Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

OECD Peringatkan Korsel Soal Krisis Populasi 60 Tahun Mendatang 

Ilustrasi bendera Korea Selatan (Unsplash.com/Daniel Bernard)
Ilustrasi bendera Korea Selatan (Unsplash.com/Daniel Bernard)

Jakarta, IDN Times – Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memperingatkan Korea Selatan (Korsel) terkait proyeksi penduduk negara itu 60 tahun mendatang. Dengan angka fertilitas 0,72 anak per wanita, jumlah penduduk Korsel bakal menurun hingga setengahnya pada 2082.

”Angka kesuburan Korsel sebesar 0,72 anak per wanita pada 2023 merupakan yang terendah di dunia,” lapor Harian The Chosun, mengutip laporan OECD.

OECD merilis laporannya pada Rabu (5/3/2025). Laporan berjudul “Korea’s Unborn Future: Understanding Low-Fertility Trends” itu merupakan yang pertama membahas terkait angka kelahiran rendah di Korsel.

1. Biaya pendidikan tinggi hingga masalah jam kerja jadi penyebab utama

OECD mengaitkan angka kelahiran yang sangat rendah di Korsel dengan tingginya biaya pendidikan swasta. Banyak orangtua menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk pendidikan swasta. Sementara, biaya tersebut meningkat seiring dengan jumlah anak yang menyebabkan angka kelahiran yang lebih rendah.

Selain itu, jam kerja yang panjang, fleksibilitas yang terbatas dalam jadwal kerja, dan kesulitan menyeimbangkan kehidupan kerja dan keluarga disebut-sebut sebagai faktor yang berkontribusi terhadap penurunan angka kelahiran.

OECD mencatat bahwa banyak perempuan menghadapi pilihan antara keluarga dan karier, sementara laki-laki sering diharapkan menjadi pencari nafkah tunggal. Hal ini menimbulkan stres bagi laki-laki dan perempuan yang memengaruhi kebahagiaan dan pendapatan keluarga mereka.

2. Sebanyak 58 persen populasi Korsel bakal didominasi lansia

Laporan OECD juga menunjukkan bahwa orang yang berusia 65 tahun atau lebih diperkirakan akan mewakili sekitar 58 persen dari total populasi pada 2082.

Rasio ketergantungan lansia demikian diperkirakan meningkat dari 28 persen menjadi 155 persen. Artinya satu orang usia kerja perlu menafkahi 1,5 orang lansia.

Dilansir Anadolu Agency, Korsel telah menjadi negara “super-age” sejak 2023 lalu. Sebanyak 20 persen penduduknya berusia 65 tahun atau lebih. Negara tersebut terus menghadapi tantangan terkait dengan populasi lansianya.

OECD kemudian merekomendasikan agar usia kerja lansia bisa diperpanjang. Survei yang dilakukan oleh Korsel pada 2023 menemukan bahwa 70 persen orang berusia 55-79 tahun ingin terus bekerja, namun usia pensiun rata-rata hanya 52,7 tahun.

3. OECD sarankan Korsel permudah pekerja lokal hingga asing

Ilustrasi bendera Korea Selatan (Unsplash.com/Daniel Bernard)
Ilustrasi bendera Korea Selatan (Unsplash.com/Daniel Bernard)

OECD juga menyarankan agar layanan penitipan anak nasional lebih ditingkatkan. Peningkatan akses ke penitipan anak yang berkualitas akan membantu mendorong orang tua untuk memiliki lebih banyak anak.

Selain itu, organisasi tersebut menyerukan perbaikan pada sistem cuti orang tua berbayar, yang saat ini memiliki kelayakan terbatas dan pemanfaatan rendah. Meskipun penting dalam mengatasi masalah fertilitas, kebijakan cuti orang tua menerima sebagian kecil dari anggaran terkait kelahiran.

”Sebagian besar dana dialokasikan untuk perumahan, yang berdampak kurang langsung pada tingkat kelahiran,” kata OECD.

Namun, yang tak kalah pentingnya, Korsel harus menerima lebih banyak tenaga kerja asing dengan menghapus hambatan visa bagi pekerja terampil dan meningkatkan kondisi kerja bagi pekerja berketerampilan rendah.

Laporan tersebut memproyeksikan bahwa dengan meningkatkan usia kerja, imigrasi, dan menaikkan angka kesuburan menjadi 1,1 anak per wanita, PDB Korea Selatan dapat tumbuh sebesar 12 persen pada tahun 2070.

4. Apa yang telah dilakukan Korsel sejauh ini?

Ilustrasi penduduk di Seoul, Korea Selatan. Foto diunggah 24 Agustus 2020. (unsplash.com/Markus Winkler)
Ilustrasi penduduk di Seoul, Korea Selatan. Foto diunggah 24 Agustus 2020. (unsplash.com/Markus Winkler)

Dilansir Al Jazeera, Korsel telah menghabiskan lebih dari 360 triliun won (Rp4,06 kuadriliun) untuk program-program seperti subsidi pengasuhan anak sejak 2006. Sejak 2022, orangtua juga telah diberikan pembayaran tunai sebesar dua juta won untuk setiap kelahiran anak.

Mulai tahun ini, kota Seoul juga berencana untuk memberikan 1 juta won kepada pasangan pengantin baru yang mendaftarkan pernikahan mereka di ibu kota.

Peraturan baru juga akan memberikan hak kepada ayah untuk mendapatkan cuti ayah berbayar selama 20 hari.

Sebelum pemakzulannya pada Desember 2024, Presiden Yoon Suk Yeol juga mengumumkan krisis demografi nasional. Ia berencana untuk membentuk kementerian baru yang dikhususkan untuk mengatasi angka kelahiran yang rendah.

Langkah-langkah tersebut meliputi peningkatan tunjangan cuti orang tua, penerapan jam kerja yang fleksibel, hingga perpanjangan batas usia untuk pengurangan jam kerja bagi orang tua yang memiliki anak kecil. Pemerintah juga siap memberikan subsidi bagi pengusaha yang mempekerjakan pengganti sementara bagi karyawan yang sedang menjalani cuti orangtua.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zidan Patrio
EditorZidan Patrio
Follow Us