Mali Minta Pasukan Misi Perdamaian PBB Pergi karena Dinilai Gagal

Jakarta, IDN Times - Kementerian Luar Negeri Mali meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menarik pasukan Misi Stabilisasi Terintegrasi Multidimensi PBB di Mali (MINUSMA). Permintaan itu disampaikan dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, pada Jumat (16/6/2023).
Operasi MINUSMA dimulai sejak 2013 untuk membantu melawan para pemberontak yang mencoba mengambil alih kekuasaan negara sejak 2012. Namun, kehadiran pasukan perdamaian dianggap gagal mengatasi masalah keamanan. Mandat misi tersebut akan berakhir pada 30 Juni.
1. Kehadiran pasukan MINUSMA dianggap menimbulkan masalah

Dilansir DW, permintaan untuk menarik operasi MINUSMA disampaikan Menteri Luar Negeri Mali Abdoulaye Diop pada pertemuan Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat. Dia menyampaikan bahwa kehadiran pasukan perdamaian menimbulkan ketegangan dengan masyarakat.
"MINUSMA tampaknya telah menjadi bagian dari masalah dengan memicu ketegangan masyarakat yang diperburuk oleh tuduhan yang sangat serius yang sangat merusak perdamaian, rekonsiliasi, dan kohesi nasional di Mali," kata Diop.
Dia menambahkan bahwa tindakan misi perdamaian tersebut telah menciptakan perasaan tidak percaya di antara penduduk Mali.
Diop mengatakan pemerintahnya bersedia bekerja sama dengan PBB. Namun, Mali telah menolak semua opsi yang diajukan Sekretaris Jenderal Antonio Guterres untuk mengubah mandat misi tersebut.
Pada Januari, Guterres mengusulkan tiga amandemen terhadap misi tersebut. Proposal termasuk penambahan personel dan penarikan pasukan. Pemimpin PBB itu akhirnya memilih jalan tengah.
2. Hubungan Mali dengan pasukan perdamaian memburuk

Mali saat ini dipimpin oleh Kolonel Assimi Goita. Dialah yang memimpin militer melakukan kudeta pada 2020, diikuti oleh kudeta kedua sembilan bulan kemudian.
Sejak Goita merebut kekuasaan, hubungan dengan komunitas internasional menjadi tegang. Sebagian juga karena junta militer bekerja sama dengan tentara bayaran dari Grup Wagner Rusia, yang terlibat dalam perang melawan Ukraina.
Pakar PBB baru-baru ini mengatakan bahwa pasukan Mali dan Wagner telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam beberapa bulan terakhir, Mali telah membatasi kemampuan penjaga perdamaian untuk beroperasi, dan negara-negara seperti Benin, Jerman, Swedia, Pantai Gading, dan Inggris mengumumkan untuk menarik pasukannya.
Pada Agustus 2022, otoritas Mali mengusir Olivier Salgado, Juru Bicara MINUSMA, dan memerintahkan penangguhan sementara pasukan perdamaian. Pada Februari, junta militer menyatakan seorang pejabat senior misi penjaga perdamaian sebagai persona no grata, yang membuatnya harus meninggalkan negara itu dalam waktu 48 jam.
3. Penarikan pasukan dianggap sebagai upaya militer untuk tetap berkuasa

Kepala MINUSMA El Ghassim Wane telah menanggapi permintaan Diop, dengan mengatakan hampir tidak mungkin untuk mempertahankan misi tanpa persetujuan negara tuan rumah.
Dilansir Associated Press, Jeffrey DeLaurentis, perwakilan Amerika Serikat di PBB dalam pertemuan Dewan Keamanan, mengatakan bahwa Washington dangat frustrasi dengan pembatasan berkelanjutan Mali terhadap kebebasan bergerak dan akses untuk operasi MINUSMA.
Laith Alkhouri, CEO Intelonyx Intelligence Advisory, yang menyediakan analisis intelijen, mengungkapkan kekhawatirannya atas permintaan Mali. Dia mengatakan tuntutan itu tampaknya merupakan hasil dari aspirasi junta untuk tetap memegang erat kekuasaan, serta sebagai tanggapan atas tekanan publik yang meningkat setelah berbagai protes.
Namun, banyak penduduk Mali mengatakan pasukan penjaga perdamaian tidak membawa stabilitas.
“Apa yang saya lihat adalah meskipun ada (PBB), kami tidak memiliki perdamaian,” kata Mohamed Sissoko, penduduk di ibu kota Bamako.