Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

AS Jatuhkan Sanksi ke Jaringan Penipu Online Myanmar dan Kamboja

ilsutrasi bendera Kamboja. (unsplash.com/Daniel Bernard)
ilsutrasi bendera Kamboja. (unsplash.com/Daniel Bernard)
Intinya sih...
  • Ratusan ribu orang dipaksa menjadi penipu online
  • Sindikat ini menggunakan modus pig-butchering untuk menjerat korban
  • Para pekerja diiming-imingi tawaran palsu dan dipaksa bekerja sebagai penipu daring
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Amerika Serikat (AS), pada Senin (8/9/2025), telah menjatuhkan sanksi terhadap jaringan penipuan siber besar yang beroperasi di Myanmar dan Kamboja. Sanksi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) AS ini menargetkan total 19 individu dan perusahaan, yang terdiri dari sembilan di Myanmar dan sepuluh lainnya di Kamboja.

Menurut Kemenkeu AS, sindikat ini telah merugikan warga Amerika hingga 10 miliar dolar AS (sekitar Rp164,7 triliun) pada 2024, meningkat 66 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sanksi ini memblokir properti dan aset milik entitas tersebut di AS dan melarang warga AS melakukan transaksi dengan mereka.

"Industri penipuan siber di Asia Tenggara tidak hanya mengancam kesejahteraan dan keamanan finansial warga Amerika, tetapi juga menjadikan ribuan orang sasaran perbudakan modern," kata Wakil Menteri Keuangan AS, John K. Hurley, dikutip dari website Kemenkeu AS.

1. Ratusan ribu orang dipaksa menjadi penipu online

Sindikat ini umumnya menggunakan modus yang dikenal sebagai pig-butchering untuk menjerat para korbannya. Para penipu membangun hubungan dan kepercayaan secara virtual sebelum membujuk target untuk mentransfer uang ke platform investasi palsu, terutama dalam bentuk mata uang kripto.

Ironisnya, banyak pekerja yang menjalankan penipuan ini adalah korban perdagangan manusia. Mereka diiming-imingi tawaran pekerjaan palsu dari luar negeri, tapi setibanya di lokasi, mereka justru ditahan dan dipaksa bekerja sebagai penipu daring.

Para pekerja dipaksa beroperasi di bawah kondisi yang tidak manusiawi, seperti jeratan utang, kekerasan fisik jika gagal mencapai target, hingga ancaman perdagangan seks. Para operator kejahatan ini juga sengaja merekrut orang yang bisa berbahasa Inggris untuk menargetkan korban dari AS

Skala perdagangan manusia untuk industri ini sangat mengkhawatirkan. Diperkirakan sekitar 150 ribu korban terjebak di Kamboja, sementara 100 ribu lainnya diperbudak di berbagai pusat penipuan di Myanmar, dilansir Al Jazeera.

2. Sindikat Myanmar dilindungi milisi KNA

Salah satu pusat operasi terbesar berada di kota Shwe Kokko, Myanmar, yang terletak di sepanjang perbatasan dengan Thailand. Dalam beberapa tahun, kawasan ini telah berubah dari sebuah desa kecil menjadi kota yang dibangun khusus untuk perjudian, perdagangan narkoba, dan penipuan siber global.

Operasi ilegal di Shwe Kokko berjalan di bawah perlindungan Karen National Army (KNA), sebuah kelompok milisi etnis di Myanmar. KNA dan para pemimpinnya diketahui mendapat keuntungan besar dari kejahatan lintas negara. AS telah lebih dulu menjatuhkan sanksi kepada KNA dan pemimpinnya, Saw Chit Thu, pada Mei lalu.

Di dalam Shwe Kokko, terdapat kompleks terkenal bernama Yatai New City yang dibangun oleh She Zhijiang, salah satu individu yang kini dijatuhi sanksi. She Zhijiang sendiri telah ditangkap di Thailand pada tahun 2022 berdasarkan surat perintah penangkapan dari Interpol yang diajukan oleh China.

Sanksi AS juga menargetkan orang kepercayaan KNA seperti Tin Win dan Saw Min Min Oo. Mereka berperan dalam penyediaan infrastruktur, termasuk mengelola perusahaan pemasok listrik untuk memastikan pusat-pusat penipuan dapat terus beroperasi tanpa gangguan.

3. Individu di Kamboja yang dikenai sanksi

Di Kamboja, jaringan penipuan ini mengubah sejumlah hotel, blok perkantoran, dan kasino menjadi markas operasi mereka, terutama di kota Sihanoukville. Kompleks bangunan ini tidak hanya menjadi tempat kerja paksa tetapi juga berfungsi sebagai fasilitas pencucian uang dari hasil kejahatan.

Sanksi menargetkan beberapa tokoh di Kamboja, termasuk Dong Lecheng dan Xu Aimin, yang merupakan investor di balik properti-properti tersebut. Keduanya diketahui memiliki rekam jejak kriminal di China terkait kasus perjudian ilegal dan pencucian uang bernilai miliaran dolar.

Jaringan ini juga melibatkan Chen Al Len dan Su Liangsheng, yang terhubung dengan kompleks kasino lainnya di Bavet serta proyek pengembangan pusat penipuan di Provinsi Pursat. Organisasi hak asasi manusia Amnesty International menuduh Kamboja sengaja mengabaikan pelanggaran HAM yang dilakukan sindikat tersebut.

"Kementerian Keuangan akan mengerahkan seluruh perangkatnya untuk memerangi kejahatan keuangan yang terorganisir dan melindungi warga Amerika dari kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh penipuan ini," lanjut pernyataan dari Kemenkeu AS, dilansir Strait Times.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us

Latest in News

See More

Negara Eropa Mulai Akui Palestina, Israel Ketar-ketir

09 Sep 2025, 21:09 WIBNews