Erdogan: Turki Siap Intervensi Cegah Perpecahan di Suriah

- Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, siap intervensi di Suriah demi mencegah perpecahan dan menyerukan agar SDF tidak dibagi.
- Setidaknya 100 orang tewas dalam pertempuran antara faksi pro-Turki dan YPG yang didominasi Kurdi, tulang punggung SDF.
- Pemimpin Suriah berupaya menyatukan faksi bersenjata di bawah kepemimpinan baru, termasuk memberikan kelonggaran pembatasan dan sanksi oleh AS serta bantuan dari berbagai negara untuk rekonstruksi Suriah.
Jakarta, IDN Times – Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengatakan bahwa negaranya siap untuk melakukan intervensi di Suriah demi mencegah terjadinya perpecahan. Peringatan ini ditujukan khususnya kepada pasukan Kurdi di negara itu.
"Kami tidak dapat menerima dengan dalih apa pun bahwa Suriah dibagi dan jika kami melihat risiko sekecil apa pun, kami akan mengambil tindakan yang diperlukan. Kami memiliki sarana," kata Erdoga, Senin (6/1/2025), dilansir Al Arabiya.
Peringatan Erdogan merupakan peringatan terbaru yang ditujukan kepada Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dan pendukungnya, Amerika Serikat (AS). Washington mendukung serangan SDF terhadap ISIS di Suriah.
Erdogan mengatakan tidak ada ruang bagi teror di Suriah. Ia juga siap jika risiko muncul, mereka dapat melakukan intervensi dalam satu malam.
1. Pertempuan dengan pasukan Kurdi terus berlanjut
Setidaknya 100 orang tewas dalam pertempuran selama akhir pekan antara faksi pro-Turki dan Unit Perlindungan Rakyat (YPG) yang didominasi Kurdi, tulang punggung SDF.
Ankara menganggap YPG sebagai perpanjangan tangan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah terlibat dalam perjuangan bersenjata dengan negara Turki sejak tahun 1980-an. Kelompok ini diklasifikasikan oleh Turki dan sekutu Baratnya sebagai gerakan teroris.
“Pemberantasan PKK/YPG hanya masalah waktu,” kata Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan.
Ia menambahkan, muncul kemungkinan bahwa gerakan tersebut dapat bergabung dengan pemerintah Suriah dan meletakkan senjata. Namun, ia juga memperingatkan bahwa negara-negara Barat tidak boleh menggunakan ancaman ISIS sebagai dalih untuk memperkuat PKK.
2. Suriah upayakan penyatuan semua faksi bersenjata
Pemimpin de facto Suriah, Ahmed al-Sharaa, sejak pengambilalihan kekuasaan berupaya menyatukan semua faksi bersenjata di bawah kepemimpinan yang baru. Dua pekan lalu, berbagai faksi sepakat untuk bersatu di bawah kekuatan Kementerian Pertahanan Suriah.
”Pertemuan antara al-Sharaa dan para pemimpin kelompok tersebut berakhir dengan kesepakatan pembubaran semua kelompok dan integrasi mereka di bawah pengawasan kementerian pertahanan,” bunyi sebuah pernyataan resmi pemerintah, dilansir Al Jazeera.
Penyatuan berbagai kelompok di bawah pemerintahan baru ini adalah sebuah terobosan yang luar biasa. Namun, kelompok SDF yang berbasis di Suriah timur laut tidak termasuk dalam kesepakatan itu.
3. Bantuan kemanusiaan dari berbagai pihak mulai disalurkan ke Suriah
Berbagai negara juga telah menyatakan dukungannya terhadap upaya pembangunan kembali Suriah. Pada Senin, Presiden AS, Joe Biden, mengatakan akan memberikan kelonggaran pembatasan dan sanksi terhadap Suriah selama 6 bulan.
Dilansir Anadolu Agency, langkah ini diambil untuk memudahkan masuknya bantuan kemanusiaan ke negara itu. Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri (OFAC) Departemen Keuangan menerbitkan Lisensi Umum Suriah 24, yang memungkinkan kelompok dan perusahaan bantuan menyediakan layanan penting seperti listrik, air, dan sanitasi.
Sementara itu, beberapa negara lain seperti Yordania, Qatar, dan Arab Saudi juga telah mengirimkan bantuan ke wilayah Suriah. Bahkan Ukraina yang kini dilanda perang dengan Rusia mampu mengirim 300 ton gandum untuk Suriah.
Tindakan berbagai negara ini menunjukkan komitmen besar untuk mendukung kembali pembangunan negara yang baru dilanda perang saudara selama lebih dari satu dekade itu.