Korsel Cabut Izin 7 Ribu Dokter yang Lakukan Mogok Kerja

Jakarta, IDN Times - Korea Selatan akan menangguhkan izin sekitar 7 ribu dokter yang menolak untuk kembali bekerja. Sekitar 9 ribu dokter residen dan magang, atau sekitar 70 persen dari total dokter di negara tersebut, telah berhenti bekerja sejak 20 Februari.
Hal itu dilakukan untuk memprotes rencana penambahan mahasiswa kedokteran sebanyak 2 ribu orang mulai tahun depan, dari yang awalnya 3.058 orang.
“Tindakan ini tidak dapat diubah,” kata Wakil Menteri Kesehatan Kedua, Park Min-soo, pada Senin (4/3/2024).
Dia menambahkan, hukuman tersebut akan meninggalkan catatan permanen yang dapat mempengaruhi karier mereka di masa depan.
“Pemerintah bermaksud melakukan penyelidikan di lapangan untuk menemukan pelanggaran, yang akan ditindaklanjuti dengan tanggapan berdasarkan hukum dan prinsip," sambungnya.
1. Pemerintah mulai lakukan inspeksi di rumah sakit
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Cho Kyoo-hong mengatakan, pihak berwenang akan mulai menginspeksi rumah sakit untuk mengambil langkah hukum terhadap para calon dokter yang belum mengakhiri pemogokan.
Pihak berwenang telah memperingatkan para dokter magang bahwa mereka dapat dikenakan sanksi administratif dan hukum, termasuk penangguhan izin medis, denda atau hukuman penjara apabila tidak kembali bekerja pada akhir bulan lalu.
“Mulai hari ini, kami berencana melakukan inspeksi di tempat untuk memastikan dokter peserta pelatihan yang belum kembali, dan mengambil tindakan sesuai hukum dan prinsip tanpa pengecualian,” kata Cho Kyoo-hong dalam jumpa pers yang disiarkan televisi.
"Harap diingat bahwa dokter yang belum kembali mungkin mengalami masalah serius dalam jalur karier pribadinya," tambah dia.
2. Pasien khawatir pengobatan terganggu akibat pemogokan dokter
Hingga saat ini, hanya ada sedikit tanda-tanda kedua pihak mau mengalah. Pada Minggu (3/3/2024), ribuan dokter mengadakan unjuk rasa besar-besaran untuk menentang imbauan resmi pemerintah supaya dokter magang kembali bekerja. Aksi tersebut diselenggarakan oleh Asosiasi Medis Korea (KMA), yang mewakili praktisi swasta.
Asosiasi Medis Dunia, kelompok yang mewakili para dokter, pada Minggu mengatakan bahwa mereka mengecam keras tindakan pemerintah Korea Selatan yang dituding membungkam suara para pemimpin KMA. Mereka menegaskan bahwa dokter berhak melakukan tindakan kolektif, termasuk pemogokan.
Sementara itu, para pasien di rumah sakit besar di Seoul mengatakan bahwa mereka khawatir dengan dampak kebuntuan berkepanjangan terhadap pengobatan mereka.
“Saya akan sangat cemas jika saya harus menjalani operasi transplantasi ginjal, namun tidak ada dokter yang tersedia," kata Lee Hye-ji, seorang pasien dialisis ginjal berusia 37 tahun, kepada Reuters.
“Dokter pertama-tama harus kembali dan meyakinkan pasien dan keluarga mereka, dan kemudian berdialog dengan pemerintah,” kata pasien lainnya, dengan nama belakang Song.
3. Korsel hadapi kekurangan tenaga medis
Pemerintah mengatakan bahwa rencana untuk meningkatkan jumlah mahasiwa kedokteran sebanyak dua ribu orang mulai 2025 diperlukan untuk mengatasi kekurangan tenaga medis, terutama di daerah pedesaan dan bidang spesialis, seperti bedah berisiko tinggi, pediatri, dan kebidanan.
Pada 2022, populasi Korea Selatan yang berjumlah 52 juta jiwa hanya memiliki 2,6 dokter per seribu orang. Angka ini jauh di bawah rata-rata negara-negara Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yaitu sebesar 3,7.
Rencana penambahan dokter ini sangat populer di kalangan masyarakat. Jajak pendapat Gallup Korea baru-baru ini menunjukkan bahwa sekitar 76 persen responden mendukungnya, terlepas dari afiliasi politik mereka.
Namun para dokter muda yang melakukan protes mengatakan bahwa pemerintah harus memperhatikan gaji dan kondisi kerja terlebih dahulu, sebelum mencoba menambah jumlah dokter.