Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pakistan Peringatkan Taliban soal Ancaman Perang Sipil di Afghanistan

Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan. twitter.com/PakPMO
Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan. twitter.com/PakPMO

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Pakistan Imran Khan memperingatkan ancaman perang sipil di Afghanistan, jika Taliban gagal membentuk pemerintahan yang inklusif di negara tersebut.

Khan khawatir perang saudara akan memicu krisis kemanusiaan yang berujung lonjakan pengungsi. Hal itu ia soroti karena stabilitas dan keamanan Pakistan sangat bergantung pada situasi di Afghanistan, sebagai negara tetangganya.

"Jika mereka tidak memiliki pemerintahan yang inklusif, dan secara bertahap terjadi perang saudara jika mereka tidak memasukkan semua faksi (dalam kabinet), cepat atau lambat akan berdampak juga kepada Pakistan,” kata Khan pada Selasa (21/9/2021) dikutip dari BBC.

1. Pakistan khawatir terorisme bangkit jika perang saudara terjadi di Afghanistan

Ilustrasi teroris (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi teroris (IDN Times/Mardya Shakti)

Jika perang saudara terjadi, Khan khawatir Afghanistan akan menjadi surganya para teroris, ketakutan yang selama ini diwanti-wanti komunitas internasional sejak Taliban kembali ke tampuk kekuasaan.

“Afghanistan yang tidak stabil dan kacau adalah tempat yang ideal untuk teroris, karena tidak ada kontrol. Dan itulah kekhawatiran kami. Terorisme (bangkit) dari tanah Afghanistan dan krisis kemanusiaan atau perang sipil terjadi, itu masalah bagi kami,” ulas dia.

Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, menolak berbagai tuduhan yang menyebut penguasa de facto Afghanistan itu masih berhubungan dengan Al Qaeda atau ISIS. Dia juga berjanji, tidak akan ada serangan terhadap negara ketiga dari Afghanistan yang terkait dengan gerakan terorisme.

"Kami tidak melihat siapa pun di Afghanistan yang ada hubungannya dengan Al Qaeda. Kami berkomitmen pada fakta bahwa tidak akan ada bahaya terhadap negara mana pun dari Afghanistan,” kata Mujahid, sebagaimana dilaporkan Reuters.

"ISIS yang ada di Irak dan Suriah tidak ada di sini. Namun, mungkin saja beberapa warga Afghanistan telah mengadopsi mentalitas ISIS, yang merupakan fenomena yang tidak didukung oleh rakyat," sambung dia.

2. Taliban menagih pengakuan internasional

Tentara Taliban terlihat di salah satu alun-alun utama kota di Kabul, Afghanistan, Rabu (1/9/2021). ANTARA FOTO/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS.
Tentara Taliban terlihat di salah satu alun-alun utama kota di Kabul, Afghanistan, Rabu (1/9/2021). ANTARA FOTO/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS.

Beberapa saat lalu, Pakistan juga mengusulkan supaya Taliban merombak kabinet sementara yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Hasan Akhund. Sama seperti negara lain, Pakistan tidak melihat postur kabinet yang inklusif dan belum melibatkan perempuan, masih didominasi oleh etnis Pashtun.  

Menanggapi seruan Pakistan, salah seorang pemimpin Taliban Mohammad Mobeen mengatakan, kelompok tersebut memiliki kuasa penuh untuk membangun kabinetnya sendiri tanpa intervensi negara asing.

“Kami sudah mendapatkan kebebasan. Seperti Pakistan, kami berhak untuk memiliki sistem kami sendiri," kata Mobeen dikutip dari Al Jazeera.

Kemudian, Mujahid menambahkan, rezim itu akan mengatasi persoalan hak asasi manusia setelah komunitas internasional memberi pengakuan resmi.

“Selama kami tidak diakui, dan mereka membuat kritik (atas pelanggaran hak) kami pikir itu adalah pendekatan sepihak. Akan baik bagi mereka untuk memperlakukan kami secara bertanggung jawab dan mengakui pemerintah kami saat ini sebagai pemerintahan yang bertanggung jawab,” ujar Mujahid.

3. Pakistan serukan komunitas internasional hentikan pemblokiran aset Afghanistan

Seorang anak yang mengungsi dari provinsi bagian selatan, yang meninggalkan rumah akibat peperangan antara Taliban dengan aparat keamanan Afghanistan, tidur di taman umum yang digunakan sebagai penampungan di Kabul, Afghanistan, Selasa (10/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/FOC.
Seorang anak yang mengungsi dari provinsi bagian selatan, yang meninggalkan rumah akibat peperangan antara Taliban dengan aparat keamanan Afghanistan, tidur di taman umum yang digunakan sebagai penampungan di Kabul, Afghanistan, Selasa (10/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/FOC.

Pada Senin (20/9/2021), Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mahmood Qureshi, menyerukan komunitas internasional mengakhiri pemblokiran atas aset keuangan Afghanistan senilai miliaran dolar AS. Pakistan juga berharap dunia bisa membedakan persoalan kemanusiaan dan persoalan politik dalam menanggapi situasi terkini di Afghanistan.

"Di satu sisi, Anda mengumpulkan dana segar untuk mencegah krisis, dan di sisi lain uang milik mereka tidak bisa mereka gunakan," kata Qureshi, merujuk pada Konferensi Jenewa yang menghasilkan komitmen bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan senilai 1,2 miliar dolar AS (sekitar Rp17,1 triliun).

Menurut Qureshi, membuka akses keuangan bukan berarti mengakui pemerintahan Taliban.

"Saya pikir membekukan aset tidak membantu situasi. Saya sangat mendesak kekuatan yang ada bahwa mereka harus meninjau kembali kebijakan. Ini akan menjadi langkah membangun kepercayaan juga dan itu juga bisa mendorong perilaku positif," tambahnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us