Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Operasi Hizbullah ke Israel Meningkat 4 Kali pada Oktober

Bendera Hizbullah Lebanon (twitter.com/Jewish Community)
Intinya sih...
  • Hizbullah meningkatkan serangan terhadap Israel, dengan rata-rata 270 serangan per bulan.
  • 54% operasi Hizbullah ditujukan ke pemukiman dalam jarak 5 km dari perbatasan, dan pesawat tanpa awak menjadi keuntungan penting dalam perang.
  • Gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel gagal disepakati, membuat konflik ini tak dapat diprediksi.

Jakarta, IDN Times – Sebuah analisis dari lembaga pemikir Israel, Alma, mengungkap lonjakan signifikan operasi Hizbullah terhadap Israel dalam beberapa waktu terakhir. Laporan tersebut menyebut, frekuensi serangan meningkat empat kali lipat pada Oktober tahun ini.

”Hizbullah melaksanakan total 1.158 operasi terhadap Israel sepanjang bulan, yang menandai eskalasi dramatis,” lapor media Israel, Maariv, dilansir Al Mayadeen, Minggu (4/11/2024).

Peneliti Tal Barry dan Dana Pollack melaporkan, setelah menganalisis data sejak awal serangan pada Oktober 2023 hingga Oktober 2024, total ada 3.235 operasi tercatat. Ini artinya rata-rata ada sekitar 270 serangan per bulan.

"Serangan meningkat sekitar empat kali lipat dari rata-rata bulanan, yang menandakan eskalasi berbahaya yang terjadi sepanjang bulan ini," katanya.

1. Penggunaan drone sebagai instrumen perang sangat tinggi

Ilustrasi UAV (Pixabay.com/TayebMEZAHDIA)

Analisis menunjukkan bahwa 54 persen operasi ditujukan ke pemukiman yang terletak dalam jarak 5 kilometer dari perbatasan, sementara Hizbullah juga melakukan 296 serangan di luar jarak itu. Hingga saat ini, sekitar 54 warga Israel, termasuk 40 tentara, tewas.

Institut Alma juga mencatat bahwa pesawat tanpa awak Hizbullah berfungsi sebagai keuntungan penting dalam perang. Laporan itu menyatakan bahwa satu pesawat tanpa awak membawa ratusan ribu warga sipil ke tempat perlindungan dengan dapat menyerang semua lapisan pertahanan Israel.

"Dengan penggunaan satu UAV (drone) saja, Hizbullah menciptakan narasi kemenangan dan kekalahan," ungkap laporan itu.

Lembaga itu juga melaporkan setidaknya 2.291 roket dan rudal yang melintasi wilayah Israel pada bulan Oktober 2024. Namun ada beberapa operasi tambahan yang tak dihitung.

2. Konflik masih terus berlanjut

Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant (kiri), bersama Kepala IDF, Herzi Halevi (tengah), saat operasi penargetan Pemimpin Tertinggi Hizbullah, Hassan Nasrallah. (instagram.com/israeliairforce)

Pada Kamis lalu, serangan roket Hizbullah ke Israel menewaskan tujuh orang di Israel utara. Serangan itu menjadi salah satu serangan mematikan dalam beberapa bulan terakhir.

”Seorang petani Israel dan empat pekerja pertanian Thailand tewas ketika roket mendarat di dekat Metula, sebuah kota di perbatasan dengan Lebanon,” kata pejabat Israel dan Thailand, dilansir BBC.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa eskalasi konflik di Lebanon dan Israel masih terus meningkat. Pada awal pekan lalu, Sekretaris Jenderal Hizbullah yang baru dilantik, Naim Qassem, berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan pendahulunya, Hassan Nasrallah.

Nasrallah tewas dalam sebuah serangan Israel pada akhir September lalu. Terbunuhnya Nasrallah menjadi salah satu pukulan telah bagi kelompok tersebut.

3. Upaya gencatan senjata yang gagal

Kelompok Lebanon, Hizbullah mengumumkan Naim Qassem, Wakil Sekretaris Jenderal, sebagai pemimpin baru kelompok tersebut, Selasa (29/10/2024). ANTARA/Anadolu/py/am.

Di sisi lain, sinyal potensi gencatan senjata tampaknya mulai terlihat dalam konflik ini. Qassem menyatakan siap untuk gencatan senjata dengan Israel asalkan isi kesepakatan kedua pihak cocok dan dapat diterima.

"Jika Israel memutuskan untuk menghentikan agresi, kami katakan bahwa kami menerima, tetapi sesuai dengan kondisi yang kami anggap sesuai," kata Qassem dilansir Al Jazeera.

Awalnya, utusan Amerika Serikat (AS) untuk Timur Tengah, Amos Hochstein, yakin kedua pihak akan sepakat gencatan senjata sebelum pemilihan presiden AS pada 5 November. Namun kenyataan berkata lain.

Dilansir Reuters, pada 1 November tersiar kabar bahwa kedua pihak gagal menyepakati gencatan senjata. Usulan agar Hizbullah menarik total pasukannya dari perbatasan Lebanon-Israel dan digantikan dengan pasukan pemerintah Lebanon, gagal total.

Israel berniat untuk ambil bagian dalam pengerahan pasukan di sepanjang perbatasan dengan mengacu pada resolusi PBB 1701. Israel meminta kepada AS agar langkah tersebut dilaksanakan untuk menjamin keamanannya. Permintaan ini membuat kesepakatan menjadi sulit.

Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati, mengatakan, gagalnya gencatan senjata dikarenakan sikap keras kepala Israel.

"Pernyataan Israel dan sinyal diplomatik yang diterima Lebanon mengonfirmasi kekeraskepalaan Israel dalam menolak solusi yang diusulkan dan bersikeras pada pendekatan pembunuhan dan penghancuran," katanya.

Gagalnya kesepakatan ini membuat masa depan konflik Israel-Hizbullah tak dapat diprediksi. Ada kemungkinan, menurut beberapa sumber, bahwa konflik ini terus berlangsung selama berbulan-bulan ke depan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zidan Patrio
EditorZidan Patrio
Follow Us