Georgia Hadapi Krisis Politik usai Pemilu Menangkan Partai Pro-Rusia

- Pemilu Georgia pada 26 Oktober 2024 dimenangkan oleh partai Georgian Dream (GD) dengan 54 persen suara, memicu protes dari rakyat dan oposisi.
- Kelompok oposisi menuduh GD melakukan kecurangan, menolak hasil pemilu, dan menyebutnya sebagai "kudeta konstitusional".
- Hasil pemilu ini mengancam hubungan Georgia dengan Uni Eropa, memperlihatkan kecenderungan GD mendekat ke Rusia, dan menimbulkan kekhawatiran atas masa depan demokrasi di negara tersebut.
Jakarta, IDN Times - Pemilu di Georgia pada Sabtu (26/10/2024) lalu, menimbulkan ketegangan baru, setelah partai Georgian Dream (GD) yang pro-Rusia kembali memimpin dengan 54 persen suara. Keputusan ini mengancam hubungan Georgia dengan Uni Eropa dan memicu kekecewaan besar dari rakyat serta oposisi.
Di tengah tuduhan kecurangan, GD yang telah berkuasa sejak 2012 menghadapi protes dari rakyat dan seruan untuk penyelidikan. Dukungan dari wilayah konservatif, bersama pengaruh pemimpin kuat Bidzina Ivanishvili, membuat situasi politik semakin panas dan meragukan masa depan integrasi Georgia dengan Eropa.
1. Ketidakpuasan rakyat terhadap hasil pemilu
Hasil pemilu ini memicu kemarahan dari kelompok oposisi pro-Barat yang menuduh GD melakukan kecurangan. Presiden Georgia, Salome Zourabichvili, yang pro-Uni Eropa, turut menyuarakan ketidakpuasan dan menyatakan bahwa hasil ini adalah operasi khusus Rusia yang merampas hak rakyat.
Dalam konferensi pers, Zourabichvili mengimbau rakyat Georgia untuk melakukan protes pada Senin (28/10/2024). “Ini adalah perampokan total suara Anda,” kata Zourabichvili, dikutip dari Reuters.
Menurut Zourabichvili, pemilu ini telah melukai aspirasi Georgia untuk bergabung dengan Uni Eropa, sebuah tujuan yang selama ini diidamkan sebagian besar masyarakat.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Georgia, yang mengumumkan kemenangan GD dengan 54 persen suara, membantah adanya kecurangan besar-besaran. Namun, dugaan intimidasi pemilih dan manipulasi suara tetap menjadi sorotan banyak pihak, termasuk kelompok pemantau internasional yang turut mengamati jalannya pemilu.
2. Tanggapan oposisi dan tuduhan kudeta konstitusional
Oposisi Georgia menolak mengakui hasil pemilu dan menyebut kemenangan GD sebagai "kudeta konstitusional. Empat partai pro-Barat yang bergabung dalam koalisi oposisi menyatakan bahwa mereka akan terus melawan hasil ini dan menuntut pemeriksaan terhadap dugaan intimidasi dan manipulasi suara yang terjadi selama pemilu.
Ketua oposisi utama, Mikheil Saakashvili, dari dalam penjara, mengimbau rakyat Georgia untuk turun ke jalan dan menolak hasil pemilu ini. “Kami tidak akan diam melihat suara rakyat dihianati,” ujarnya, dikutip dari The Guardian.
Saakashvili yang dianggap sebagai tokoh pro-Barat, mengkritik GD sebagai partai yang lebih memilih mendekat ke Rusia daripada mempertahankan aspirasi rakyat untuk bergabung dengan Eropa.
Para pengamat internasional dari OSCE menyebutkan dalam laporan awal bahwa proses pemilu menunjukkan kemunduran demokrasi di Georgia. Mereka melaporkan adanya intimidasi dan tekanan terhadap pemilih, terutama di kalangan pekerja sektor publik, yang memicu kekhawatiran atas kebebasan rakyat dalam menentukan pilihannya.
3. Tantangan bagi masa depan integrasi Uni Eropa
Hasil pemilu ini memberikan pukulan telak bagi harapan Georgia untuk bergabung dengan Uni Eropa, tujuan yang didukung hingga 80 persen masyarakatnya. GD, yang telah berkuasa sejak 2012, semakin memperlihatkan kecenderungan untuk mempererat hubungan dengan Rusia dan menjauh dari Barat. Langkah-langkah konservatif yang diambil GD dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pembatasan terhadap hak LGBTQ+, memperkuat kekhawatiran tentang masa depan demokrasi di Georgia.
Bidzina Ivanishvili, pendiri GD yang dianggap sebagai tokoh paling berpengaruh di Georgia, menyatakan kemenangan ini adalah cerminan bakat rakyat Georgia. “Jarang sekali ada negara di dunia yang partainya bisa meraih sukses seperti ini di situasi yang sulit,” ucapnya dalam pidato kemenangannya, dikutip dari CNN.
Bagi pendukungnya, kemenangan GD berarti stabilitas dan perdamaian dengan Rusia yang dianggap lebih penting daripada integrasi dengan Barat.
Beberapa pemimpin dunia memberikan selamat kepada GD, termasuk Perdana Menteri Hongaria Viktor Orbán yang merupakan sekutu lama Ivanishvili. Meski demikian, Uni Eropa mendesak adanya investigasi transparan terkait dugaan kecurangan dalam pemilu sebagai langkah untuk menjaga kepercayaan rakyat terhadap proses demokrasi.