Dubes Rusia: Kontrak Pembelian Jet Sukhoi Su-35 Tidak Batal, Hanya Tertunda

- Prabowo borong jet tempur dari Turki hingga PrancisPresiden Prabowo Subianto menandatangani kontrak pembelian 48 jet tempur KAAN buatan Turki senilai 10 miliar dolar AS. Indonesia juga masih menunggu kedatangan 42 unit jet Rafale dari Prancis.
- Proyek KF-21 dan rencana pembelian jet ChinaIndonesia terlibat dalam proyek pengembangan jet tempur KF-21 Boramae bersama Korea Selatan. Rencana pembelian jet tempur Chengdu J-10 buatan China juga mencuat sebagai opsi yang lebih terjangkau.
- Anggaran pertahanan besar dukung modernisasi alutsistaPemerintah telah menyiapkan anggaran yang cukup besar untuk sektor pertahanan pada
Jakarta, IDN Times - Rusia menyatakan kontrak pembelian jet tempur Sukhoi Su-35 oleh Indonesia belum dibatalkan. Mereka masih menunggu keputusan Indonesia terkait kontrak bernilai 1,14 miliar dolar AS untuk 11 unit jet Su-35 yang ditandatangani pada Februari 2018 itu.
Pada 2021, TNI Angkatan Udara mengungkapkan rencana pembelian pesawat tempur beralih ke jet Rafale asal Prancis dan F-15EX buatan Amerika Serikat. Salah satu alasan pembatalan pembelian Sukhoi adalah risiko sanksi dari Amerika Serikat kepada negara yang membeli alutsista dari Rusia.
Kini, Pemerintah Indonesia disebut menjajaki kemungkinan memesan pesawat tempur dari Turki dan China. Meski begitu, Rusia menegaskan, perjanjian pembelian jet tempur Sukhoi Su-35 itu belum resmi dihentikan.
“Situasinya masih sama. Kesepakatan ini tidak dibatalkan, hanya tertunda,” ujar Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Tolchenov menambahkan, Rusia masih menunggu langkah lanjutan Pemerintah Indonesia buat melanjutkan negosiasi. Pernyataan ini muncul di tengah gencarnya upaya Presiden Prabowo Subianto meningkatkan kekuatan udara Indonesia dengan berbagai kontrak pembelian jet tempur dari sejumlah negara.
1. Prabowo borong jet tempur dari Turki hingga Prancis

Dalam tahun pertamanya menjabat, Presiden Prabowo Subianto menandatangani kontrak pembelian 48 jet tempur KAAN buatan Turki, dengan nilai sekitar 10 miliar dolar AS. Jet tempur generasi kelima tersebut masih dalam tahap pengembangan aktif dan dijadwalkan melakukan uji terbang pertama pada April 2026.
Kesepakatan antara Ankara dan Jakarta juga mencakup kemungkinan produksi bersama komponen jet di Indonesia, sebuah langkah strategis untuk meningkatkan kemampuan industri pertahanan nasional.
Selain dari Turki, Indonesia masih menunggu kedatangan 42 unit jet Rafale yang dipesan dari Dassault Aviation, Prancis. Sebanyak tiga unit pertama dijadwalkan tiba pada Februari 2026, disusul batch kedua dua bulan setelahnya, sebelum pengiriman dilanjutkan secara bertahap.
2. Proyek KF-21 dan rencana pembelian jet China

Indonesia juga terlibat dalam proyek pengembangan jet tempur KF-21 Boramae bersama Korea Selatan. Namun, proyek ini sempat menghadapi kendala, mulai dari tuduhan pencurian data oleh teknisi Indonesia hingga keterlambatan pembayaran kontribusi.
Meski demikian, pejabat senior Kementerian Luar Negeri Abdul Kadir Jailani menegaskan, proyek tersebut tetap berjalan meski diwarnai berbagai hambatan.
Sementara itu, wacana pembelian jet tempur Chengdu J-10 buatan China kembali mencuat beberapa pekan lalu. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyebutkan, pesawat tersebut menjadi salah satu opsi karena harga yang lebih terjangkau, yakni antara 30–40 juta dolar AS per unit, jauh lebih murah dibanding Rafale yang mencapai 100–120 juta dolar AS per unit.
Meski begitu, Sjafrie menekankan keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden Prabowo.
3. Anggaran pertahanan besar dukung modernisasi alutsista

Rencana besar belanja alutsista ini juga ditopang oleh anggaran pertahanan yang meningkat signifikan. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut pemerintah telah menyiapkan anggaran cukup besar untuk sektor pertahanan pada 2025 dan 2026.
Tahun ini, Kementerian Pertahanan mendapatkan pagu anggaran Rp247,5 triliun dengan realisasi mencapai 67,5 persen hingga akhir September. Namun, pada 2026, pagu tersebut akan dikurangi menjadi Rp187,1 triliun, sebagian dialokasikan untuk peningkatan peralatan militer dan sistem pertahanan udara.
Dengan berbagai kontrak yang sedang berjalan, Indonesia kini memiliki peluang memperkuat posisi strategisnya di kawasan, sekaligus mengakhiri ketergantungan pada satu negara pemasok senjata.















