Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jumlah Siswa Daftar Ujian Perguruan Tinggi China Menurun, Kenapa?

Ilustrasi bendera China. (unsplash.com/CARLOS DE SOUZA)
Ilustrasi bendera China. (unsplash.com/CARLOS DE SOUZA)
Intinya sih...
  • Ujian gaokao di China dimulai, siswa berjuang keras untuk masuk perguruan tinggi
  • Komitmen pemerintah China terhadap pendidikan dan HAM dengan menerapkan teknologi canggih
  • Banyak pelajar China beralih belajar dari AS ke Jepang akibat konflik Beijing-Washington dan pandemik COVID-19
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ujian masuk perguruan tinggi nasional China atau gaokao dimulai pada Sabtu (7/6/2025) hingga 9 Juni. Kementerian Pendidikan mengatakan sekitar 13,35 juta siswa mendaftar untuk ujian tahun ini. Namun, jumlah tersebut 70 ribu lebih sedikit dari jumlah tertinggi tahun lalu.

Media negara itu mengatakan bahwa penurunan tersebut berkaitan dengan menyusutnya populasi kaum muda dan meningkatnya jumlah pelajar yang menempuh pendidikan tinggi di luar negeri.

Pada 2023, rasio siswa SMA China yang melanjutkan ke pendidikan tinggi mencapai lebih dari 60 persen. Jumlah tersebut dua kali lipat dari satu dekade lalu, dilansir NHK News.

1. Penerapan gaokao di China

Di ibu kota Beijing, lalu lintas dibatasi di sekitar lokasi ujian, di mana orang tua dan relawan terlihat mengantar peserta ujian. Di daerah Wenshang, Provinsi Shandong, lebih dari 40 taksi dilaporkan akan menawarkan tumpangan gratis kepada para peserta ujian dan orang tua mereka di daerah tersebut, setelah menunjukkan tiket masuk.

Seorang siswa laki-laki mengatakan bahwa ia belajar hingga larut malam setiap hari. Ia menambahkan, ujian akan baik-baik saja asalkan ia tidak merasa gugup, kendati ia sedikit gugup. Sementara, seorang ibu mengatakan bahwa ia mengharapkan hasil yang baik karena ia ingin anaknya menjadi pegawai negeri atau pengacara.

"Gaokao mengingatkan kita bahwa kerja keras harus diakui. Upaya dan fokus yang dilakukan siswa saat ini, akan berdampak positif pada masa depan mereka," kata Lu Bin, orang tua siswa di Shanghai, dikutip dari Global Times.

Dalam beberapa tahun terakhir, persaingan untuk masuk ke perguruan tinggi dan universitas yang menguntungkan untuk mencari pekerjaan telah meningkat. Ini dikarenakan ekonomi telah melambat.

Gaokao memiliki makna yang luar biasa di Negeri Tirai Bambu. Ujian ini merupakan titik awal yang nyata, di mana menjadi jalur yang paling adil dan paling dapat diandalkan bagi siswa dari jutaan keluarga biasa untuk mencapai mobilitas sosial ke atas.

2. Komitmen pemerintah China terhadap pendidikan dan HAM

Potret Tiananmen Square di kota Beijing, China. (unsplash.com/Nick Fewings)
Potret Tiananmen Square di kota Beijing, China. (unsplash.com/Nick Fewings)

Selain itu, ujian ini menjadi aksi nyata dari komitmen China terhadap kesetaraan pendidikan dan hak asasi manusia (HAM), yang mencerminkan prinsip-prinsip kesetaraan sejak lahir dan keadilan dalam kesempatan. Untuk memastikan prinsip ini dijalankan, berbagai daerah telah memperkenalkan teknologi canggih.

Menurut CCTV News, Provinsi Jiangxi akan menerapkan sistem pengawasan real-time yang didukung kecerdasan buatan (AI) untuk semua 567.100 pendaftar. Perilaku tidak pantas oleh pengawas, seperti salah menangani kertas ujian atau berlama-lama di dekat kandidat, juga akan terdeteksi. Teknologi serupa telah diadopsi di provinsi Guangdong dan Hubei.

Kementerian Pendidikan juga telah menerapkan layanan khusus untuk siswa dengan kebutuhan khusus. Tahun ini, kertas ujian Braile dirancang spesial untuk 16 kandidat tunanetra. Dilaporkan, pasa peserta ujian tersebut diberikan waktu 1,5 kali lebih lama dari durasi ujian biasanya.

Selain itu, lebih dari 14 ribu kandidat penyandang disabilitas akan mendapatkan manfaat dari langkah-langkah dukungan, seperti ujian cetak besar dan bimbingan pribadi.

3. Imbas konflik Beijing-Washington, pelajar China beralih belajar dari AS ke Jepang

Ilustrasi bendera Amerika Serikat (kiri) dan bendera China. (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
Ilustrasi bendera Amerika Serikat (kiri) dan bendera China. (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Amerika Serikat (AS) merupakan tujuan paling populer. Namun, jumlah warga China yang belajar di sana menurun di tengah ketegangan antara Beijing-Washington, setelah pandemik COVID-19. Institut Pendidikan Internasional mengatakan, sekitar 277 ribu warga negara China belajar di AS pada tahun ajaran 2023-2024. Jumlah tersebut turun hampir 100 ribu, dibandingkan dengan tahun ajaran 2019-2020.

Bulan lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan akan mencabut visa bagi pelajar China. Ini termasuk mereka yang memiliki hubungan dengan Partai Komunis China.

Alhasil, banyak pelajar China lebih memilih ke Jepang untuk belajar. Menurut Japan Student Services Organization, ada lebih dari 123 ribu mahasiswa China pada tahun ajaran 2024-2025. Angka tersebut 8 ribu lebih banyak dari tahun sebelumnya dan menjadi proporsi terbesar dari orang asing yang belajar di Jepang. Kedekatan geografis dan biaya akademik yang relatif rendah menjadi salah satu faktor peningkatan tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us