Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Populasi China Turun Tiga Tahun Berturut-turut, Ancam Prospek Ekonomi!

ilustrasi kerumunan orang (unsplash.com/Joseph Chan)
ilustrasi kerumunan orang (unsplash.com/Joseph Chan)

Jakarta, IDN Times - China melaporkan bahwa populasi negaranya mengalami penurunan selama tiga tahun berturut-turut pada 2024, dengan jumlah kematian yang melebihi angka kelahiran. Para ahli memperingatkan bahwa tren tersebut akan berlangsung semakin cepat di tahun-tahun mendatang.

Biro Statistik Nasional mengungkapkan jumlah total penduduk di China turun 1,39 juta menjadi 1,408 miliar pada 2024. Populasi Negeri Tirai Bambu itu diperkirakan akan menyusut menjadi 1,36 miliar pada 2035, jumlah yang belum pernah terjadi sejak 2012.

Meski demikian, jumlah total kelahiran pada 2024 berada di angka 9,54 juta dibandingkan 9,02 juta pada 2023. Angka itu meningkat menjadi 6,77 kelahiran per 1.000 orang dibandingkan tahun sebelumnya 6,39 per 1.000 orang. Sementara itu, jumlah kematian masih mencatatkan angka di atas kelahiran, yakni sebesar 10,93 juta, turun dari 11,1 juta dari tahun sebelumnya.

Menurut para ahli demografi, peningkatan angka pernikahan sebesar 12,4 persen pada 2023 telah menyebabkan peningkatan jumlah kelahiran pada 2024. Namun, angka tersebut diperkirakan akan turun pada 2025. Pernikahan adalah indikator utama angka kelahiran di China, mengutip Reuters.

1. Tantangan demografi mengancam prospek ekonomi China

Dilansir Bloomberg, tantangan demografis China dikhawatirkan dapat merugikan prospek ekonomi negara karena berkurangnya angkatan kerja yang memberikan tekanan pada pertumbuhan. Selain itu, bertambahnya populasi lansia juga akan menambah tekanan pada sistem pensiun yang kekurangan dana.

Akademi Ilmu Pengetahuan China yang dikelola pemerintah mengatakan sistem pensiun akan kehabisan dana pada 2035. Data menunjukkan bahwa sekitar 22 persen populasi negara tersebut atau 310,31 juta orang berada pada usia pensiun, yakni 60 tahun ke atas pada 2024. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 400 juta pada 2035.

Beijing telah menerapkan langkah-langkah baru untuk secara bertahap menaikkan usia pensiun wajib. Pihaknya menaikkan usia pensiun dari 60 menjadi 63 tahun bagi laki-laki, 55 menjadi 58 tahun bagi perempuan yang menduduki posisi manajerial dan teknis, serta 55 tahun bagi semua pekerja perempuan lainnya.

Perekonomian Negeri Tirai Bambu berhasil tumbuh di angka 5 persen pada 2024, sesuai dengan prediksi pemerintah. Namun, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan akan terus melambat di tahun-tahun mendatang.

2. Alasan anak muda China enggan memiliki anak

Kota Terlarang (Forbidden City), Beijing, China. (unsplash.com/Ling Tang)
Kota Terlarang (Forbidden City), Beijing, China. (unsplash.com/Ling Tang)

Tingginya biaya perawatan anak dan pendidikan, serta ketidakpastian pekerjaan dan perlambatan ekonomi, telah membuat banyak anak muda China enggan menikah dan memulai keluarga. Diskriminasi gender dan ekspektasi tradisional terhadap perempuan untuk mengurus rumah turut memperburuk masalah ini.

Angka kelahiran di China telah menurun selama beberapa dekade sebagai akibat dari kebijakan satu anak yang diterapkan dari 1980 hingga 2015.  Pesatnya urbanisasi turut berkontribusi, di mana biaya untuk memiliki anak menjadi lebih mahal. Pada 2024, Beijing mencatat 10 juta lebih orang atau 67 persen urbanisasi, naik hampir 1 persen dibandingkan 2023.

"Sebagian besar penurunan populasi China berakar pada alasan struktural yang mengakar. Tanpa transformasi struktural yang mendasar, mulai dari peningkatan jaring pengaman sosial hingga penghapusan diskriminasi gender, tren penurunan populasi tidak dapat diubah," kata asisten profesor sosiologi di Universitas Michigan, Yun Zhou.

3. Serangkaian langkah pemerintah mengatasi tantangan demografi

bendera China. (unsplash.com/Dominic Kurniawan Suryaputra)
bendera China. (unsplash.com/Dominic Kurniawan Suryaputra)

Beijing telah meluncurkan serangkaian langkah pada 2024 untuk meningkatkan angka kelahiran. Pada Desember, China mendesak perguruan tinggi untuk mengintegrasikan pernikahan dan pendidikan cinta ke dalam kurikulum mereka dengan tujuan menekankan pandangan positif tentang pernikahan, cinta, kesuburan, dan keluarga.

Pada November, dewan negara bagian atau kabinet menggalang pemerintah daerah untuk mengarahkan sumber daya guna memperbaiki krisis populasi China dan menyebarkan rasa hormat terhadap melahirkan anak dan pernikahan pada usia yang tepat.

Pada Oktober, Beijing berjanji untuk memberikan dukungan yang lebih baik kepada keluarga dengan banyak anak, termasuk dengan membantu perumahan, layanan kesehatan, dan pekerjaan. Namun, serangkaian dorongan pemerintah tersebut hanya berdampak sementara, dikutip dari Associated Press.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us