[KALEIDOSKOP 2021] 5 Negara yang Dikudeta Kelompok Bersenjata

Jakarta, IDN Times - Kudeta atau penggulingan pemerintahan yang sah di sejumlah negara terjadi sepanjang 2021, mulai dari Asia Tenggara hingga Afrika.
Pada dasarnya, kudeta merupakan bagian dari dinamika politik di dalam negeri, sehingga komunitas internasional tidak bisa berbuat banyak karena akan melanggar prinsip kedaulatan dan nonintervensi.
Namun dalam beberapa kasus, kudeta bersambut pertumpahan darah. Hal itu terjadi saat kudeta dilakukan oleh kelompok bersenjata. Salah satunya, kudeta di Myanmar yang saat ini sudah memakan lebih dari seribu korban.
Nah, berikut IDN Times sajikan deretan kudeta yang dilakukan oleh kelompok bersenjata, baik itu militer negara atau fraksi bersenjata nonnegara sepanjang 2021!
1. Kudeta Myanmar yang didalangi oleh junta militer

Pada 1 Februari 2021, junta atau fraksi militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Presiden Win Myint dan penasihat negara Aung San Suu Kyi. Pemimpin kudeta adalah panglima tertinggi militer Jenderal Min Aung Hlaing.
Junta berdalih kudeta yang mereka lakukan konstitusional karena bertujuan menyelamatkan negara dari pemimpin yang memenangkan pemilu 2020 dengan kecurangan. Suu Kyi dan Win Myint ditetapkan sebagai tahanan rumah dan dijerat dengan berbagai pasal pidana.
Kudeta ini disambut gelombang protes di seluruh negeri. Bentrokan antara demonstran dengan aparat telah menewaskan lebih dari seribu warga sipil. Kini, konflik internal terjadi antara National Unity Government (NUG) atau pemerintah bayangan dari kelompok sipil dengan junta.
Min Aung Hlaing mengangkat dirinya sebagai Perdana Menteri sementara Myanmar dan menjanjikan pemilu demokratis pada Agustus 2023.
2. Kudeta menolak periode ketiga presiden di Republik Guinea

Republik Guinea merupakan salah satu negara di Afrika Barat yang terletak di pantai Atlantik. Kudeta di Guinea terjadi saat negara itu dipimpin oleh Alpha Conde, presiden pertama di negara itu yang terpilih secara demokratis pada pemilu 2020.
Konstitusi Guinea mengizinkan seorang presiden untuk terpilih sebanyak dua kali dengan masa jabatan 5 tahun. Kemudian pada 2020, Conde mengubah konstitusi tersebut sehingga dia bisa mencalonkan diri untuk periode ketiga.
Tak terima dengan keputusan Conde mengubah konstitusi secara sepihak, kepala pasukan khusus Guinea yang dipimpin oleh Kolonel Mamady Dambouya melancarkan kudeta. Dambouya menentang periode ketiga Conde. Dia pun berjanji untuk mengubah sistem politik di Guinea dan membentuk pemerintahan transisi.
3. Kudeta kedua dalam 9 bulan terakhir di Mali

Kudeta di Mali terjadi pada 24 Mei 2021, berselang 9 bulan setelah pemerintahan yang dikudeta melancarkan kudeta.
Pada 18 Agustus 2020, Bah Ndaw yang merupakan mantan Menteri Pertahanan dan tokoh militer melancarkan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Ibrahim Boubacar. Dia akhirnya turun jabatan setelah demo berbulan-bulan dan diduga terlibat dalam berbagai skandal korupsi. Bah Ndaw menjabat sebagai Presiden Mali ad-interim.
Kemudian, pada 24 Mei 2021, pemerintahan Bah Ndaw dikudeta oleh Wakil Presiden Assimi Goita. Di antara pejabat yang ditangkap pada kudeta tersebut adalah Bah Ndaw, Perdana Menteri Mochtar Ouane, dan Menteri Pertahanan Souleymane Doucoure.
Kudeta terjadi karena ada salah satu pejabat yang menentang perombakan pemerintahan. Goita yang menjabat sebagai pemimpin Mali berjanji akan mengadakan pemilu pada 2022.
4. Kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan Afghanistan

Perebutan kekuasaan secara paksa juga terjadi di Afghanistan pada 15 Agustus 2021, ketika Taliban berhasil melengserkan Presiden Ashraf Ghani. Taliban berhasil merebut ibu kota Kabul tanpa perlawanan dari pihak militer. Adapun Ghani melarikan diri ke luar negeri.
Taliban berhasil menguasai negeri dengan menaklukkan satu per satu distrik di Afghanistan. Kebangkitan fraksi Islam itu bersamaan dengan momen Amerika Serikat (AS) dan NATO menarik pasukannya dari Afghanistan, mengakhiri operasi yang telah berlangsung selama 20 tahun.
Kini, Afghanistan dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Hasan Akhund dan Deputi Perdana Menteri Abdul Ghani Baradar. Adapun pemimpin tertinggi Afghaistan berada di bawah kekuasaan pemimpin agama Taliban, Hibatullah Akhundzada.
5. Drama kudeta di Sudan

Kudeta juga terjadi Sudan pada 25 Oktober 2021. Kudeta dilakukan oleh militer di bawah kepemimpinan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, untuk melengserkan kekuasaan Perdana Menteri Abdullah Hamdok dari kelompok sipil.
Kudeta ini merupakan buah dari konflik pascakudeta yang sebelumnya terjadi pada 2019. Kala itu, Presiden Sudan Omar al-Bashir dikudeta dan pemerintahan transisi sepakat untuk membentuk Dewan Kedaulatan Sudan. Di antara kesepakatan dewan tersebut adalah memilih Hamdok sebagai perdana menteri sementara dan berjanji akan melakukan pemilu pada 2023.
Militer kemudian berbalik menentang Hamdok karena dinamika di Dewan Kedaulatan Sudan yang berusaha membatasi kekuasaan kelompok bersenjata. Hamdok dan sejumlah menterinya ditetapkan sebagai tahanan rumah.
Setelah beberapa minggu menjadi tahanan rumah, menariknya adalah militer dan kelompok sipil berhasil membuat kesepakatan. Hamdok kembali diangkat sebagai perdana menteri.