Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hamas Bentrok dengan Klan Rival di Gaza saat Gencatan Senjata

pemandangan reruntuhan di Gaza. (pixabay.com/hosnysalah)
pemandangan reruntuhan di Gaza. (pixabay.com/hosnysalah)
Intinya sih...
  • Hamas dan klan Doghmush telah lama bermusuhan, dengan bentrokan terbaru yang menewaskan 32 anggota klan.
  • Hamas melakukan operasi untuk buru mata-mata Israel di Gaza, mengerahkan ribuan anggota untuk menjalankan kampanye ini.
  • Israel dituduh mendanai rival-rival Hamas di Gaza, termasuk Popular Forces dan Strike Force Against Terror.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pasukan keamanan Hamas terlibat bentrokan berdarah melawan klan bersenjata Doghmush di Kota Gaza. Insiden kekerasan ini pecah setelah gencatan senjata dengan Israel berlaku pada hari Minggu (12/10/2025). Menurut Kementerian Dalam Negeri Gaza, bentrokan tersebut menewaskan sedikitnya 27 orang, termasuk delapan anggota Hamas dan 19 anggota klan.

Konflik ini terjadi di lingkungan Sabra, dekat Rumah Sakit Lapangan Yordania, Kota Gaza. Hamas dinilai sedang berupaya untuk mengendalikan kembali wilayah dan mencegah kekosongan setelah penarikan tentara Israel. Sayangnya, jurnalis Palestina Saleh Aljafarawi (28) tewas saat meliput bentrokan tersebut di Sabra, dilansir Al Jazeera.

1. Hamas telah lama bermusuhan dengan klan Doghmush

Hamas telah lama menganggap Klan Doghmush sebagai salah satu rival utama yang permusuhannya sering berujung bentrokan bersenjata. Klan besar ini memiliki anggota yang tersebar di berbagai faksi politik, termasuk Hamas dan kelompok terafiliasi Otoritas Palestina (PA). Salah satu anggota klan bahkan pernah terlibat dalam penangkapan tentara Israel, Gilad Shalit, pada tahun 2008.

Bentrokan terbaru pecah setelah unit Sahem, afiliasi Kementerian Dalam Negeri Hamas, menuduh klan Doghmush membunuh pejuang Brigade Qassam. Sumber keamanan Palestina melaporkan total 32 anggota klan tewas setelah sekitar 300 pejuang Hamas menyerbu blok perumahan mereka di Sabra.

Meskipun ada laporan dari Gaza yang mengklaim Doghmush memiliki afiliasi Israel, para pemimpin klan tersebut membantah tuduhan itu. Nizar Doghmush, kepala klan di Kota Gaza, mengaku pernah menolak tawaran militer Israel untuk mengelola zona kemanusiaan pada awal Oktober. Doghmush mengklaim Israel kemudian mengebom dan menghancurkan lingkungan mereka setelah penolakan itu.

2. Hamas buru mata-mata Israel di Gaza

Hamas menggunakan operasi ini untuk mencegah kekosongan kekuasaan dan menegakkan keamanan. Pasukan keamanan Hamas terlihat kembali berpatroli dan mendirikan pos pemeriksaan. Hamas mengerahkan sekitar 7 ribu anggota untuk menjalankan operasi ini.

Operasi ini juga menargetkan mereka yang diduga terlibat dalam aksi mata-mata untuk musuh atau membantu pembunuhan anggota perlawanan. Hamas bahkan mengerahkan unit elit Nukhba dalam operasi serupa melawan keluarga Al-Majayda di Khan Younis pada awal Oktober. Kampanye ini dilakukan secara luas dari utara hingga selatan Jalur Gaza.

Untuk menstabilkan kondisi, Kementerian Dalam Negeri Hamas mengumumkan amnesti seminggu penuh bagi anggota geng kriminal. Amnesti ini berlaku mulai Senin, khusus bagi mereka yang tidak terlibat pembunuhan atau pertumpahan darah.

“Hamas tidak akan membiarkan kekosongan keamanan dan akan menjaga keselamatan serta properti publik,” tutur Ismail Al-Thawabta, kepala kantor media pemerintah Gaza, dilansir The Straits Times.

3. Israel dituduh mendanai rival-rival Hamas di Gaza

ilustrasi bendera Israel. (unsplash.com/Stanislav Vdovin)
ilustrasi bendera Israel. (unsplash.com/Stanislav Vdovin)

Israel diyakini pernah mendukung dan mendanai milisi di Gaza untuk memicu konflik internal. Salah satu kelompok tersebut adalah Popular Forces, sebuah milisi anti-Hamas yang dipimpin oleh Yasser Abu Shabab. Popular Forces menolak meletakkan senjata dan secara terbuka menentang otoritas Hamas.

Hamas menuduh Popular Forces sebagai kolaborator Israel, terutama karena dituduh menjarah bantuan kemanusiaan untuk dijual kembali. Kelompok Abu Shabab beroperasi di Rafah, wilayah selatan Gaza yang masih berada di bawah kendali militer Israel. Euronews melaporkan bahwa Israel memberikan perlindungan serta persenjataan kepada Popular Forces.

Selain itu, kelompok rival lain adalah Strike Force Against Terror, dipimpin Hussam al-Astal, yang juga bentrok dengan Hamas sebelum gencatan senjata. Al-Astal adalah mantan perwira PA yang dituduh berkolaborasi dengan Israel sejak tahun 1990-an. Pasukan keamanan Hamas telah merespons dengan keras, bahkan dilaporkan telah membunuh orang kepercayaan Abu Shabab.

“Kepada semua tikus Hamas, terowonganmu hancur, hak-hakmu tidak ada lagi. Bertobatlah sebelum terlambat, tidak ada Hamas mulai hari ini dan seterusnya,” kata Hussam al-Astal, dilansir CNN.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in News

See More

Prabowo Hadiri KTT Gaza, Indonesia Aktif Dorong Perdamaian Palestina

14 Okt 2025, 23:26 WIBNews