan APBD, mungkin kami bisa menggeser PPSU kelurahan dengan syarat ketentuan berlaku dong, yang masih muda, dan lain-lain.
Mungkin per kelurahan 5 orang, karena sekarang PPSU kan per kelurahan jumlahnya 40 sampai ada 100 per kelurahan. Mungkin kalau kami minta 5 saja, dikali 267, sudah ada hampir 1000 lebih. Jadi kalau misalnya mereka bisa beralih fungsi menjadi tim BPBD, justru bisa memperkuat jajaran BPBD dalam penanganan mitigasi bencana. Kamu tidak hanya turun saat banjir, namun juga gempa, longsor, dan kebakaran.
Lalu usulan penambahan personel dalam rapat tersebut hasilnya bagaimana?
Kita sudah usulkan, ke Pak Gubernur dan Pak Wagub yang baru, jadi harapannya bisa menjadi perhatian beliau.
Terkait efisiensi anggaran, dampaknya ke BPBD bagaimana?

Secara umum otomatis sudah terdampak ya, karena sudah jadi kebijakan pemerintah pusat dan daerah, ya makanya nanti kami akan rapat-rapat anggaran juga dengan DPR.
Di BPBD ini anggarannya nomor 2 terkecil di Jakarta dibandingkan dinas lain yang mungkin sampai sekian triliun, kami hanya dikisaran Rp200 Miliar namun dengan efisiensi anggaran kami Rp100 Miliar. Bahkan, dulu anggarannya cuma Rp40 M. Jadi kejadian ini bisa menjadikan trigger ya, bahwa bencana itu kan sesuatu yang harus diantisipasi.
Saya berterima kasih juga kepada Pak Gubernur, Pak Wagub, dan BPBD yang berhasil melakukan operasi modifikasi cuaca (OMC) pertama di Indonesia dengan anggaran sendiri.
Kami juga akan membahas OMC lagi karena BMKG memprediksi adanya potensi cuaca ekstrem Kami akan melaksanakan OMC. Semoga kita bisa mengantisipasi cuaca ekstrem yang kemungkinan besar terjadi di Jakarta.
Bagaimana pengaruh anggaran terhadap peralatan dan personel?
Kami selalu melakukan analisis kebutuhan sebelum mengalokasikan anggaran. Saat ini, BPBD fokus membantu kelurahan-kelurahan yang rawan banjir dengan menyediakan tenda, perahu karet, terpal, dan alat keselamatan lainnya. Namun, lebih dari 230 kelurahan lain juga meminta bantuan peralatan. Kami harus membuat skala prioritas berdasarkan jenis bencana yang sering terjadi di masing-masing wilayah.
Misalnya, di daerah rawan kebakaran, kami lebih fokus pada pelatihan pemadaman kebakaran daripada penyediaan perahu karet. Sementara itu, di daerah rawan longsor, kami mengadakan sosialisasi antisipasi longsor di bantaran sungai. Dengan demikian, setiap wilayah mendapatkan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan spesifiknya.
Terkait anggaran OMC pekan ini apakah nanti masih ditanggung di BPBD?
Oh, sudah masuk ke BPBD lagi.
Setiap kali OMC dilaksanakan, anggarannya berapa?

Anggaran itu tidak ditentukan secara tetap, melainkan berdasarkan waktu pelaksanaan. Contohnya, pada OMC sebelumnya, kami menganggarkan Rp1,1 miliar untuk operasi dari pukul 01.00 sampai 01.30. Kemudian, tahap kedua membutuhkan Rp1,9 miliar untuk durasi delapan hari. Jadi, total untuk dua tahap kemarin mencapai Rp3 miliar. Semua tergantung kebutuhan dan hasil analisa cuaca dari BMKG.
Untuk minggu ini, anggarannya berapa?
Anggaran akan ditentukan setelah hasil analisa cuaca dari BMKG keluar. BMKG yang menentukan durasi operasi, bukan kita.
Apakah OMC hanya untuk Jakarta?
BNPB juga melakukan OMC, tetapi mereka lebih mengcover wilayah Jabodetabek seperti Bekasi, Tangerang, dan Bogor.
Sementara itu, kami menggunakan anggaran sendiri untuk fokus di Jakarta. Namun, OMC Jakarta bisa berdampak ke wilayah sekitar. Jika curah hujan di Jakarta bisa dikendalikan, maka daerah sekitarnya juga bisa terpengaruh secara positif.
Apakah ada arahan khusus dari Pak Gubernur terkait kondisi ini?
Arahan utama tetap pada penanganan pengungsi maka posko-posko pengungsian tetap diaktifkan, termasuk ketersediaan logistik. Ini penting terutama di bulan Ramadan, agar masyarakat tidak kesulitan dalam menjalankan ibadah puasa.
Bagaimana dengan kebutuhan logistik?

Logistik didukung oleh berbagai pihak, termasuk BNPB, Kementerian Sosial, dan lembaga-lembaga kemanusiaan seperti Baznas dan PMI. BPBD juga turut menyediakan kebutuhan dasar bagi para pengungsi.
Saat ini, pemerintah sedang membentuk tim kolaborasi antara BNPB dan BPBD untuk memperkuat mitigasi bencana di Jakarta. Kami sedang mendata kebutuhan yang bisa disupport oleh BNPB, seperti perlengkapan pengungsi, perahu karet, tenda, dan peralatan lainnya.
Apa kendala utama yang dihadapi di lapangan?
Kebutuhan utama warga saat ini adalah makanan untuk sahur dan berbuka puasa. Beberapa wilayah terdampak banjir kesulitan mendapatkan makanan saat sahur dan buka. Oleh karena itu, kami berkoordinasi dengan lurah, camat, dan Dinas Sosial untuk mengoptimalkan distribusi makanan di wilayah terdampak. Selain dari pemerintah, kami juga membuka kesempatan bagi dermawan dan filantropi yang ingin membantu.
Bagaimana koordinasi dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA) terkait kondisi saat ini?
Kami terus berkoordinasi dengan BMKG untuk memantau cuaca di Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, kami juga berkoordinasi dengan Dinas Sumber Daya Air. Kami memiliki layanan Jakarta Siaga 112 yang beroperasi 24 jam.
Apakah layanan ini sudah maksimal untuk membantu masyarakat?
Maksimal. Karena layanan ini tidak hanya menangani kebencanaan, tetapi juga berbagai keluhan warga. Misalnya, jika ada genangan air di suatu jalan, operator kami akan langsung menghubungi Sudin SDA Jakarta Selatan untuk mengirimkan mobil penyedot air ke lokasi tersebut.
Jika diperlukan, kami juga bisa menghubungi Dinas Damkar agar mobil pemadam kebakaran membantu penyedotan air.
Selain itu, jika ada warga yang perlu dievakuasi akibat banjir, kami memiliki tim TRC dan forum pengurangan risiko bencana. Relawan-relawan ini bisa segera dikerahkan untuk mempercepat proses evakuasi. Warga juga bisa menghubungi pihak kelurahan, karena kami memiliki PIC BPBD yang bertugas di setiap kelurahan.
Apa program mitigasi bencana yang sedang disiapkan ke depan?
Kami sedang mengembangkan program edukasi mitigasi bencana, termasuk mitigasi gempa bumi. Isu megathrust harus diantisipasi, sehingga kami ingin melatih ketua RT/RW dan warga tentang cara menghadapi gempa. Kami juga memperkenalkan program "Tas Jaga Bencana", yang berisi obat-obatan, senter, dan perlengkapan darurat lainnya.
Tas ini bisa menjadi perlengkapan standar di setiap rumah tangga untuk menghadapi kondisi darurat seperti gempa. Program ini tidak hanya mengandalkan APBD, tetapi juga bisa melibatkan CSR dan pihak swasta. Dengan kolaborasi berbagai pihak, kita bisa memperkuat ketahanan Jakarta dalam menghadapi bencana.
Jadi, BPBD DKI Jakarta sudah siap hadapi ancaman banjir dengan personel dan anggaran yang terbatas?

Kita siap, kita siap. Kemarin, kami dipuji oleh Pak Wagub. Kami juga mendapat apresiasi dari DPRD atas respons cepat BPBD. Personel kami bekerja 24 jam. Pukul 02.00 pagi, pukul 04.00 pagi, mereka sudah berada di titik-titik rawan genangan.
Kami juga memiliki push dial-up dan command center yang memantau pergerakan personel melalui aplikasi SIMBA. Jadi, kami benar-benar mengoptimalkan peran kami.
Ada imbauan untuk masyarakat? Dan apa harapan untuk Pak Gubernur DKI Jakarta Pramono dan Wagub Rano Karno?

Bencana adalah tanggung jawab bersama. Semua pihak, termasuk media, dunia pendidikan, sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat, harus saling bahu-membahu.
Harapan saya, di bawah kepemimpinan Pak Gubernur dan Pak Wagub yang baru, kapasitas serta kapabilitas BPBD bisa lebih ditingkatkan, baik dalam hal peralatan maupun jumlah personel.
Kami juga punya pusat literasi dan pusat kebencanaan yang pengunjung sudah 8 ribuan dalam mengedukasi warga tentang kebencanaan, kami harap personel dan sarana prasarananya tersedia untuk menyambut Jakarta sebagai kota Kota Global sehingga bisa memitigasi kotanya.