Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

RI: Jangan Ada Standar Ganda dalam Perlindungan Pekerja Kemanusiaan

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Sugiono, saat berpidato dalam Deklarasi Perlindungan Tenaga Kemanusiaan di Markas PBB (IDN Times / Marcheilla Ariesta)
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Sugiono, saat berpidato dalam Deklarasi Perlindungan Tenaga Kemanusiaan di Markas PBB (IDN Times / Marcheilla Ariesta)

New York, IDN Times – Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Sugiono, mengingatkan dunia internasional agar deklarasi baru untuk perlindungan pekerja kemanusiaan tidak berhenti pada janji politik semata. Dalam pidatonya di Markas Besar PBB, New York, Minggu (21/9/2025), dia menegaskan, implementasi penuh dari komitmen ini merupakan satu-satunya penghormatan yang layak bagi para relawan yang telah gugur di zona konflik.

Indonesia bersama Australia, Brasil, Kolombia, Jepang, Yordania, Sierra Leone, Swiss, dan Inggris, menjadi co-host inisiatif deklarasi ini. Kehadiran sembilan negara tersebut menunjukkan kepedulian global semakin besar terhadap keselamatan pekerja kemanusiaan, baik mereka yang bertugas di bawah bendera PBB maupun NGO internasional.

Sugiono menegaskan, tidak boleh ada standar ganda atau impunitas dalam menegakkan perlindungan bagi pekerja kemanusiaan. Dia menyampaikan, kemanusiaan bersifat universal dan tidak boleh tunduk pada kepentingan politik jangka pendek.

"Pekerja kemanusiaan seharusnya tidak boleh menjadi target! Penghormatan terbesar adalah memastikan misi mereka terus berjalan," kata Sugiono.

Deklarasi tersebut hadir di tengah meningkatnya korban jiwa pekerja kemanusiaan. Hanya dalam kurun waktu dua tahun terakhir, ratusan orang tewas di Gaza, Sudan, Yaman, hingga Ukraina.

Data terbaru menunjukkan, sejak awal 2024 ada 674 pekerja kemanusiaan yang gugur, angka yang mencerminkan situasi darurat bagi perlindungan relawan.

1. Korban terus berjatuhan di zona konflik

IMG_9717.jpeg
Menlu Sugiono dengan Menlu Australia Penny Wong dalam kegiatan penandatanganan Deklarasi Perlindungan Pekerja Kemanusiaan. (IDN Times/Marcheilla Ariesta).

Sugiono menyoroti tingginya korban di Gaza, dengan lebih dari 50 staf UNRWA meninggal dunia sepanjang 2025. Situasi tersebut menjadikan Gaza sebagai wilayah paling berbahaya di dunia bagi tenaga kemanusiaan. PBB menyebut, kondisi ini adalah kehilangan terbesar personel kemanusiaan sepanjang sejarah.

Sugiono menegaskan, setiap nama dalam statistik itu adalah individu luar biasa yang mengabdikan hidupnya untuk kemanusiaan. Dia menolak keras jika pengorbanan mereka dipandang sekadar angka.

"Angka-angka ini bukan statistik semata. Mereka adalah manusia dengan keluarga, sahabat, dan cita-cita," katanya.

Data Aid Worker Security Database juga memperlihatkan tren yang mengkhawatirkan. Pada 2023, tercatat 280 korban jiwa, meningkat menjadi 380 pada 2024. Hingga 14 Agustus 2025, sudah ada 265 pekerja yang meninggal dunia akibat serangan, penculikan, maupun luka berat di medan konflik.

Saat ini, terdapat enam WNI yang masih bertugas di Gaza hingga Agustus 2025. Mereka terdiri dari lima dokter dan satu tenaga non-medis dari organisasi Bulan Sabit Merah dan MER-C.

2. Deklarasi bukan sekadar tanda tangan

IMG_9809.jpeg
Menlu Sugiono tandatangani Deklarasi Perlindungan Pekerja Kemanusiaan di Markas Besar PBB, New York. (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Sugiono mengingatkan, banyak deklarasi internasional yang berhenti di level simbolik.

"Tanggung jawab kami tidak berhenti di atas kertas. Kami harus mengubah komitmen ini menjadi perlindungan nyata," ujarnya.

Deklarasi ini didukung lebih dari 100 negara anggota PBB. Dukungan luas tersebut diharapkan bisa menjadi momentum untuk memperkuat norma internasional mengenai perlindungan relawan kemanusiaan. Namun, Sugiono mengingatkan, deklarasi yang kuat tanpa implementasi hanya akan menjadi dokumen kosong.

Dalam pandangannya, penghormatan terbesar bagi relawan yang gugur bukanlah upacara simbolis, melainkan keberlanjutan misi kemanusiaan di lapangan. Dia juga menyerukan kerja sama global yang lebih erat untuk menghentikan siklus impunitas.

3. Menolak impunitas dan standar ganda

IMG_9728.jpeg
Menlu Sugiono bersama Menlu Penny Wong di kegiatan Deklarasi Perlindungan Pekerja Kemanusiaan di UNHQ. (IDN Times/Marcheilla Ariesta)

Pernyataan tegas Sugiono mengenai standar ganda menyoroti praktik pelanggaran hukum humaniter internasional seringkali dibiarkan tanpa sanksi. Dia menegaskan, negara tidak boleh memilih kapan aturan ditegakkan dan diabaikan.

"Tidak boleh ada standar ganda dalam perlindungan kemanusiaan. Setiap pelanggaran harus diproses, siapa pun pelakunya," ujar Sugiono.

Dia menilai, sikap dunia internasional yang sering berbeda dalam merespons pelanggaran justru melemahkan hukum internasional itu sendiri.

Indonesia menekankan akuntabilitas adalah pilar penting dalam deklarasi ini. Upaya menghentikan impunitas akan memastikan perlindungan lebih baik, sekaligus memberikan keadilan bagi para korban dan keluarga mereka.

Sugiono pun menutup pidatonya dengan menyerukan komitmen global untuk mengubah deklarasi ini menjadi tindakan nyata.

"Indonesia siap berkontribusi penuh. Kita harus berdiri tegak membela prinsip kemanusiaan tanpa syarat dan tanpa pengecualian," katanya.

Sementara itu, Deklarasi Perlindungan Personel Kemanusiaan yang diluncurkan di New York memuat empat langkah praktis. Pertama, memastikan kepatuhan terhadap hukum humaniter internasional. Kedua, membuka akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan. Ketiga, menyelaraskan perlindungan di tingkat internasional, nasional, dan lokal. Keempat, memastikan akuntabilitas atas pelanggaran.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us

Latest in News

See More

KPK Cek Kesesuaian Harta Minus 2 Juta Wahyudin Morido DPRD Gorontalo

22 Sep 2025, 10:36 WIBNews