Peraih Nobel Maria Ressa Dibebaskan dari Tuduhan Penggelapan Pajak

Ini menjadi kemenangan bagi jurnalisme di Filipina

Jakarta, IDN Times - Jurnalis asal Filipina yang juga peraih Nobel, Maria Ressa, akhirnya dibebaskan dari tuduhan penggelapan pajak dalam putusan pengadulan pada Rabu (18/1/2023) waktu setempat. Kasus tersebut digambarkan sebagai bagian dari pola pelecehan terhadapnya dan dunia jurnalisme.

Meski bebas dari tuduhan penggelapan pajak, jurnalis terkemuka Filipina itu masih harus menghadapi tiga kasus lainnya. Salah satunya tuduhan pencemaran nama baikyang kini dalam  proses banding. 

Ressa merupakan salah satu pendiri media Rappler yang selama ini terus mengawasi dan kritis terhadap pemerintahan Presiden Filipina saat itu, Rodrigo Duterte. Terutama, dalam "perang mematikan" Duterte terhadap narkoba.

Baca Juga: Konferensi Media East West Center 2022 Tampilkan Maria Ressa

1. Usai putusan tersebut, Ressa mengatakan tuduhan tersebut memiliki motif politik 

Berbicara usai putusan tersebut, Ressa mengatakan tuduhan yang dialamatkan kepadanya serta medianya, Rappler, telah menyalahgunakan kekuasaan, bermotivasi politik, dan dirancang untuk menghentikan jurnalis melakukan perjalanan mereka.

"Kasus-kasus ini adalah di mana pasar modal, supremasi hukum, dan di mana kebebasan pers bertemu sehingga pembebasan ini bukan hanya untuk Rapper, tetapi untuk setiap orang Filipina yang pernah dituduh secara tidak adil. Hari ini, fakta menang, kebenaran menang, keadilan menang," ungkap pernyataan yang disampaikan Ressa yang dikutip dari The Guardian.

Pihak media Rappler yang juga menyambut baik keputusan pengadilan tersebut sebagai "kemenangan fakta atas politik".

"Kami berterima kasih kepada pengadilan atas keputusan yang adil ini dan untuk mengakui bahwa tuduhan penipuan, palsu, dan lemah yang dibuat oleh Biro Pendapatan Internal sebenarnya tidak memiliki dasar. Keputusan yang merugikan akan berdampak luas pada pers dan pasar modal," ungkap pernyataan dari media Rappler dilansir The Guardian.

Baca Juga: Fakta-Fakta Rappler dan Maria Ressa, Sempat Punya Biro di Indonesia

2. Awal mula kasus tersebut yang dituduhkan kepada Ressa  

Kasus penggelapan pajak itu bermula dari tuduhan badan pendapatan negara Filipina, Securities and Exchange Comission, pada 2015 lalu. Rappler dianggap melanggar ketentuan konstitusional yang melarang kepemilikan dan kontrol asing atas perusahaan media di Filipina.

Media itu dituding telah menggelapkan pajak dari dari dana investor asing, di antaranya Omidyar Network dan North Base Media. Itu kemudian menjadi dasar regulator sekuritas untuk mencabut lisensinya.

Pengadilan pajak mengatakan dalam putusannya bahwa mereka membebaskan Ressa dan Rappler karena kegagalan penuntut untuk membuktikan kesalahan Rappler tanpa keraguan. Pengadilan memutuskan bahwa surat-surat keuangan yang digunakan untuk membayarkan dana itu tidak kena pajak. Departemen Kehakiman Filipina mengatakan telah menghormati keputusan pengadilan.

Ressa berada dalam jaminan saat dia mengajukan banding atas hukuman penjara 6 tahun yang dijatuhkan pada 2020 lalu karena tuduhan lain, yakni pencemaran nama baik. Selama ini, dia telah melawan serangkaian tuduhan hukum pemerintah sejak 2018 lalu.

Dia menggambarkan hal itu sebagai bagian dari pola pelecehan. Penderitaanya telah memicu kekhawatiran internasional mengenai pelecehan terhadap media di Filipina, yang digambarkan sebagai salah satu tempat paling berbahaya di Asia bagi jurnalis.

Peneliti senior di Human Rights Watch, Carlos Conde, dalam sebuah pernyataan mengatakan ini merupakan tantangan bagi pemerintahan Presiden Filipina saat ini, Ferdinan Jr "Bongbong" Marcos. Dia harus memastikan bahwa semua wartawan melakukan pekerjaan mereka tanpa adanya rasa takut.

Baca Juga: Maria Ressa Sebut Teknologi AS Sumber 'Lumpur Beracun' di Medsos

3. Saat menerima hadiah Nobel di Norwegia, Ressa saat itu masih berjuang mengajukan banding  

Pada Desember 2021 lalu, Ressa berhasil dinobatkan sebagai peraih Nobel Perdamaian bersama jurnalis asal Rusia, Dmitry Muratov. Keberhasilan Ressa saat itu bersamaan dengan upayanya berkutat dalam pengajuan banding.

Dia akhirnya diberikan izin untuk terbang langsung ke Norwegia dalam menerima hadiah Nobel tersebut dengan status tidak berisiko melarikan diri. Tak hanya itu, media Rappler juga mendapatkan pujian karena mendokumentasikan bagaimana media sosial digunakan untuk menyebarkan berita palsu, melecehkan lawan, dan memanipulasi wacana publik.

Dalam pidatonya saat itu, Ressa menyerukan mengenai undang-undang untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan media sosial serta untuk dana bantuan pembangunan luar negeri yang lebih besar untuk diberikan kepada media di selatan global.

Dia juga mengatakan media independen harus dibantu untuk bertahan hidup, dengan memberikan perlindungan yang lebih besar kepada jurnalis dan menentang negara yang menargetkan jurnalis.

Christ Bastian Waruwu Photo Verified Writer Christ Bastian Waruwu

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya