Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bersitegang, Aljazair Panggil Kembali Dubesnya dari Prancis

Bendera Aljazair. (Pixabay.com/belkacemyabadene)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Aljazair pada Sabtu (2/10) waktu setempat memutuskan menarik kembali duta besarnya dari Prancis karena baik Aljazair dengan Prancis saat ini sedang bersitegang akhir-akhir ini. Ini merupakan yang kedua kalinya Aljazair melakukan tindakan tersebut, di mana sebelumnya pernah terjadi pada Mei 2020 lalu.

1. Kepresidenan Aljazair mengatakan pihaknya tidak dapat terima ada yangcampur tangan dalam urusan internalnya

Dilansir dari The Guardian, Aljazair telah memanggil duta besarnya untuk Prancis, Mohamed Antar-Daoud, ketika ketegangan diplomatik antara Aljazair dan Prancis semakin meningkat.

Menurut sebuah televisi pemerintah setempat, pernyataan yang lebih panjang akan menyusul untuk menjelaskan langkah tersebut.

Sebelumnya, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan Aljazair memiliki sejarah resmi yang telah benar-benar ditulis ulang.

Dia mengatakan sejarah ini tidak didasarkan pada kebenaran tetapi pada wacana kebencian terhadap Prancis.

Macron juga mempertanyakan apakah Aljazair merupakan negara yang dijajah Prancis sebelumnya.

Selain itu, Macron juga berbicara mengenai situasi politik Aljazair saat ini. Bahkan, Macron menilai Presiden Aljazair, Abdelmajid Tebboune, telah terjebak dalam sistem yang sangat sulit.

Pernyataan Macron juga merujuk pada gerakan pro-demokrasi yang memaksa Presiden Aljazair sebelumnya, Tebboune Abdelaziz Bouteflika, dari kekuasaan pada tahun 2019 lalu setelah dua dekade memimpin.

Kepresidenan Aljazair mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mengikuti pernyataan yang tidak dapat disangkal, yang oleh beberapa sumber Prancis dikaitkan dengan Macron, Aljazair menyatakan penolakan kategorisnya terhadap campur tangan yang tidak dapat diterima dalam urusan internalnya.

2. Prancis mengurangi jumlah visa yang diberikan kepada warga negara darinegara-negara Afrika Utara

Keputusan itu juga didasari di tengah ketegangan atas keputusan Prancis mengurangi jumlah visa yang diberikannya kepada warga negara Aljazair, Maroko, dan Tunisia.

Prancis mengatakan keputusan tersebut telah dibuat diperlukan oleh kegagalan bekas koloni untuk melakukan cukup banyak untuk memungkinkan migran ilegal kembali.

Kementerian Luar Negeri Aljazair memanggil Duta Besar Prancis, Francois Gouyette, pada Rabu (29/9) lalu serta menyerahkan catatan protes secara resmi tentang keputusan pengurangan visa oleh Prancis.

Tindakan pengurangan visa dinilai sebagai tindakan yang tidak menguntungkan yang menyebabkan kebingungan serta ambiguitas mengenai motivasi dan ruang lingkupnya.

Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita, telah menggambarkan langkah Prancis sebagai tidak dapat dibenarkan.

Presiden Tunisia, Kais Saied, menyatakan kekecewaannya dengan keputusan itu dalam panggilan telepon dengan Macron serta menambahkan pemimpin Prancis itu mengatakan keputusan tersebut bisa direvisi.

3. Alasan dilakukan pengurangan visa karena negara-negara tersebut menolakmemberikan dokumen konsuler bagi warga yang dideportasi

Ilustrasi paspor dan visa. (Pixabay.com/jackmac34)

Juru bicara pemerintah Prancis, Gabriel Attal, mengatakan bahwa Prancis memutuskan untuk mengambil tindakan itu karena Aljazair, Maroko, dan Tunisia baru-baru ini menolak memberikan dokumen konsuler bagi warganya yang dideportasi dari Prancis setelah tiba secara ilegal.

Pembatasan perjalanan di situasi pandemi COVID-19 juga memperumit upaya pengembalian tersebut.

Seorang pejabat senior di Kepresidenan Prancis mengatakan Prancis terutama ingin negara-negara Afrika Utara itu menerima kembali orang-orang yang telah ditandai masuk golongan ekstremisme serta menyatakan harapan bahwa solusi dapat segera ditemukan.

Attal mengatakan Prancis telah berusaha mencapai solusi diplomatik sejak mengesahkan undang-undang mengenai imigrasi yang lebih ketat pada tahun 2018 lalu.

Antara Januari 2021 hingga Juli 2021 lalu, otoritas kehakiman Prancis memerintahkan sebanyak 7.731 warga Aljazair meninggalkan wilayah Prancis karena mereka tidak memiliki izin tetapi hanya 22 orang yang pergi karena banyak tidak memiliki dokumen yang diperlukan dari Aljazair.

Calon Presiden Prancis dari sayap kanan, Marine Le Pen, memberikan dukungan yang memenuhi syarat untuk pengurangan visa tetapi menyarankan agar pemerintah Macron menunggu terlalu lama sebelum bertindak.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us