700 Lebih Pemegang Paspor Asing Tinggalkan Gaza Melalui Rafah

Jakarta, IDN Times - Otoritas perbatasan Gaza, pada Selasa (7/11/2023), menerbitkan daftar lebih dari 700 orang asing yang akan diizinkan meninggalkan Jalur Gaza melalui Rafah menuju Mesir setelah perbatasan dibuka kembali.
Ratusan pemegang paspor asing tersebut termasuk warga negara Palestina berkewarganegaraan ganda.
Sebelumnya, Rafah ditutup pada Sabtu dan Minggu, setelah serangan Israel terhadap ambulans yang membawa pasien ke tempat penyeberangan. Namun, dibuka kembali pada Senin meski jumlah orang yang melewatinya terbatas, dikutip dari Al Jazeera.
1. Sekitar 7 ribu warga asing terjebak di Gaza
Berdasarkan daftar yang dirilis pada Selasa, mereka yang melewati Rafah terdiri dari sekitar 600 orang asing dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, dan Prancis. Daftar lainnya berisi 103 warga Mesir yang diizinkan untuk dievakuasi.
Dari mereka yang menyeberang, hanya empat warga Palestina yang terluka dan akan menerima perawatan di Mesir. Proses evakuasi telah dimulai sejak 1 November, berdasarkan perjanjian yang ditengahi secara internasional.
Mereka dievakuasi termasuk di antara 7 ribu pemegang paspor asing yang terjebak ketika Israel memberlakukan blokade total dan mulai membombardir Gaza, sebagai respons atas serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan.
Otoritas perbatasan melaporkan, sekitar 2.200 orang telah disetujui sejauh ini. Seorang penjaga Mesir di penyeberangan mengatakan, 166 warga negara asing memasuki Mesir pada Senin, dilansir The National.
2. Berbagai negara telah mengevakuasi warganya dari Gaza

Departemen Luar Negeri AS melaporkan, pihaknya telah membantu lebih dari 400 warga negaranya, penduduk tetap yang sah, dan orang-orang lain yang memenuhi syarat untuk meninggalkan Gaza.
Sekelompok warga Kanada dan tanggungan mereka juga meninggalkan Gaza pada Selasa.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan, lebih dari 100 warga negaranya dan tanggungan mereka telah dievakuasi dari Jalur Gaza.
Sementara itu, menurut sumber keamaan Mesir, 100 warganya telah melewati Rafah.
Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Yordania mengatakan, 262 warganya telah dievakuasi dari 569 warga yang terjebak di Gaza.
Dokter dan ahli bedah ortopedi asal Gaza, Mohammad Abu Namous, mengantarkan keluarganya yang memegang kewarganegaraan Moldova untuk meninggalkan Jalur Gaza melalui perbatasan Rafah.
Namous mengatakan, dia memindahkan keluarganya dari kamp Jabalia di Gaza utara, ketika Israel mulai menyerang al-Zahra dan kemudian kamp-Nusairat di Gaza tengah. Dia sulit menemukan tempat yang aman bagi keluarganya.
Sementara keluarganya dievakuasi, dia tetap tinggal untuk merawat ribuan orang yang terluka akibat aksi keji Israel.
"Seluruh Jalur Gaza tidak aman. Itu sebabnya yang terbaik adalah saya mengeluarkan mereka sehingga saya bisa fokus pada pekerjaan saya merawat pasien," ungkapnya, dikutip dari Reuters.
3. PBB serukan gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan
Aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza telah dimulai pada 21 Oktober. Namun, hal itu masih jauh dari harapan PBB.
Mesir telah menggelar pertemuan dengan direktur CIA William Burns di Kairo, untuk menyerukan gencatan senjata dan meningkatkan pengiriman bantuan.
Para pejabat kesehatan di Gaza melaporkan, serangan Israel telah membunuh lebih dari 10 ribu warga Palestina, sekitar 40 persen diantaranya adalah anak-anak.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, memperingatkan bahwa Gaza telah menjadi 'kuburan bagi anak-anak'. Dia juga menyerukan gencatan senjata dan perluasan bantuan kemanusiaan secara signifikan.