Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Inggris Gelar Uji Klinis Perintis Pada Vaksin AstraZeneca dan Pfizer

Ilustrasi pengembangan vaksin COVID-19. (Pexels.com/chokniti-khongchum-1197604)

London, IDN Times - Pemerintah Inggris telah menggelar uji klinis perintis terhadap dua vaksin dari perusahaan AstraZeneca dan Pfizer untuk menguji apakah dengan mengganti jadwal dua suntikan aman dan efektif dalam memerangi virus COVID-19. Beberapa orang diantaranya akan menerima dua suntikan vaksin dari dua perusahaan yang berbeda. Bagaimana awal ceritanya?

1. Penelitian ini akan memakan waktu selama setahun lebih

Ilustrasi pengembangan vaksin COVID-19. (Pexels.com/polina-tankilevitch)

Dilansir dari Aljazeera.com, Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial Inggris mengatakan pada hari Kamis, 4 Februari 2021, waktu setempat bahwa pasien yang mengambil bagian dalam program senilai 7 juta poundsterling atau setara dengan Rp133,8 miliar akan segera menerima dua vaksin COVID-19 dari dua perusahaan yang berbeda untuk dosis pertama dan kedua. Proses penelitian ini akan memakan waktu selama setahun lebih dan akan menyelidiki tanggapan kekebalan pasien terhadap dosis awal vaksin Pfizer yang diikuti oleh penguat vaksin AstraZeneca, begitu juga dengan sebaliknya, dengan interval antara 4-12 minggu.

Konsorsium Evaluasi Jadwal Imunisasi Nasional Inggris (NISEC) mengawasi program di 8 lokasi penelitian, termasuk 2 diantaranya berada di London dan masing-masing 1 di Liverpool dan Oxford. Saat ini, Inggris mengikuti rejimen dosis yang sama antara dari AstraZeneca atau Pfizer, untuk program vaksinasi massal meskipun telah memperpanjang jangka waktu antara dosis pertama dan kedua menjadi 12 minggu. Vaksin Pfizer BioNTech adalah vaksin mRNA, yang menggunakan messenger mRNA untuk menghasilkan respons imun, sedangkan AstraZeneca menggunakan apa yang disebut vektor virus adenovirus untuk mentransfer antigen virus ke dalam sel inang yang bertujuan memicu respons imun.

2. Studi tersebut telah mendapat persetujuan etika dari pihak Komite Etik Riset dan Badan Pengatur Obat serta Produk Kesehatan

Ilustrasi vaksin COVID-19. (Pexels.com/artempodrez)

Menurut pemerintah Inggris, studi tersebut mendapatkan persetujuan dari pihak Komite Etik Riset dan Badan Pengatur Obat serta Produk Kesehatan. Perekrutan untuk studi tersebut akan dimulai pada hari Kamis, 4 Februari 2021, malam waktu setempat dan pemerintah Inggris mengharapkan lebih dari 800 orang untuk mengambil bagian di seluruh Inggris. Menteri Vaksin COVID-19 Inggris, Nadhim Zahawi, mengatakan ini adalah uji klinis yang sangat penting yang akan memberi bukti tentang keamanan vaksin ini bila digunakan dengan cara yang berbeda.

Jika dalam studi tersebut terdapat hasil yang menjanjikan, maka pemerintah Inggris dapat mempertimbangkan untuk meninjau pendekatan rejimen vaksin. Menurut Wakil Kepala Petugas Medis Inggris, Jonathan Van-Tam, mengatakan mengingat kemungkinan ada kendala pasokan vaksin, data yang dapat mendukung program imunisasi yang lebih fleksibel akan menjadi keuntungan tersendiri. Ia juga menambahkan bahkan kemungkinan menggabungkan dua vaksin, respon imun dapat ditingkatkan dengan memberikan tingkat antibodi yang lebih tinggi dan bertahan dalam waktu yang lebih lama.

3. Peneliti dari University of Oxford mengatakan vaksin AstraZeneca memiliki tingkat kemanjuran sekitar 66,7 persen terhadap penyakit gejala COVID-19

Ilustrasi vaksin COVID-19. (Pixabay.com/torstensimon)

Menurut para peneliti dari University of Oxford, vaksin AstraZeneca memiliki tingkat kemanjuran sebesar 66,7 persen terhadap penyakit bergejala COVID-19 mulai sekitar 2 minggu setelah suntikan kedua. Analisis baru menambahkan situs percobaan baru dan 1 bulan data baru ke dalam campuran, berdasarkan hasil sebelumnya yang diumumkan oleh AstraZeneca bahwa vaksinnya telah menunjukkan perkiraan kemanjuran sebesar 70,4 persen. Namun, penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa vaksin mungkin menawarkan perlindungan substansial setelah 1 suntikan.

Studi tersebut memperkirakan sekitar 76 persen kemanjuran hingga 3 bulan dalam satu dosis. Hal ini didasarkan pada 88 gejala infeksi yang terbagi secara tidak merata antara kelompok vaksin dan plasebo antara 22 hari dan 90 hari setelah vaksinasi. Studi tersebut juga menemukan tingkat antibodi yang relatif stabil selama jangka waktu ini, dengan penurunan minimal pada hari ke-90. Lebih lanjut lagi, peneliti menyarankan kemungkinan ada kemanjuran yang lebih tinggi dengan lebih banyak dosis. 

Di antara orang dewasa berusia 18-55 tahun, kemanjuran vaksin tampaknya meningkat ketika waktu antara suntikan diberi jarak kurang dari 6 minggu menjadi lebih dari 12 minggu. Akan tetapi, membutuhkan lebih banyak informasi untuk mengetahui seberapa besar perbedaan itu secara statistik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us