AS Akan Desak Israel Tambah Akses Aliran Bantuan di Gaza

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, mengatakan bahwa ia akan berdiskusi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkait upaya meningkatkan aliran bantuan ke Gaza.
Menurutnya, meskipun ada beberapa peningkatan dalam situasi bantuan kemanusiaan di wilayah padat penduduk tersebut, namun masih banyak yang perlu dilakukan untuk memastikan bantuan menjangkau masyarakat secara berkelanjutan.
“Saya akan pergi ke Israel besok dan berdiskusi dengan pemerintah Israel tentang hal-hal yang masih perlu dilakukan untuk memastikan bahwa masyarakat mendapatkan apa yang mereka butuhkan,” katanya kepada wartawan pada Selasa (30/4/2024), di gudang Organisasi Amal Jordan Hashemite, tempat bantuan dari badan amal yang berbasis di AS dikumpulkan.
“Dan saya akan melakukan hal itu besok secara langsung dengan Perdana Menteri Netanyahu dan anggota pemerintah Israel lainnya."
Diplomat AS tersebut memulai lawatannya ke Timur Tengah pekan ini. Ia dijadwalkan berkunjung ke Israel pada Rabu (1/5/2024), setelah sebelumnya mengunjungi Arab Saudi dan Yordania.
1. Bantuan pertama dari Yordania ke penyeberangan Erez berangkat pada Selasa
Dilansir Reuters, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, pada Selasa mengungkapkan ada kemajuan bertahap dalam upaya mencegah kelaparan di Gaza utara. Namun, ia tetap mendesak Israel untuk berbuat lebih banyak.
Blinken mengatakan, pengiriman bantuan pertama langsung dari Yordania ke penyeberangan Erez, yang baru dibuka di Gaza utara, akan berangkat pada Selasa. Barang-barang juga tiba di pelabuhan Ashdod, dan koridor maritim baru akan siap dalam waktu sekitar sepekan.
“Tetapi masih banyak yang harus dilakukan. Kita masih harus memiliki mekanisme dekonfliksi yang efektif dan berhasil – ini masih dalam proses,” kata Blinken.
Ia menambahkan, harus ada daftar yang jelas terkait barang-barang yang dibutuhkan di Gaza untuk menghindari penolakan saat proses pemeriksaan bantuan.
2. Netanyahu bersikeras invasi Rafah harus tetap dilakukan
Presiden AS Joe Biden sebelumnya telah mengeluarkan peringatan keras kepada Netanyahu, dengan mengatakan bahwa kebijakan Washington dapat berubah jika Israel gagal mengambil langkah-langkah untuk mengatasi kerugian sipil, penderitaan kemanusiaan, dan keselamatan pekerja bantuan.
Namun, Perdana Menteri Israel pada Selasa berjanji untuk melanjutkan operasi militer di kota Rafah di Gaza selatan, terlepas dari apakah kesepakatan gencatan senjata tercapai atau tidak. Rencana ini telah memicu khawatiran internasional atas nasib lebih dari 1 juta warga Palestina yang berlindung di sana.
Blinken mengatakan bahwa Washington telah memperjelas pandangannya mengenai invasi Rafah, mengacu pada peringatan bahwa operasi tidak boleh dilakukan tanpa rencana yang kredibel untuk menghindari kerugian sipil. Departemen Luar Negeri AS kemudian mengatakan bahwa pihaknya masih belum melihat adanya rencana seperti itu dari Israel.
3. Invasi Rafah akan timbulkan lebih banyak trauma dan kematian
Dalam sebuah pernyataan pada Rabu, kepala bantuan kemanusiaan PBB Martin Griffiths memperingatkan bahwa operasi darat di Rafah akan segera terjadi, meskipun dunia telah mendesak pemerintah Israel untuk membatalkan rencana tersebut.
Ia mengatakan bahwa rencana Israel untuk mengirimkan pasukan ke tempat perlindungan sipil terakhir di Jalur Gaza akan menyebabkan lebih banyak trauma dan kematian.
“Kita sedang berlomba untuk mencegah kelaparan dan kematian, dan kita kalah. Bagi lembaga-lembaga yang berjuang untuk memberikan bantuan kemanusiaan meskipun terjadi permusuhan aktif, jalan-jalan yang tidak dapat dilalui, persenjataan yang tidak meledak, kekurangan bahan bakar, penundaan di pos-pos pemeriksaan, dan pembatasan yang dilakukan Israel, invasi darat akan memberikan pukulan yang membawa bencana,” katanya.
“Kebenaran yang paling sederhana adalah bahwa operasi darat di Rafah akan menjadi sebuah tragedi yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Tidak ada rencana kemanusiaan yang bisa melawan hal itu.”