Hasil Autopsi Yahya Sinwar Belum Makan 3 Hari Sebelum Tewas

Jakarta, IDN Times - Hasil autopsi jenazah Yahya Sinwar menunjukkan bahwa pemimpin Hamas itu belum makan selama tiga hari sebelum ia terbunuh pada 16 Oktober.
Chen Kugel, direktur lembaga forensik nasional Israel, mengungkapkan bahwa salah satu jari Sinwar dipotong untuk mendapatkan sampel DNA demi memverifikasi identitasnya. Pasalnya, pentolan Hamas itu pernah dipenjara dan memiliki catatan medis.
Kugel mengatakan bahwa Sinwar sempat bertahan hidup selama beberapa jam sebelum akhirnya meninggal akibat luka tembak yang menyebabkan kerusakan otak parah. Menurut laporan media Israel, jenazahnya dipindahkan ke lokasi yang dirahasiakan usai autopsi.
1. Rincian autopsi membuktikan Israel menerapkan perang kelaparan di Gaza
Bagi banyak pihak, rincian autopsi ini membuktikan bahwa Israel telah menerapkan perang kelaparan di Gaza, sekaligus membantah klaim bahwa anggota Hamas mencuri bantuan kemanusiaan untuk mereka sendiri.
"Autopsi Sinwar mengungkapkan bahwa dia dan anak buahnya belum makan selama 72 jam sebelum kematian mereka. Menghilangkan mitos bahwa perlawanan 'mencuri bantuan'. Sinwar masih mengalahkan Israel bahkan setelah dia mati syahid," tulis salah seorang pengguna media sosial.
"Saya pikir Hamas diduga mencuri bantuan kemanusiaan?” tulis pengguna lainnya.
Sinwar menghabiskan 22 tahun di penjara Israel sebelum dibebaskan pada 2011 dalam pertukaran tahanan. Ia ditunjuk sebagai pemimpin biro politik Hamas setelah pembunuhan pendahulunya, Ismail Haniyeh, di Iran pada Juli.
Pria berusia 62 tahun itu dianggap sebagai dalang di balik serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.139 orang dan menyebakan sekitar 250 lainnya disandera. Sementara, lebih dari 43 ribu warga Palestina telah terbunuh di Jalur Gaza akibat serangan balasan Israel.
2. Sinwar rutin berkomunikasi dengan keluarga
Media Israel melaporkan bahwa istri dan anak-anak Sinwar menerima pesan tertulis darinya setidaknya sebulan sekali atau setiap enam minggu.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa Sinwar dievakuasi dari rumah yang pernah menjadi target serangan Israel melalui terowongan yang digali oleh pejuang Hamas. Ia kemudian dipindahkan ke sebuah rumah aman yang berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi awal.
Setelah itu, ia dipindahkan lagi ke lokasi lain, di mana ia bertemu dengan keponakannya, Ibrahim Mohammed Sinwar, dan seorang pemimpin Brigade Izz Al-Din Qassam bernama Rafa' Salama. Namun, ketiganya kembali berpisah ketika militer Israel terus memperluas operasinya.
Beberapa sumber mengatakan, Sinwar ditemani oleh keponakannya sepanjang perang di Jalur Gaza. Pemimpin Hamas itu juga disebut tetap berada di Rafah, Gaza selatan, selama beberapa bulan dengan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Dalam pesan terakhirnya, Sinwar memberi tahu anggota keluarganya tentang kematian keponakannya, Ibrahim. Pesan itu dilaporkan tiba dua hari setelah Sinwar terbunuh.
3. Sinwar hampir tertangkap dalam beberapa kesempatan
Menurut laporan Asharq Al-Awsat, Israel nyaris menangkap Sinwar setidaknya lima kali sebelum kematiannya. Dalam tiga kesempatan, ia berada di atas permukaan tanah, sementara pada dua kesempatan lainnya ia berada di bawah tanah.
Pemimpin Hamas itu akhirnya terbunuh dalam pertempuran dengan sekelompok tentara Israel di Rafah, Gaza selatan, pada 16 Oktober. Dalam video yang dirilis oleh militer Israel, Sinwar terlihat melemparkan sebuah tongkat ke arah drone yang sedang merekamnya dalam kondisi luka parah.
Penemuan tersebut bertentangan dengan informasi yang disebarkan oleh Israel bahwa Sinwar bersembunyi di bawah tanah dengan menggunakan sandera Israel sebagai perisai manusia.
"Dia meninggal dengan mengenakan rompi militer, berjuang dengan senapan dan granat, dan ketika terluka serta berdarah, dia berjuang dengan tongkat. Begitulah cara pahlawan meninggal," kata Adel Rajab, ayah dua anak di Gaza, dikutip dari Reuters.