Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gencatan Senjata Tak Bisa Setop Serangan Israel ke Gaza

pemandangan Jalur Gaza
pemandangan Jalur Gaza (unsplash.com/Mohammed Ibrahim)
Intinya sih...
  • Amnesty International sebut gencatan senjata ciptakan ilusi
  • Situasi tenang bisa menyesatkan pandangan dunia internasional
  • Israel masih menargetkan wilayah-wilayah yang seharusnya aman
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Amnesty International memperingatkan pada Kamis (27/11/2025) bahwa Israel masih terus melakukan genosida di Gaza meskipun ada kesepakatan gencatan senjata. Organisasi hak asasi manusia tersebut menyatakan tidak ada bukti niat genosida Israel berubah, mengingat serangan dan pembatasan bantuan masih terus terjadi.

Sejak gencatan senjata berlaku pada 10 Oktober, Israel dilaporkan telah melakukan pelanggaran lebih dari 500 kali. Serangan-serangan tersebut telah menewaskan sedikitnya 347 warga Palestina dan melukai 889 orang lainnya dalam tujuh minggu terakhir, dilansir The Guardian.

1. Amnesty International sebut gencatan senjata ciptakan ilusi

Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnès Callamard, menilai situasi tenang saat ini bisa menyesatkan pandangan dunia internasional. Menurut Callamard, pengurangan skala serangan militer tidak serta merta menghapus status genosida yang sedang berlangsung di lapangan.

Fakta di lapangan menunjukkan Israel masih menargetkan wilayah-wilayah yang seharusnya aman, termasuk kamp pengungsi Bureij dan Khan Younis timur. Serangan udara ini terjadi bahkan di area di mana pasukan Israel seharusnya ditarik mundur sesuai perjanjian.

Amnesty menilai Israel sengaja menciptakan kondisi kehidupan yang dirancang untuk menghancurkan fisik warga Palestina secara perlahan. Kebijakan ini terus berlanjut tanpa ada tanda-tanda langkah serius untuk memulihkan dampak kejahatan perang mereka.

“Gencatan senjata berisiko menciptakan ilusi berbahaya bahwa kehidupan di Gaza kembali normal. Namun, meskipun otoritas dan pasukan Israel telah mengurangi skala serangan mereka dan mengizinkan sejumlah kecil bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza, dunia tidak boleh tertipu, genosida Israel belum berakhir,” ujar Agnès Callamard.

2. Warga Gaza hadapi ancaman kematian perlahan

Laporan terbaru menunjukkan warga Palestina di Gaza kini menghadapi risiko kematian perlahan akibat kurangnya kebutuhan dasar. Kehancuran infrastruktur pertanian dan blokade laut yang terus berlanjut membuat warga kehilangan akses mandiri terhadap sumber makanan.

Israel dituduh masih membatasi akses bantuan kemanusiaan yang sangat vital, termasuk pasokan medis dan peralatan perbaikan infrastruktur. Padahal, Mahkamah Internasional (ICJ) telah mengeluarkan perintah agar Israel menjamin akses pasokan kemanusiaan.

Jumlah truk bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza saat ini hanya sekitar 200 unit per hari, jauh di bawah angka 600 unit yang disepakati dalam perjanjian gencatan senjata. Perbatasan Rafah yang merupakan pintu gerbang utama ke dunia luar juga masih tertutup, memaksa bantuan masuk melalui kontrol ketat Israel.

Kondisi kelaparan dan penyakit menular semakin memperparah kerentanan penduduk yang sudah menderita akibat pengepungan selama berbulan-bulan. Amnesty menekankan bahwa probabilitas kehancuran total warga Palestina di Gaza masih sangat tinggi jika kondisi ini tidak segera diubah.

“Sampai saat ini, Israel belum menyerah pada rencananya untuk melakukan pembersihan etnis di Gaza,” kata Muhammad Shehada, peneliti tamu di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR), dilansir Al Jazeera.

3. Rencana pemisahan wilayah Gaza

Di tengah situasi gencatan senjata yang rapuh, muncul laporan mengenai rencana Amerika Serikat (AS) dan Israel untuk membagi wilayah Gaza. Rencana ini mencakup pembangunan perumahan sementara di wilayah Rafah yang diduduki Israel, yang dikhawatirkan akan memisahkan Gaza menjadi dua zona berbeda, dilansir The New Arab.

Israel dan AS terus mendorong rencana pembangunan di area yang dikuasai militer Israel, sembari memblokir rekonstruksi di wilayah barat tempat mayoritas penduduk tinggal. Langkah ini memicu kritik karena dianggap sebagai upaya "Berlinifikasi" atau pemisahan paksa terhadap wilayah tersebut.

Sementara itu, puluhan pejuang Hamas masih terjebak di terowongan di sisi selatan Gaza. Hamas mendesak mediator untuk menekan Israel agar mengizinkan para pejuang tersebut keluar dengan selamat, tapi Israel justru menargetkan mereka.

“Kami menganggap Israel bertanggung jawab atas nyawa para pejuang kami dan menyerukan kepada para mediator untuk mengambil tindakan segera guna menekan Israel agar mengizinkan putra-putra kami kembali ke rumah,” ungkap Hamas dalam pernyataannya, dilansir Al Jazeera.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us

Latest in News

See More

Penerima MBG Tembus 44 Juta, Prabowo: Terima Kasih Kepala BGN

28 Nov 2025, 20:40 WIBNews