Mali, Guinea dan Burkina Faso Ingin Gabung Kembali ke Blok Uni Afrika

Jakarta, IDN Times - Mali, Guinea dan Burkina Faso berkomitmen agar dapat bergabung kembali ke blok Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) dan Uni Afrika (UA). Hal itu disampaikan ketiga Menteri Luar Negeri (Menlu) dalam pernyataan bersama, pada Kamis (9/2/2023).
Ketiga Menlu itu mengadakan pembicaraan di Ibu Kota Ouagadougou. Rapat dilakukan usai Menlu Rusia berkunjung ke Mali dan menjanjikan bantuan kepada negara-negara Afrika Barat yang tengah memberantas kelompok militan.
1. Mali-Guinea-Burkina Faso bekerja sama agar penangguhan keanggotaan UA dicabut
Melansir Al Jazeera, Mali-Guinea-Burkina Faso telah sepakat bekerja sama agar penangguhan untuk keanggotaan ECOWAS dan UA bisa dicabut oleh kedua blok itu.
Seperti diketahui, ketiga negara itu mengalami serangkaian kudeta sejak 2020. Hal itu membuat PBB mendesak untuk memulihkan pemerintahan sipil. Peristiwa kudeta juga membuat ketiganya ditangguhkan dari keanggotaan ECOWAS dan UA.
Dalam pernyataan bersama, disebutkan bahwa krisis keamanan akibat ulah militan di wilayah Sahel membuat ketiga negara setuju bekerja sama menghadapi peristiwa itu.
Diketahui, Mali telah menjauhi sekutu lamanya yakni Prancis. Keputusan itu demi memperkuat hubungan militernya dengan Rusia. Selain itu, muncul spekulasi bahwa Burkina Faso akan mengikuti langkah tersebut.
“Ini adalah pertama kalinya saya berada di Burkina Faso sejak perjuangan rakyat Burkinabe, yang menyebabkan koreksi yang memungkinkan pemulihan kedaulatan dan integritas wilayah di negara saudara ini,” kata Abdoulaye Diop, Menlu dari Mali.
2. Penyebab kudeta di ketiga negara

Saat ini, Mali dan Burkina Faso dikuasai junta militer. Kudeta dipicu kekecewaan tentara atas kegagalan rezim sebelumnya mengatasi serangan militan. Konflik oleh pemberontak telah merenggut ribuan nyawa dan memaksa jutaan warga meninggalkan rumahnya.
Berbeda dengan Mali dan Burkina Faso, kudeta di Guinea disebabkan kemarahan publik terhadap rezim Presiden Alpha Conde yang cenderung otoriter.
Adanya serangkaian kudeta membuat ketiga negara itu didesak ECOWAS untuk segera kembali ke pemerintahan sipil.
3. Hubungan Rusia-Mali kian erat melalui kerja sama militer

Melansir France24, dalam kunjungan ke Bamako pada Selasa, Lavrov memberikan penghormatan terhadap hubungan erat Mali-Rusia dalam memerangi kelompok militan.
Menlu Rusia itu mengatakan, Kremlin bersedia memberikan dukungan lebih lanjut untuk Mali dalam memberantas militan.
“Perang melawan terorisme, tentu saja, menjadi masalah bagi negara-negara lain di kawasan ini. Kami akan memberikan bantuan kepada mereka untuk mengatasi kesulitan ini. Ini menyangkut Guinea, Burkina Faso dan Chad dan wilayah Sahel pada umumnya dan bahkan negara-negara pesisir di Teluk Guinea,” kata Lavrov, dikutip France24.
Sejak junta militer berkuasa pada 2020, Mali telah mendatangkan sejumlah pesawat, helikopter dan paramiliter dari Rusia. Namun, Prancis menilai bahwa paramiliter itu merupakan tentara Wagner.