AS Ingatkan Dunia untuk Tidak Tinggal Diam soal Kondisi HAM di Korut

Jakarta, IDN Times - Diplomat senior Amerika Serikat (AS) meminta masyarakat internasional agar tidak tinggal diam dengan pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara.
Uzra Zeya, Wakil Menteri Luar Negeri untuk Keamanan Sipil, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, menyampaikan seruan tersebut pada acara pemutaran film dokumenter "Beyond Utopia" di Departemen Luar Negeri AS di Washington.
Film garapan Madeleine Gavin itu menyoroti perjalanan berbahaya yang dilakukan oleh para pembelot Korea Utara dalam upaya melarikan diri dari negara itu.
"Kami di AS tidak bisa berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa. Kami harus bertindak untuk memperbaiki kehidupan warga Korea Utara karena mereka berhak mendapatkan yang lebih baik," kata Zeya pada Jumat (19/1/2024), dikutip Yonhap.
“Masyarakat internasional tidak boleh tinggal diam mengenai pelanggaran ini. Kami akan terus meningkatkan kesadaran mengenai masalah ini dan mendesak akuntabilitas bagi mereka yang bertanggung jawab," tambahnya.
1. AS minta Korut hormati hak asasi warganya
Pejabat tersebut juga mengingatkan, tahun ini menandai 10 tahun sejak laporan penting Komisi Penyelidikan PBB mengungkap pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh rezim Korea Utara.
“(Laporan tersebut) menemukan bahwa ada alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan dan masih berlangsung. Pada dekade berikutnya, situasi hak asasi manusia di DPRK semakin memburuk," katanya, dengan menyebut nama resmi Korea Utara, DPRK (Republik Rakyat Demokratik Korea).
Zeya juga menekankan perlunya upaya terus menerus untuk mendesak Pyongyang menghormati hak asasi manusia.
“Kami di AS terus menyerukan (pemimpin Korea Utara) Kim Jong-un dan rezim DPRK untuk menghormati hak asasi untuk memberikan kebebasan bergerak, berekspresi, berkumpul secara damai, berserikat, dan beragama dan berkeyakinan,” ujarnya.
2. AS ajak Korea Utara duduk di meja perundingan
Wakil menteri tersebut juga menyinggung mengenai penerbitan buku putih hak asasi Korea Utara pada Desember, yang menuduh negara-negara Barat melanggar hak asasi manusia dan mengabaikan kritik terhadap kondisi buruk.
“Kami menyerukan DPRK untuk datang ke meja perundingan di mana kami siap untuk membuka pembicaraan tentang hak asasi manusia dan kebebasan mendasar. Kami siap untuk berbicara tentang catatan hak asasi manusia kami sendiri,” katanya.
Adapun acara pemutaran film itu dipimpin oleh Duta Besar Julie Turner, utusan khusus AS untuk hak asasi manusia Korea Utara. Dia menyatakan harapannya agar film tersebut dapat menggalang lebih banyak dukungan bagi pengungsi Korea Utara.
“Film ini berhasil menangkap perjalanan sulit yang harus dilakukan para pengungsi Korea Utara untuk mendapatkan kebebasan yang sama seperti yang Anda dan saya miliki setiap hari. Kami berharap dapat memberikan energi baru pada pembicaraan yang berfokus pada hak asasi manusia Korea Utara," kata Turner.
3. Korut klaim telah menguji sistem senjata nuklir bawah air
Sementara itu, Korea Utara pada Jumat mengatakan bahwa pihaknya telah menguji sistem senjata nuklir bawah air sebagai tanggapan terhadap latihan maritim gabungan terbaru yang dilakukan Korea Selatan, AS dan Jepang.
Menurut laporan kantor berita KCNA, Kementerian Pertahanan Korea Utara mengatakan negaranya melakukan uji coba Haeil-5-23 di Laut Timur. Namun, mereka tidak mengungkapkan rinciannya, termasuk spesifikasi senjata dan tanggal pengujiannya.
“Postur perlawanan berbasis nuklir bawah air yang dimiliki tentara kita semakin disempurnakan, dan berbagai tindakan responsif maritim dan bawah air akan terus menghalangi manuver militer angkatan laut AS dan sekutunya,” kata juru bicara kementerian pertahanan Korea Utara, dikutip dari KCNA.
Pejabat itu mengecam ketiga negara karena secara serius mengancam keamanan Korea Utara, dan dengan tegas memperingatkan konsekuensi atas tindakan mereka.
Korea Selatan, AS, dan Jepang bersama-sama melakukan latihan angkatan laut yang melibatkan kapal induk bertenaga nuklir USS Carl Vinson pekan lama, menyusul peluncuran rudal hipersonik terbaru Korea Utara. Adapun Pyongyang telah lama mengecam latihan militer gabungan antara Seoul dan Washington, dengan menyebutnya sebagai latihan invasi.