Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Polemik Tunjangan Rumah DPRD DKI Rp78 Juta di Tengah Kemiskinan Jakarta

IMG_20250908_114556.jpg
Ilustrasi Gedung DPRD DKI Jakarta/ IDN Times Dini Suciatiningrum
Intinya sih...
  • Tunjangan rumah agar dialihkan
  • DPR atau DPRD dirasa tidak mewakili masyarakat
  • Besaran tunjangan rumah ditentukan pemerintah pusat
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Gelombang demonstrasi besar yang meletus di sejumlah kota pada akhir Agustus 2025 berakar dari akumulasi ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan dan gaya hidup mewah para pejabat di tengah kondisi ekonomi rakyat yang kian sulit.

Pemicu utamanya adalah polemik besaran tunjangan rumah anggota DPR yang mencapai Rp50 juta per bulan. Angka fantastis itu dianggap tidak masuk akal, terlebih saat masyarakat masih bergulat dengan inflasi, kenaikan harga kebutuhan pokok, hingga gelombang PHK.

Polemik tunjangan pejabat ini kemudian meluas ke ranah lain. Tidak hanya DPR, sorotan publik juga tertuju pada DPRD DKI Jakarta yang diketahui menerima tunjangan perumahan lebih besar, yakni mencapai Rp60 juta hingga Rp78 juta per bulan.

Fakta ini semakin mempertebal kesan ketimpangan dan memicu amarah publik, sebab rakyat menilai para wakilnya justru menikmati fasilitas berlebihan ketika kondisi ekonomi masyarakat sedang berat.

Perwakilan masyarakat miskin kota menilai kebijakan tersebut tidak adil dan semakin memperlebar jurang ketimpangan antara wakil rakyat dengan warga yang diwakilinya.

Urban Poor Consortium (UPC), Nafisa, menilai pemberian tunjangan rumah menunjukkan tidak adanya rasa keadilan sosial di tengah kondisi rakyat miskin, khususnya di Jakarta.

“Intinya, ini tidak adil. Gelombang aksi sejak 25 sampai 31 Agustus kemarin membuka mata kita tentang ketimpangan antara pemerintah dengan rakyat. Kita lihat, ada pejabat yang punya banyak aset rumah, sementara jutaan rakyat miskin tidak punya rumah layak, bahkan tanah pun tidak punya, air pun harus beli. Jadi terlihat jelas ketimpangannya,” kata Nafisa, Rabu (17/9/2025).

1. Tunjangan rumah agar dialihkan

WhatsApp Image 2025-09-10 at 11.38.18 (1).jpeg
Puluhan warga JRMK demo di DPRD pada Rabu (10/9/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Ia menegaskan, DPR maupun DPRD seharusnya menjadi wakil rakyat, bukan hanya menikmati fasilitas di tengah penderitaan masyarakat.

“Masyarakat yang diwakili ini tidak memiliki apa-apa, jadi sebenarnya mereka tidak terwakili sama sekali,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Wati dari Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK). Menurutnya, besaran tunjangan rumah seharusnya dievaluasi bahkan dihapus, agar anggaran bisa dialihkan kepada program yang lebih menyentuh kebutuhan rakyat miskin.

“Teman-teman miskin kota kebanyakan pekerja informal dengan pendapatan yang tidak menentu. Jadi lebih baik anggarannya dialihkan untuk subsidi pembangunan rumah rakyat miskin, bukan untuk tunjangan rumah anggota DPRD,” jelasnya.

2. DPR atau DPRD dirasa tidak mewakili masyarakat

WhatsApp Image 2025-07-16 at 11.28.57.jpeg
Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno menghadiri rapat paripurna di DPRD DKI, Rabu (16/7/2025) (IDN Times Dini Suciatiningrum)

Wati juga mengkritik proses pengambilan kebijakan yang tidak melibatkan masyarakat, padahal rakyatlah yang membayar pajak untuk menggaji wakilnya di parlemen.

“Pajak dinaikkan, kebutuhan rakyat ditekan, sementara gaji dan tunjangan mereka besar sekali. Kami jelas merasa tidak terwakili. Kalau ada yang bilang DPR bubar karena tidak ada fungsinya, ya kami setuju. Untuk apa mereka duduk di sana kalau sama sekali tidak membela masyarakat miskin?” ucapnya.

3. Besaran tunjangan rumah ditentukan pemerintah pusat

WhatsApp Image 2025-08-04 at 13.23.35.jpeg
Ketua DPRD DKI Khoirudin dalam Rapur di DPRD DKI (YouTube/DPRD DKI)

Sekretaris DPRD DKI Jakarta, Augustinus, menjelaskan aturan mengenai tunjangan tersebut bukan ditentukan secara sepihak oleh DPRD DKI, melainkan sudah diatur pemerintah pusat dan berlaku untuk seluruh daerah.

Menurutnya, besaran tunjangan di tiap daerah memang berbeda. Bahkan, ia menegaskan tunjangan DPRD DKI bukan yang tertinggi di Indonesia.

“Yang tertinggi itu bukan di DKI. Tertinggi pertama di Jawa Tengah, sampai Rp79 juta. Kita Rp78 juta,” ujar pria yang disapa Aga, Kamis (11/9/2029).

4. ADPSI akan lakukan audiensi dengan Mendagri

WhatsApp Image 2025-09-08 at 17.09.09.jpeg
JRMK tolak privatisasi air PAM di DPRD DKI Jakarta, Senin (8/9/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Dia mengatakan Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin dan m Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSI) akan melakukan audiensi ke Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terkait revisi tunjangan rumah yang kini jadi sorotan publik.

"Pak Ketua kita selaku anggota Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia mau audiensi ke Pak Menteri (Mendagri) bersama Ketua ADPSI. Saya belum tahu jadwalnya besok atau Senin (Minggu depan)," ujarnya.

Terkait keputusan fraksi yang sepakat dievaluasi bahkan turun, Aga menegaskan keputusan tersebut tidak bisa dilakukan serta merta karena ada aturan yang mengikat.

"Sebenarnya enggak bisa langsung serta merta ya. Harus ada peraturan yang mengikat juga ya, biar nggak salah ya. Karena kan selama ini tunjangan perumahan aturannya sudah ada," katanya.

5. Tunjangan rumah akan diseragamkan

IMG_20250908_152533.jpg
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Basri Baco di Gedung DPRD, Senin (8/9/2025) IDN Times Dini Suciatiningrum

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Basri Baco, menyampaikan bahwa besaran tunjangan rumah bagi anggota dewan saat ini tengah dikaji bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Menurutnya, pemerintah berencana menata ulang agar besaran tunjangan rumah untuk DPRD di berbagai provinsi tidak lagi berbeda-beda.

“Sedang dikaji bersama, dicari jalan yang terbaik, yang seragam rencananya. Jadi enggak Jabar sekian, Banten sekian, DKI sekian. Ini rencananya mau diseragamkan,” ujar Baco, Jumat (19/9/2025).

Ia menambahkan, kajian ini diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang adil bagi semua pihak. “Dikaji yang terbaik. Karena rejeki dewan itu ada di dalamnya rejeki konstituen,” katanya.

6. Tunjangan rumah tidak ada urgensinya

IMG-20250908-WA0053.jpg
Ilustrasi rincian tunjangan DPRD DKI Jakarta/ IDN Times Aditya

Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah, menyoroti besaran tunjangan perumahan anggota DPRD DKI Jakarta yang mencapai puluhan juta rupiah per bulan. Berdasarkan ketentuan, pimpinan DPRD mendapatkan Rp78,8 juta dan anggota DPRD Rp70,4 juta, termasuk pajak, setiap bulan.

Menurut Trubus, pemberian tunjangan tersebut tidak memiliki urgensi. Ia menilai kebijakan itu hanya akal-akalan yang berpotensi mengarah pada praktik korupsi.

“Kalau menurut saya itu sebaiknya dihapus. Seperti DPR pusat kan sudah dihapus. Karena aneh, mereka tinggal di Jakarta tapi tetap dapat tunjangan perumahan. Ini menurut saya pemborosan anggaran. Akal-akalan lah itu,” kata Trubus saat dihubungi, Sabtu (20/9/2025).

Trubus membandingkan dengan kondisi anggota DPR RI yang berasal dari berbagai daerah, sehingga wajar difasilitasi rumah dinas selama bertugas di Jakarta. Sementara itu, mayoritas anggota DPRD DKI adalah warga Jakarta atau wilayah sekitar.

“Kalau rumahnya di Bogor ya tinggal di Bogor, kalau di Bekasi ya tinggal di Bekasi. Tidak perlu ada tunjangan rumah di Jakarta,” ujarnya.

Ia menegaskan, anggaran untuk tunjangan rumah sebaiknya dialihkan ke program yang lebih bermanfaat bagi warga. Menurutnya, Jakarta masih menghadapi banyak persoalan seperti kemiskinan, stunting, dan tingginya angka pengangguran.

“Lebih baik dipakai untuk pelatihan keterampilan supaya warga bisa bekerja. Itu jauh lebih penting,” tegasnya.

Namun, Trubus mengakui pemberian tunjangan rumah bagi anggota DPRD sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. Karena itu, aturan tersebut harus dicabut lebih dulu.

“Jadi DPRD DKI sebenarnya tidak salah karena dasarnya memang PP 18/2017. Kalau pemerintah daerah belum bisa menyediakan rumah dinas, maka wajib memberikan tunjangan. Masalahnya sekarang, berani tidak Mendagri Tito (Karnavian) mencabut aturan itu?” ucapnya .

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us

Latest in News

See More

Jelang Konferensi PBB, Inggris, Australia, dan Kanada Akui Palestina

22 Sep 2025, 07:25 WIBNews