Korsel-AS Kecam Peluncuran Rudal Korut di Tengah Kunjungan Blinken

Jakarta, IDN Times - Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS) mengecam peluncuran rudal balistik Korea Utara (Korut), yang bertepatan dengan pembicaraan antara Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken dan Menlu Korsel Cho Tae-yul di Seoul pada Senin (6/1/2025). Kedua negara juga sepakat akan menanggapi provokasi Pyongyang dengan tegas, dilansir NHK News.
Peluncuran ini dilakukan sekitar dua minggu menjelang pelantikan Presiden terpilih AS, Donald Trump, pada 20 Januari. Insiden tersebut juga menandai provokasi rudal pertama Korut tahun ini.
Provokasi rudal terakhir yang dilakukan oleh Pyongyang adalah ketika pihaknya menembakkan beberapa rudal balistik jarak pendek ke Laut Timur pada 5 November tahun lalu. Saat itu, bertepatan dengan pemilihan presiden AS.
1. Korsel mengklaim bahwa peluncuran tersebut bukan jenis uji coba rudal baru
Menurut Kepala Staf Gabungan (JCS) Korsel, Korut menembakkan rudal balistik hipersonik jarak menengah yang diduga diluncurkan dari wilayah Pyongyang pada Senin, sebelum jatuh ke laut lepas di pantai timur.
Rudal tersebut terbang selama kurang dari 10 menit ke arah pulau tak berpenghuni di lepas pantai Provinsi Hamgyong Utara sebelum jatuh ke laut.
Dilaporkan, rudal tersebut jarak tempuhnya kurang dari jarak tempuh rudal balistik jarak menengah (IRBM) yang diketahui antara 3-5 ribu km, dipandang sebagai perpanjangan dari uji coba rudal hipersonik jarak menengahnya yang ditembakkan pada Januari dan April tahun lalu.
"Itu bukan jenis rudal yang benar-benar baru," kata pejabat militer Korsel, dikutip dari Korea Herald.
2. Korsel akan melawan provokasi Korut
Sementara itu, JCS menyatakan bahwa pihaknya secara dini memantau peluncuran rudal Korut dan berkomunikasi erat dengan AS dan Jepang terkait informasi tentang provokasi terbaru.
Militer Korsel mengutuk keras peluncuran rudal Korut sebagai provokasi yang secara serius mengancam perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea. Seoul juga akan melawan provokasi tersebut berdasarkan postur pertahanan bersama Korsel-AS.
Kantor Kepresidenan Korsel, yang mengalami kekosongan kepemimpinan setelah pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol bulan lalu, mengadakan rapat darurat tak lama setelah peluncuran proyektil terdeteksi. Mereka membahas langkah-langkah untuk melawan situasi seputar peluncuran rudal Korut.
Kantor tersebut berjanji bahwa pemerintah akan mempertahankan sikap siaga penuh untuk melawan segala provokasi dari Pyongyang.
3. Korut menunjukkan kekuatannya kepada Korsel dan sekutunya

Seorang pakar mengatakan bahwa waktu peluncuran terbaru Korut tersebut tidak hanya bertepatan dengan peristiwa diplomatik dan politik besar, tetapi juga menjelang tenggat waktu rencana lima tahun pemimpin Korut Kim Jong Un untuk mengembangkan ilmu pertahanan dan sistem persenjataan yang diumumkan pada akhir 2021.
"Uji coba terbaru ini menunjukkan keinginan Pyongyang untuk mempercepat kemajuan dalam program terkait," kata Yang Moo-jin, presiden Universitas Studi Korea Utara.
"Dengan jangkauan 1.100 km, fokusnya adalah pada provokasi di semenanjung dan terhadap pasukan AS yang ditempatkan di Okinawa. Ini merupakan sebuah pertunjukan kekuatan Korut di semenanjung untuk melihat reaksi dari Korsel, AS, dan Jepang secara keseluruhan," sambungnya.
Pada April 2024, Korut mengklaim bahwa pihaknya telah berhasil menembakkan IRBM yang dilengkapi hulu ledak hipersonik. Seoul menyebut peluncuran Pyongyang tersebut tidak berhasil, meski negara itu telah membuat kemajuan dalam rencananya untuk mengembangkan senjata yang lebih canggih.
Pyongyang meluncurkan rudal hipersonik berbahan bakar padat pertama yang diklaimnya pada Januari tahun lalu. Menurut para ahli, hulu ledak semacam itu dapat melaju dengan kecepatan lebih dari lima kali kecepatan suara atau sekitar 6.200 km per jam.