Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

2 Menteri Israel Disanksi karena Provokasi Kekerasan Terhadap Warga Palestina

ilustrasi bendera Israel. (unsplash.com/Taylor Brandon)
ilustrasi bendera Israel. (unsplash.com/Taylor Brandon)
Intinya sih...
  • Kedua menteri Israel kerap menghasut kekerasan dan mendukung pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Palestina.
  • Israel dan AS mengecam sanksi yang diberlakukan oleh lima negara Barat terhadap kedua menteri Israel, dengan menyatakan bahwa sanksi tersebut tidak mendukung upaya gencatan senjata dan pemulangan para sandera.
  • Tekanan Barat terhadap Israel semakin meningkat dengan pemberlakuan sanksi ini, yang merupakan langkah kontras dengan sikap Uni Eropa yang lebih terpecah dalam menjatuhkan sanksi serupa.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Lima negara Barat menjatuhkan sanksi secara serempak terhadap dua menteri Israel yang berhaluan kanan ekstrem pada Selasa (10/6/2025). Kelima negara tersebut adalah Inggris, Australia, Kanada, Selandia Baru, dan Norwegia.

Menteri yang menjadi sasaran adalah Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich. Sanksi tersebut berupa pembekuan aset pribadi dan larangan bepergian ke lima negara itu.

Kedua menteri dituduh kerap menghasut kekerasan dan mendukung pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Palestina. Meskipun fokusnya adalah Tepi Barat, kelima negara menyatakan bahwa sanksi ini tidak terlepas dari krisis kemanusiaan yang terjadi di Gaza.

"Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich telah menghasut kekerasan ekstremis dan pelanggaran serius hak asasi manusia Palestina. Tindakan ini tidak dapat diterima, itulah sebabnya kami menjatuhkan sanksi ini untuk meminta pertanggungjawaban dari mereka," bunyi pernyataan bersama, dikutip dari The Guardian.

1. Kedua menteri kerap menghasut kekerasan

Dukungan kedua menteri tersebut pada perluasan pemukiman ilegal di Tepi Barat dinilai dapat merusak upaya perdamaian. Kelima negara pemberi sanksi menyebut solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai stabilitas jangka panjang di kawasan itu.

“Kami terus merasa prihatin terhadap penderitaan warga sipil (Gaza), termasuk blokade bantuan. Tidak boleh ada pengusiran ilegal warga Palestina dari Gaza atau Tepi Barat, juga perampasan wilayah di Jalur Gaza,” bunyi pernyataan lima negara. 

Ben-Gvir sebelumnya tercatat pernah menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa dan menyerukan agar warga Palestina pergi dari Gaza. Sementara, Smotrich pernah mengatakan bahwa Gaza akan dihancurkan dan menyetujui kebijakan perluasan pemukiman.

Hingga April, dilaporkan telah terjadi 1.900 serangan oleh pemukim Israel terhadap warga sipil Palestina. Sanksi ini sendiri ditujukan secara pribadi kepada kedua menteri, bukan pada kementerian yang mereka pimpin.

2. Israel dan AS mengecam sanksi

Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa'ar, mengecam sanksi tersebut. Ia menyebut keputusan itu keterlaluan dan tidak dapat diterima.

Para menteri yang menjadi target sanksi juga menanggapinya dengan nada menantang. 

"Inggris sudah pernah mencoba untuk mencegah kami menetap di tanah air kami, dan kami tidak akan membiarkan mereka melakukannya lagi. Kami bertekad, dengan izin Tuhan, untuk terus membangun," ujar Smotrich seperti dilansir CNN.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, juga menyayangkan sanksi ini. Menurutnya, sanksi ini tidak mendukung upaya gencatan senjata dan pemulangan para sandera. 

3. Tekanan Barat terhadap Israel meningkat

Sanksi ini bukanlah langkah pertama yang diambil oleh negara Barat, terutama Inggris. Sebelumnya, Inggris telah menjatuhkan sanksi pada beberapa individu pemukim ekstremis dan menunda pembicaraan kesepakatan dagang dengan Israel.

Namun, aksi kelima negara ini kontras dengan sikap Uni Eropa yang lebih terpecah. Uni Eropa memerlukan suara bulat dari 27 negara anggotanya untuk menjatuhkan sanksi serupa, namun sulit dicapai karena potensi penolakan dari Hungaria.

Para pemimpin negara yang terlibat membela keputusan mereka.

"Kami terus berkomunikasi dengan pemerintah Israel, tetapi mereka perlu menegakkan kewajiban mereka di bawah hukum internasional. Namun, retorika ekspansionis dari politikus sayap kanan pemerintahan Netanyahu jelas bertentangan dengan hal itu," kata Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, dikutip dari Al Jazeera.

Meskipun sanksi ini terlihat tegas, analis memandangnya lebih bersifat simbolis. Mantan negosiator perdamaian Israel, Daniel Levy ragu tindakan ini akan cukup kuat untuk mengubah kebijakan pemerintah Tel Aviv secara signifikan di lapangan, dilansir NYT.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us

Latest in News

See More

Konflik Aleppo Meletus Saat Delegasi Tinggi Turki Kunjungi Damaskus

23 Des 2025, 23:35 WIBNews