Kelompok Muslim AS Kecewa dengan Kabinet Trump Pro-Israel

- Pemimpin Muslim AS kecewa dengan kabinet Trump yang didominasi tokoh pro-Israel.
- Senator Marco Rubio, Mike Huckabee, dan Elise Stefanik masuk dalam kabinet Trump sebagai pendukung Israel.
- Kontroversi muncul terkait riwayat beberapa calon menteri Trump, termasuk kasus pelecehan seksual dan dugaan perdagangan manusia.
Jakarta, IDN Times - Pemimpin Muslim Amerika Serikat (AS) kecewa dengan kabinet baru Donald Trump yang didominasi tokoh pro-Israel. Kekecewaan ini disuarakan setelah Trump mengumumkan sejumlah nama yang akan mengisi pos-pos penting dalam pemerintahannya.
Dukungan komunitas Muslim telah membantu Trump memenangi sejumlah negara bagian kunci, termasuk Michigan. Para pemimpin Muslim mendukung Trump sebagai protes atas dukungan pemerintahan Biden terhadap serangan Israel ke Gaza dan Lebanon.
"Trump menang karena kami, dan kami tidak senang dengan pilihannya untuk Menteri Luar Negeri dan posisi lainnya," ungkap Rabiul Chowdhury, salah satu pendiri Muslims for Trump, dilansir Reuters, Minggu (17/11/2024).
Rexhinaldo Nazarko, direktur eksekutif American Muslim Engagement and Empowerment Network (AMEEN), mengatakan pemilih Muslim berharap Trump akan memilih pejabat kabinet yang bekerja untuk perdamaian. Namun, harapan tersebut tidak terlihat dalam komposisi kabinet yang diumumkan.
1. Tokoh-tokoh pro-Israel dalam kabinet Trump
Trump memilih Senator Partai Republik, Marco Rubio sebagai calon Menteri Luar Negeri. Rubio dikenal sebagai pendukung kuat Israel yang menolak seruan gencatan senjata di Gaza. Rubio bahkan menyebut Hamas sebagai organisasi teroris. Ia juga mengklaim gencatan senjata hanya akan membuat Hamas lebih kuat.
Trump juga menunjuk Mike Huckabee, mantan Gubernur Arkansas, sebagai duta besar AS untuk Israel. Huckabee merupakan tokoh konservatif yang mendukung pendudukan Israel di Tepi Barat. Ia menganggap solusi dua negara untuk Palestina tidak dapat dilaksanakan. Huckabee juga dikenal memiliki kedekatan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah Netanyahu.
Pilihan kontroversial lainnya adalah Elise Stefanik sebagai duta besar AS untuk PBB. Stefanik pernah mengecam PBB sebagai sarang antisemitisme karena mengkritik kematian warga sipil di Gaza. Melansir Al Mayadeen, ia bahkan memimpin upaya membungkam suara pro-Palestina di kampus-kampus.
Stefanik sebelumnya juga mengkritik keputusan Presiden Joe Biden yang menghentikan pengiriman ribuan bom ke Israel. Ia berpendapat Amerika bisa terancam serangan seperti kejadian 7 Oktober jika Israel tidak diberi senjata untuk mencapai kemenangan total.
2. Kekecewaan komunitas Muslim AS
Hassan Abdel Salam, mantan profesor University of Minnesota dan pendiri gerakan Abandon Harris, menilai kebijakan Trump terlalu condong ke Israel. Meski komunitas Muslim selalu skeptis, ia mengaku pilihan kabinet Trump bahkan lebih ekstrem dari yang dikhawatirkan.
Para pendukung Muslim Trump sebelumnya menaruh harapan besar pada Richard Grenell, mantan direktur sementara intelijen nasional AS. Grenell telah melakukan pendekatan intensif ke komunitas Muslim dan Arab-Amerika selama berbulan-bulan. Bahkan, ia sempat digadang-gadang sebagai calon potensial untuk posisi Menteri Luar Negeri AS.
"Kabinet pemerintahan ini dipenuhi oleh kelompok neokonservatif dan tokoh-tokoh pro-Israel yang mendukung perang. Ini adalah kegagalan Trump terhadap gerakan perdamaian," ujar Nazarko.
Massad Boulos, mertua dari Tiffany Trump yang keturunan Lebanon, juga berulang kali bertemu dengan para pemimpin Arab-Amerika dan Muslim. Keduanya menjanjikan bahwa Trump adalah kandidat perdamaian yang akan segera mengakhiri perang di Timur Tengah. Namun setelah terpilih, kedua tokoh ini tidak bisa dihubungi untuk dimintai konfirmasi.
Trump telah mengunjungi kota-kota dengan populasi Arab Amerika dan Muslim yang besar, termasuk Dearborn yang mayoritas penduduknya Arab. Trump menyebut Muslim for Trump sebagai gerakan indah yang memperjuangkan perdamaian dan stabilitas.
3. Beberapa tokoh Muslim AS masih optimis pada Trump

Beberapa pendukung Muslim Trump masih merasa optimis. Bill Bazzi, walikota Dearborn Heights yang mendukung Trump, mengatakan ia masih yakin Trump akan bekerja untuk mengakhiri perang.
Rola Makki dari Partai Republik Michigan juga menyampaikan hal senada. Ia mengingatkan bahwa di bawah pemerintahan Biden telah terjadi kematian 50 ribu warga Palestina dan 3 ribu warga Lebanon.
"Tidak semua orang akan senang dengan orang pilihan Trump, tapi yang terpenting adalah hasilnya," ujar Makki.
Kabinet Trump juga dihadapkan pada kontroversi lain terkait riwayat beberapa kandidatnya.
Pete Hegseth, calon Menteri Pertahanan AS, memiliki catatan kasus pelecehan seksual yang diselidiki polisi California pada 2017. Meski tidak berujung tuntutan hukum, masalah ini membuat kepala staf Trump, Susie Wiles, harus mengadakan pembicaraan khusus dengannya.
Sementara itu, Calon Jaksa Agung AS, Matt Gaetz sedang menghadapi investigasi terkait dugaan perdagangan manusia selama dua tahun terakhir. Kasus ini termasuk tuduhan bahwa ia pernah terlibat dalam tindakan seksual dengan seorang anak berusia 17 tahun.
FBI juga dilaporkan telah menghentikan proses pemeriksaan latar belakang beberapa calon menteri Trump yang kontroversial. Padahal, pemeriksaan ini penting untuk mengetahui apakah para calon memiliki catatan kriminal atau masalah lain yang bisa membatalkan pencalonan mereka.