Hamas: Penarikan Pasukan di Netzarim Bukti Gagalnya Israel di Gaza

- Israel menarik pasukannya dari Koridor Netzarim di Gaza pada 9 Februari.
- Hamas menyatakan penarikan itu sebagai kegagalan Israel dalam mencapai tujuannya di Gaza.
- Koridor Netzarim dibuat untuk membelah Gaza dan mengontrol warga secara permanen.
Jakarta, IDN Times – Hamas mengomentari terkait penarikan pasukan Israel di Kordior Netzarim atau garis yang membelah Gaza pada Minggu (9/2/2025). Menurut kelompok tersebut, penarikan itu merupakan bentuk gagalnya Israel mencapai tujuannya di Gaza.
"Setiap upaya pasukan pendudukan untuk memaksakan kontrol militer atas Gaza dan membaginya telah gagal karena menghadapi keberanian rakyat kami,” kata juru bicara Hamas, Abdul Latif al-Qanou, dilansir Anadolu Agency.
Hamas mengklaim, kegagalan Israel adalah bukti dari kuatnya perjuangan dan keteguhan hati rakyat Palestina. Koridor Netzarim merujuk pada sebidang tanah yang memisahkan Gaza utara dari wilayah lainnya. Menurut perjanjian gencatan senjata, batas waktu penarikan pasukan adalah 9 Februari.
1. Kebohongan Netanyahu soal kemenangan Israel
Menurut Qanou, pulangnya warga Gaza ke wilayahnya dan berlanjutnya pertukaran tawanan telah membantah kebohongan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, terkait kemenangan Israel dalam konflik itu.
"Semuanya mengungkap kebohongan Netanyahu yang mengklaim telah meraih kemenangan penuh atas rakyat kami," katanya.
Israel menciptakan koridor Netzarim pada awal perang di Gaza. Koridor tersebut merupakan zona militer tertutup yang membentang dari perbatasan Israel dengan Gaza hingga Laut Tengah dan lebarnya sekitar 6 kilometer.
Al Jazeera mengungkap bahwa koridor tersebut merupakan tindakan militer strategis Israel yang memberinya akses, kontrol, dan pengawasan. Koridor tersebut diberi nama Netzarim, yakni pemukiman Israel terakhir yang ditutup di Gaza pada 2005.
"Bagi warga Palestina, ini adalah perampasan tanah lagi, koridor yang penuh sesak, serangan, dan kematian. Tentara Israel dituduh menembak dan membunuh tanpa pandang bulu siapa pun yang berani mendekat," kata Stefanie Dekker dari Al Jazeera.
2. Koridor Netzarim tak boleh dipertahankan
Mouin Rabbani, Peneliti dari Middle East Council on Global Affairs, mengatakan bahwa Koridor Netzarim dibuat untuk tujuan membelah Gaza dan mengontrol warga dengan sesuka hati. Ia mengungkap bahwa koridor tersebut tak seharusnya dipertahankan di masa depan.
“Israel tidak hanya menduduki apa yang mereka sebut Koridor Netzarim, tetapi juga menempatkan sejumlah bangunan di sana yang menunjukkan tekad mereka untuk mempertahankan kehadiran permanen di sana,” katanya.
Hani Mahmoud, jurnalis Al Jazeera, mengatakan penarikan militer Israel dari koridor tersebut merupakan harapan adanya kebebasan bergerak bagi warga Gaza. Ia juga mengatakan bahwa penarikan Israel akan membuka jalan masuknya bantuan kemanusiaan ke seluruh Gaza dengan mudah.
"Akan sangat sulit bagi warga yang mengungsi dari daerah ini untuk kembali ke rumah mereka. Sulit membayangkan di mana mereka akan tinggal di sini selain mendirikan tenda di sana-sini," katanya.
3. Trump juga bakal gagal di Gaza

Selain mengomentari terkait Koridor Netzarim, Qanou juga mengkritik rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terkait upaya merelokasi warga Gaza dari wilayahnya. Trump berencana untuk menjadikan Gaza sebagai kawasan pengembangan real estate.
“Gaza akan tetap menjadi tanah bebas yang dipertahankan oleh rakyatnya dan para pejuang perlawanan, serta akan tetap terlarang bagi penjajah dan pendudukan asing,” kata Qanou.
Pada 4 Februari, Trump mengumumkan rencana pengambilalihan Gaza dengan memindahkan seluruh warga Gaza ke negara tetangga, seperti Mesir dan Yordania. Ia mengklaim, akan mengubah Gaza menjadi Riviera di Timur Tengah.
Rencana tersebut telah ditentang keras dari negara-negara Arab, termasuk Mesir, Yordania, Iran, dan Arab Saudi. PBB juga menyatakan bahwa rencana tersebut berisiko mendorong timbulnya konflik baru di kemudian hari.