Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mantan Presiden Tunisia Dihukum Penjara 8 Tahun atas Tuduhan Provokasi

Mantan Presiden Tunisia Moncef Marzouki (commons.wikimedia.org)

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Tunisia menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara kepada mantan Presiden Moncef Marzouki secara in-abstia pada Jumat (23/2/2024), atas tuduhan menyerang keamanan negara dan menghasut warga Tunisia untuk saling bermusuhan.

Marzouki, yang menjabat sebagai presiden dari 2011 hingga 2014, tinggal di Prancis dan tidak hadir pada sidang tersebut. 

Mohamed Zitouna, juru bicara pengadilan Tunis, mengatakan bahwa putusan itu didasarkan pada pernyataan Marzouki yang menyertakan hasutan dalam pidatonya di Paris, dilansir Reuters.

1. Vonis kedua bagi Marzouki

Vonis tersebut merupakan hukuman kedua yang diterima oleh Marzouki. Ia sebelumnya dijatuhi hukuman empat tahun penjara secara in absensia pada 2021, setelah meminta Prancis untuk mengakhiri dukungannya terhadap Presiden Tunisia saat ini, Kais Saied.

Sejak November 2021, ia telah menjadi sasaran surat perintah penangkapan Tunisia. Saied sendiri menyebutnya sebagai musuh Tunisia dan telah mencabut paspor diplomatiknya.

2. Marzouki sebut Saied sebagai diktator yang harus digulingkan

Saied, yang terpilih secara demokratis pada 2019, memulai tindakan keras pada  2021. Dia memecat perdana menteri, membubarkan parlemen, menahan tokoh oposisi dan mendorong perubahan konstitusi untuk memberikan dirinya lebih banyak kekuasaan.

Sejak itu, Marzouki pun meningkatkan kritiknya terhadap presiden Saied, dengan menyebutnya sebagai diktator yang harus digulingkan. Namun, Saied mengklaim tindakannya itu diperlukan untuk menyelamatkan Tunisia dari kekacauan selama bertahun-tahun.

3. Banyak tokoh oposisi telah ditangkap

Sebagian besar pemimpin oposisi ditangkap sejak tahun lalu, termasuk Rached Ghannouchi, ketua partai Islam Ennahda, dan Abir Moussi, pemimpin Konstitusi Bebas.

Pihak berwenang juga menahan tokoh oposisi terkemuka Jawher Ben Mbarek, Khayam Turki, Ghazi Chaouachi, Issam Chabbi, Abdelhamid Jalasi dan Ridha Belhaj atas tuduhan berkomplot melawan keamanan negara.

Pihak oposisi menuduh Saied memberangus pers dan menerapkan pemerintahan otoriter. Mereka juga mengatakan bahwa perubahan konstitusi yang dilakukannya telah menghancurkan demokrasi yang dibangun setelah revolusi tahun 2011.

Namun, Saied menolak tuduhan tersebut dan menyebut para pengkritiknya sebagai penjahat, pengkhianat dan teroris. Ia memperingatkan bahwa hakim mana pun yang membebaskan mereka akan dianggap bersekongkol dengan mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us