China Hadapi Tantangan Ekspor Akibat Penurunan Permintaan AS

- China mengalami perlambatan pertumbuhan ekspor ke angka terendah dalam enam bulan, naik 4,4 persen dibanding tahun sebelumnya, lebih rendah dari perkiraan median para ekonom.
- Pengiriman barang China ke AS turun drastis sebanyak 33 persen pada Agustus 2025, menandai bulan kelima berturut-turut dengan penurunan dua digit.
Jakarta, IDN Times - Data terbaru dari Administrasi Umum Bea Cukai China menunjukkan pertumbuhan ekspor China pada Agustus 2025 melambat ke angka terendah dalam enam bulan. Angka ini dipengaruhi oleh penurunan pesanan dari Amerika Serikat (AS) yang semakin tajam, mempengaruhi kinerja ekspor negara.
Secara keseluruhan, penjualan barang China ke luar negeri pada Agustus 2025 tercatat naik 4,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai 322 miliar dolar AS (Rp5,2 kuadriliun). Meski masih mencatat kenaikan, angka ini lebih rendah dari perkiraan median para ekonom yang memprediksi pertumbuhan 5,5 persen.
1. Perlambatan ekspor China pada Agustus 2025

Administrasi Umum Bea Cukai China merilis data resmi yang menunjukkan ekspor China naik 4,4 persen pada Agustus 2025 dibandingkan tahun lalu. Pertumbuhan ini merupakan yang paling lambat sejak Februari 2025, dan lebih rendah dari 7,2 persen yang dicapai pada Juli 2025. Kinerja ini juga gagal memenuhi ekspektasi pasar yang mengantisipasi kenaikan 5,5 persen.
"Momentum bisnis dalam mempercepat pengiriman menjelang potensi tarif tinggi AS mulai mengendur, mempengaruhi laju ekspor keseluruhan," kata seorang analis, dilansir CNBC.
Data tersebut mengindikasikan bahwa perlambatan ini sebagian disebabkan oleh efek pembanding statistik yang tinggi dari tahun lalu ketika ekspor meningkat sangat tajam. Di sisi lain, impor China juga tumbuh lambat, hanya naik 1,3 persen dari tahun lalu, jauh di bawah prediksi 3 persen akibat melemahnya permintaan domestik.
2. Dampak penurunan pesanan dari AS

Pada Agustus 2025, China dan AS sepakat memperpanjang gencatan tarif selama 90 hari. AS mempertahankan tarif sekitar 30 persen untuk barang-barang impor dari China, dan China juga mempertahankan tarif sekitar 10 persen untuk barang impor dari AS. Kesepakatan ini dibuat agar kedua negara punya waktu lebih banyak untuk berdiskusi dan mengurangi ketegangan dagang.
Data terbaru menunjukkan pengiriman barang China ke AS turun drastis sebanyak 33 persen pada Agustus 2025, menandai bulan kelima berturut-turut dengan penurunan dua digit. Hal ini berdampak signifikan terhadap keseluruhan pertumbuhan ekspor China.
"Pengiriman kontainer China ke AS turun 24,9 persen dalam 15 hari menjelang 3 September dibandingkan periode sama tahun lalu, menunjukkan tekanan yang terus berlangsung pada pasar AS," kata seorang analis dari Citi, dilansir Economic Times.
Sementara itu, China sedang mencoba mengalihkan ekspornya ke pasar Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin, namun konsumsi pasar AS masih yang terbesar dengan volume lebih dari 400 miliar dolar AS (Rp6,5 kuadriliun) per tahun.
3. Kondisi ekonomi domestik dan prospek ke depan

Data juga mengindikasikan tantangan domestik yang berkontribusi pada perlambatan impor, seperti penurunan sektor properti dan ketidakpastian pasar tenaga kerja yang menurunkan daya beli konsumen China. Hal ini menghambat permintaan barang impor sehingga pertumbuhan hanya 1,3 persen.
Selain itu, para analis mengamati potensi stimulus fiskal tambahan pada kuartal keempat untuk mendorong permintaan domestik dan mengimbangi lemahnya ekspor.
"Tekanan dari kebijakan perdagangan AS yang tidak menentu dan lemahnya permintaan dalam negeri menjadi ujian besar bagi model ekonomi China yang bergantung pada ekspor, sehingga dibutuhkan dukungan fiskal lebih lanjut," kata seorang ekonom dari Yahoo Finance.