Jurnalis internasional Desak Akses ke Gaza usai Gencatan Senjata

- Media internasional andalkan jurnalis Palestina di Gaza untuk informasi
- Sejumlah organisasi dan kantor berita ternama juga keluarkan tuntutan serupa
- Israel mulai tarik pasukan dari beberapa wilayah di Gaza
Jakarta, IDN Times - Sebuah organisasi yang mewakili media internasional di Israel dan wilayah Palestina mendesak Tel Aviv untuk segera memberikan akses bagi jurnalis ke Gaza setelah diumumkannya gencatan senjata.
Dalam pernyataan yang dirilis pada Jumat (10/10/2025), Asosiasi Pers Asing (FPA) mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas dalam perang di Gaza.
“Dengan terhentinya pertempuran, kami memperbarui seruan mendesak kami kepada Israel untuk segera membuka perbatasannya dan mengizinkan media internasional mengakses Jalur Gaza secara bebas dan independen,” kata organisasi yang mewakili ratusan jurnalis asing tersebut, dikutip dari Al Arabiya.
FPA menambahkan bahwa pada 23 Oktober mendatang, Mahkamah Agung dijadwalkan akan mendengarkan petisi mereka yang selama 2 tahun terakhir menuntut akses ke Gaza.
1. Media internasional selama ini andalkan jurnalis Palestina di Gaza untuk informasi
Sejak 7 Oktober 2023, Israel telah melarang jurnalis internasional memasuki Gaza untuk meliput perang. Hanya segelintir yang diizinkan masuk, dan itu pun di bawah pengawasan ketat militer melalui tur yang diselenggarakan oleh pasukan mereka.
Media internasional selama ini mengandalkan jurnalis Palestina di Gaza, serta komunikasi dengan warga sipil, staf lembaga kemanusiaan dan tenaga medis. Menurut Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), sebanyak 197 jurnalis dan pekerja media Palestina tewas akibat serangan Israel selama 2 tahun terakhir, menjadikan mereka sebagai kelompok yang paling berisiko di dunia, dikutip dari The Guardian.
Israel secara konsisten membantah telah dengan sengaja menargetkan para jurnalis. Sebaliknya, militernya mengakui telah membunuh mereka, termasuk jurnalis Al Jazeera, Anas al-Sharif, yang dituduh Israel sebagai kepala sel teroris.
2. Sejumlah organisasi dan kantor berita ternama juga keluarkan tuntutan serupa
Selain FPA, sejumlah organisasi internasional lainnya juga telah menuntut akses ke Gaza selama perang berlangsung. Pada Juli 2025, beberapa kantor berita besar, seperti AFP, AP, BBC dan Reuters, mengeluarkan pernyataan bersama yang menekankan pentingnya akses media internasional untuk memastikan peliputan yang akurat. Sebelumnya, pada Juli 2024, CPJ bersama lebih dari 70 organisasi media dan masyarakat sipil juga mendesak Israel untuk memberikan akses independen bagi jurnalis internasional.
Pada Februari 2024, lebih dari 30 organisasi media, termasuk The Guardian, menandatangani surat yang menuntut perlindungan bagi jurnalis Gaza. Pekan ini, Asosiasi Jurnalis Arab dan Timur Tengah (AMEJA) merilis pernyataan yang mendesak Israel untuk membebaskan jurnalis asal Amerika Serikat (AS), Emily Wilder, yang ditahan setelah ikut dalam armada kemanusiaan ke Gaza.
3. Israel mulai tarik pasukan dari beberapa wilayah di Gaza
Pada Jumat, Israel resmi mengumumkan gencatan senjata dan mulai menarik pasukannya dari beberapa wilayah di Gaza sebagai bagian dari rencana 20 poin Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang.
Penarikan tersebut menandai dimulainya tenggat waktu 72 jam bagi Hamas untuk membebaskan seluruh sandera yang masih ditahan di Gaza. Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan 250 tahanan Palestina yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, dan 1.700 warga Gaza yang ditahan sejak serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang saat ini.
Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, serangan militer dan blokade Israel telah menewaskan sedikitnya 67.211 warga Palestina dan melukai 169.961 lainnya. Konflik ini juga memicu kelaparan meluas dan menghancurkan hampir seluruh wilayah tersebut hingga tidak lagi layak huni.