Israel Izinkan Bantuan Masuk ke Gaza dalam Jumlah Terbatas

- Israel mengizinkan pasokan makanan terbatas masuk ke Gaza setelah blokade 3 bulan
- Blokade menyebabkan risiko kelaparan bagi 2,1 juta penduduk Gaza, dengan 57 anak meninggal akibat kelaparan
- Israel melakukan operasi darat di seluruh Gaza dan menekan Hamas untuk gencatan senjata
Jakarta, IDN Times - Israel mengumumkan akan mengizinkan pasokan makanan dalam jumlah terbatas masuk ke Gaza, setelah memblokade wilayah itu selama hampir 3 bulan. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan, langkah tersebut dilakukan atas rekomendasi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk kebutuhan perluasan pertempuran yang intens.
Israel mendapat tekanan yang meningkat untuk mencabut blokadenya, yang menyebabkan terhentinya pasokan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan. Badan-badan bantuan telah memperingatkan terkait risiko kelaparan dari 2,1 juta penduduk Gaza, seiring munculnya rekaman dan laporan tentang anak-anak kurus kering yang menderita kekurangan gizi.
Netanyahu menyebut perlunya mencegah krisis kelaparan, yang menurut militernya akan membahayakan operasi lanjutan untuk mengalahkan Hamas. Pihaknya akan bekerja untuk memastikan bahwa milisi perlawanan Palestina itu tidak akan mengendalikan distribusi bantuan dan memastikan bantuan tersebut tidak sampai ke Hamas, mengutip Euro News.
1. Gaza akan jatuh ke jurang kelaparan jika Israel tidak mencabut blokadenya
Direktur Rumah Sakit di Kementerian Kesehatan Gaza, Marwan al-Hams, mengatakan bahwa sejak blokade bantuan Israel dimulai, 57 anak telah meninggal akibat kelaparan. Dia menambahkan, jumlah tersebut dapat meningkat seiring persediaan yang habis.
Menurut Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC), hampir 500 ribu warga Palestina di Gaza mengalami kekurangan pangan dalam kategori "bencana". Pakar keamanan pangan mengatakan bahwa wilayah kantong Palestina itu kemungkinan akan jatuh ke dalam jurang kelaparan jika Israel tidak mencabut blokadenya dan menghentikan kampanye militernya.
Menurut Kementerian, serangan Israel hingga saat ini telah menewaskan lebih dari 50 ribu warga Palestina, di mana sebagian besar adalah wanita dan anak-anak.
2. Rumah sakit di Gaza terpaksa berhenti beroperasi akibat serangan Israel

Pengumuman Israel muncul beberapa jam setelah pasukannya mengatakan telah memulai operasi darat yang ekstensif di seluruh Gaza. Pada Sabtu lalu, Negara Zionis itu memulai serangan baru di Gaza yang bernama Gideon's Chariots. Serangan itu bertujuan membebaskan sandera yang ditawan dan mengalahkan Hamas.
Pada Minggu, serangan Israel menewaskan lebih dari 100 orang. Serangan itu memaksa penutupan Rumah Sakit Indonesia, yang merupakan fasilitas kesehatan utama di Gaza utara.
Kementerian mengatakan, tiga rumah sakit umum di Gaza utara berhenti beroperasi di tengah meningkatnya serangan udara Israel. Staf medis di salah satu rumah sakit tersebut mengatakan bahwa tank-tank IDF telah tiba dan menembaki rumah sakit tersebut.
Kementerian menuduh Israel telah mengepung rumah sakit, memutus akses, dan secara efektif memaksa rumah sakit tersebut berhenti beroperasi. Petugas medis mengatakan bahwa tidak ada perintah evakuasi atau peringatan yang dikeluarkan sebelum serangan, dan menyebut tidak ada target militer di Rumah Sakit Indonesia, dilaporkan oleh BBC.
3. Negosiasi Israel-Hamas terus berlanjut

Dilansir France24, Netanyahu mengatakan tim negosiasinya di Qatar tengah berupaya mewujudkan setiap peluang untuk mencapai kesepakatan. Negosiasi itu mencakup pembahasan untuk mengakhiri pertempuran dengan imbalan pembebasan 58 sandera yang tersisa, pengusiran Hamas dari Gaza, dan pelucutan senjata di wilayah tersebut.
Israel menekan Hamas untuk menyetujui gencatan senjata sementara yang akan membebaskan sanderanya dari Gaza. Namun, milisi perlawanan Palestina itu menginginkan penarikan penuh pasukan Israel dan jalan untuk mengakhiri perang sebagai bagian dari kesepakatan apa pun. Pihaknya juga menolak untuk meninggalkan Gaza atau melucuti senjata.
Sejak Israel mengakhiri gencatan senjata sebelumnya, Kementerian Kesehatan Gaza mencatat hampir 3 ribu orang telah tewas. Itu meningkatkan rasa frustrasi Negara Zionis itu karena sejumlah orang menolak untuk mengikuti dinas militer. Para warga juga menggelar unjuk rasa menuntut kesepakatan untuk membebaskan semua sandera dan mengakhiri perang.