Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jepang Ingin Bicara dengan Korut, Kim Jong Un Cuek!

Sanae Takaichi mengisi acara di Prefektur Fukuoka (x.com/@takaichi_sanae)
Sanae Takaichi mengisi acara di Prefektur Fukuoka (x.com/@takaichi_sanae)
Intinya sih...
  • Kasus penculikan warga Jepang belum terselesaikan, dengan 17 warga diculik dan hubungan diplomatik kedua negara masih beku.
  • Perdana Menteri Takaichi berjanji terobosan diplomatik selama masa jabatannya, mencari dukungan dari AS dan China untuk menuntaskan persoalan ini.
  • Pyongyang belum membuka pintu diplomasi dengan Tokyo, menolak segala bentuk kontak dengan Jepang dan baru bersedia berdialog dengan AS jika syarat tertentu terpenuhi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, diketahui telah mengusulkan pertemuan puncak dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, sejak hari pertamanya menjabat pada 21 Oktober 2025. Namun hingga kini, Pyongyang belum memberikan respons apa pun terkait ajakan tersebut. Informasi ini diungkap sumber pemerintahan pada Selasa (4/11/2025), sehari setelah Takaichi menyampaikan niatnya dalam acara di Tokyo yang menuntut pemulangan warga Jepang yang diculik Korea Utara puluhan tahun silam.

“Kami sudah menyampaikan kepada Korea Utara keinginan kami untuk mengadakan pertemuan puncak,” katanya, dikutip dari CNN.

Juru Bicara Kabinet Utama, Minoru Kihara, yang juga menangani isu penculikan, menuturkan bahwa Tokyo terus menjalin komunikasi dengan Pyongyang lewat berbagai jalur tanpa mengungkap isi pembicaraan. Ia menegaskan pemerintah berkomitmen mengupayakan pemulangan seluruh korban sesegera mungkin.

1. Kasus penculikan warga Jepang belum pernah terselesaikan

ilustrasi bendera Jepang (unsplah.com/Colton Jones)
ilustrasi bendera Jepang (unsplah.com/Colton Jones)

Dilansir dari Anadolu Agency, Pemerintah Jepang mencatat ada 17 warganya yang diculik oleh Korea Utara pada era 1970-an hingga 1980-an. Namun, otoritas Jepang menduga jumlah sebenarnya bisa jauh lebih banyak. Lima orang telah berhasil dipulangkan pada Oktober 2002 setelah pertemuan bersejarah antara Perdana Menteri Junichiro Koizumi dan pemimpin Korea Utara saat itu, Kim Jong Il, di Pyongyang.

Koizumi sempat kembali mengunjungi Korea Utara pada 2004, tetapi sejak saat itu belum ada lagi pertemuan tingkat tinggi antar kedua negara. Pyongyang bersikeras bahwa kasus penculikan telah tuntas, dengan dalih sebagian korban meninggal akibat kecelakaan atau bunuh diri. Sementara itu, Jepang tetap menilai isu ini belum selesai karena banyak korban belum ditemukan.

Hubungan diplomatik kedua negara pun masih beku hingga kini. Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2014 menyebut penculikan tersebut merupakan bagian dari operasi pelatihan mata-mata Korea Utara, mempertegas kompleksitas kasus yang belum terselesaikan itu.

2. Takaichi janjikan terobosan diplomatik selama masa jabatannya

Pertemuan Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi (kanan) dan Presiden AS, Donald Trump (kiri)
Pertemuan Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi (kanan) dan Presiden AS, Donald Trump (kiri). (x.com/@WhiteHouse)

Takaichi dikenal sebagai sosok konservatif yang keras dalam urusan keamanan, meneladani gaya almarhum mentornya, Shinzo Abe. Sejak dilantik, ia telah dua kali menemui keluarga korban penculikan untuk mendengar langsung aspirasi mereka. Dalam salah satu pertemuan publik, ia menegaskan tekad untuk melanjutkan misi Abe.

“Saya ingin para pemimpin saling berhadapan langsung dan mencapai hasil konkret,” katanya.

Ia berjanji akan mencari terobosan diplomatik untuk menuntaskan persoalan ini selama masa pemerintahannya. Pekan lalu, Takaichi juga meminta dukungan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam isu penculikan dan membahas situasi Semenanjung Korea dengan Presiden China Xi Jinping. China sebagai sekutu utama Korea Utara dinilai dapat memainkan peran penting dalam memengaruhi sikap Pyongyang.

3. Pyongyang belum buka pintu diplomasi dengan Tokyo

Kim Jong-Un Bertemu Presiden Donald Trump di Singapura, 12 Juni 2018
Kim Jong-Un Bertemu Presiden Donald Trump di Singapura, 12 Juni 2018. (Shealeah Craighead, Public domain, via Wikimedia Commons)

Dilansir dari Kyodo News, harapan dialog masih samar karena Kim Yo Jong, adik Kim Jong Un, sempat menolak segala bentuk kontak dengan Jepang lewat pernyataan pada Maret 2024. Menurut laporan Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS), Kim Jong Un baru bersedia berdialog dengan AS jika syarat tertentu terpenuhi, kemungkinan setelah latihan militer gabungan AS-Korea Selatan pada Maret 2026.

Trump sebelumnya telah bertemu Kim Jong Un sebanyak tiga kali pada periode 2018–2019, tetapi pembicaraan denuklirisasi tak membuahkan hasil. Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari 2025, Trump kerap memuji pertemuan itu dan menegaskan kesiapannya melanjutkan diplomasi.

Korea Utara sempat mempersiapkan secara diam-diam kemungkinan pertemuan puncak dengan AS di sela forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) pekan lalu di Korea Selatan. Namun, rencana itu batal terlaksana, memperlihatkan betapa rapuhnya prospek diplomasi di kawasan tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us

Latest in News

See More

KPK Periksa Eks Pejabat Kemenkeu soal Dugaan Korupsi Proyek Jalan Mempawah

06 Nov 2025, 18:11 WIBNews