Eritrea: Tuduhan Kami Lakukan Pelanggaran HAM di Tigray Hanya Fantasi

Jakarta, IDN Times - Presiden Eritrea, Isaias Afwerki, menolak laporan tuduhan yang menyebutkan bahwa tentaranya telah melakukan pelanggaran di wilayah Tigray, Ethiopia. Dia menyebut tuduhan itu sebagai informasi yang keliru dan hanya fantasi.
Selama konflik dua tahun Ethiopia pada 2020-2022, Eritrea dituduh telah menyeberang ke wilayah Tigray. Dalam beberapa laporan, mereka dinilai telah membantu tentara Ethiopia melawan para pejuang Tigrayan People's Liberation Front (TPLF).
Selama perang tersebut, tentara Eritrea diduga telah melakukan serangkaian pelanggaran hak asasi manusia.
1. Tuduhan pelanggaran HAM oleh tentara Eritrea dibantah Isaias Afwerki

Fajar perdamaian antara elite politik Tigray dan Ethiopia telah menyingsing pada 2023. Perjanjian perdamaian permanen telah dilakukan dan berbagai upaya normalisasi hubungan antara pemerintah federal dan regional telah dilakukan.
Perang selama dua tahun di Tigray telah membunuh puluhan ribu orang, dengan jutaan lain terdampak menjadi pengungsi dan terancam kelaparan.
Selama konflik, tentara Eritrea dinilai telah menyeberang ke Tigray dan membantu Ethiopia melawan perjuangan pasukan TPLF. Selama konflik berlangsung, Presiden Isaias Afwerki jarang mengeluarkan komentar publik tentang tuduhan tersebut.
Dalam komentarnya yang langka pada Kamis (9/2/2023), dilansir Al Arabiya, Afwerki mengatakan bahwa tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang ditujukan kepada tentaranya hanya fantasi belaka.
2. Tidak ingin ikut campur dalam urusan Ethiopia
Dugaan kehadiran pasukan Eritrea wilayah Tigray selama konflik telah menjadi masalah besar. Ethiopia sendiri menolak tuduhan bahwa pasukan Eritrea berada di Tigray.
Namun, menurut laporan kelompok hak asasi manusia dan pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pasukan Eritrea ikut membantu Ethiopia dan dituduh bertanggung jawab atas banyak pelanggaran terhadap etnis Tigrayan, dikutip dari Associated Press.
Dalam salah satu episode berdarah yang dilaporkan pada November 2020, tentara Eritrea dituduh melakukan berbagai pelanggaran seperti membunuh ratusan warga sipil di Axum selama 24 jam. Pelanggaran lainnya seperti dugaan pemerkosaan berkelompok.
Namun, saat mengunjungi Kenya Presiden Afwerki menolak tuduhan itu. Dia juga mengatakan negaranya tidak ikut campur dalam proses perdamaian di Ethiopia dan mengklaim tidak memiliki agenda di negara tetangganya.
"Anda berbicara tentang penarikan, atau non-penarikan (tentara Eritrea), kami katakan ini tidak masuk akal. Jangan memprovokasi kami. Anggap saja proses perdamaian di Ethiopia berjalan tanpa hambatan," kata Afwerki.
3. Pabrik pemalsuan informasi, kata Afwerki

Selama upaya perdamaian antara Ethiopia dengan Tigray, Eritrea tidak ikut terlibat dalam kesepakatan. Bahkan, dalam beberapa laporan, meski perjanjian damai itu telah disepakati, tentara Eritrea dinilai masih ada yang terlihat di wilayah Tigray.
Afwerki yang ditanya oleh wartawan tentang dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan tentaranya tampak jengkel, dan akhirnya menjawab dengan menuduh bahwa informasi tersebut adalah palsu.
"Semua orang berbicara tentang pelanggaran hak asasi manusia (oleh pasukan Eritrea), pemerkosaan, penjarahan, ini adalah fantasi di benak pemilik pabrik ini yang saya sebut sebagai pabrik pemalsuan informasi," kata Afwerki dikutip Anadolu.