Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PBB: Serangan Israel ke RS Ibu di Gaza Adalah Genosida

anak-anak Gaza. (unsplash.com/Mohammed Ibrahim)
anak-anak Gaza. (unsplash.com/Mohammed Ibrahim)

Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut Israel melakukan genosida melalui serangan ke fasilitas kesehatan reproduksi di Jalur Gaza. Temuan ini terungkap dalam laporan hasil investigasi sepanjang 49 halaman yang dirilis pada Kamis (13/3/2025).

Laporan tersebut merupakan hasil penyelidikan Komisi Independen Internasional PBB untuk Wilayah Palestina yang Diduduki. Komisi ini telah melakukan dengar pendapat publik di Jenewa pada 11-12 Maret 2025 dari korban, saksi, tenaga medis, dan berbagai ahli.

Tim investigasi PBB mengkategorikan tindakan Israel sebagai dua jenis genosida berdasarkan Statuta Roma dan Konvensi Genosida. Pertama, serangan yang sengaja menciptakan kondisi membahayakan nyawa warga Palestina. Kedua, tindakan yang sengaja menghambat proses kelahiran bayi Palestina.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membantah temuan dalam laporan tersebut.

"Dewan HAM PBB telah lama terbukti sebagai sirkus anti-Israel yang korup, mendukung teror, serta tidak relevan," kata Netanyahu, dilansir Al Jazeera. 

1. Israel hancurkan fasilitas kesehatan ibu

Israel menghancurkan Pusat IVF Al-Basma, klinik kesuburan utama Gaza pada Desember 2023. Serangan ini memusnahkan sekitar 4 ribu embrio dari fasilitas yang biasa melayani hingga 3 ribu pasien per bulan. Tim investigasi PBB menyatakan tidak ada bukti bahwa gedung tersebut digunakan untuk keperluan militer.

Pasukan Israel juga memblokir masuknya obat-obatan ke Gaza, termasuk pasokan untuk kehamilan dan persalinan. Pemblokiran ini menyebabkan kematian ibu hamil akibat komplikasi yang seharusnya bisa dicegah.

Menurut laporan tersebut, serangan ke rumah sakit bersalin dan fasilitas kesehatan reproduksi dilakukan secara sistematis. Akibatnya, perempuan Gaza kehilangan akses ke layanan kesehatan ibu dan anak yang vital.

Ketua Komisi PBB, Navi Pillay, menyampaikan temuan dampak jangka panjang serangan tersebut.

"Pelanggaran ini tidak hanya menyebabkan penderitaan fisik dan mental saat ini, tapi menghancurkan masa depan reproduksi warga Palestina sebagai kelompok," tutur Pillay.

2. Pasukan Israel melakukan kekerasan seksual sistematis

Laporan juga mengungkap aksi pasukan Israel yang menjadikan kekerasan seksual sebagai prosedur operasi standar. Kekerasan ini meliputi pemaksaan telanjang di publik, pelecehan seksual, dan ancaman pemerkosaan, dilansir The Guardian.

Pejabat sipil dan militer Israel disebut memberikan perintah eksplisit maupun dorongan implisit untuk tindakan tersebut. Praktik serupa juga dilakukan pemukim Israel di Tepi Barat guna menimbulkan ketakutan pada komunitas Palestina.

Pada Januari 2024, Mahkamah Internasional PBB telah memerintahkan Israel menghentikan tindakan genosida. Namun, Israel hanya terikat pada Konvensi Genosida tetapi tidak bisa diadili di pengadilan pidana internasional karena tidak menandatangani Statuta Roma

Komisi PBB sebelumnya juga telah menginvestigasi dugaan kekerasan seksual oleh Hamas saat serangan 7 Oktober 2023. Laporan terbaru ini melengkapi dokumentasi pelanggaran dari kedua pihak yang berkonflik.

3. Tingginya korban perempuan Gaza

Serangan Israel telah menewaskan lebih dari 48 ribu warga Gaza. Data PBB mencatat 33 persen korban tewas adalah perempuan dan anak perempuan. Persentase ini menjadi yang tertinggi dibanding konflik-konflik sebelumnya di wilayah tersebut.

Tingginya angka kematian perempuan diduga akibat strategi Israel sendiri. Militer Israel secara sengaja menargetkan area pemukiman padat penduduk menggunakan bahan peledak berdaya tinggi.

Komisi PBB menuntut pertanggungjawaban hukum atas pelanggaran yang terjadi.

"Pemimpin Israel membiarkan kekerasan ini terjadi dan sistem peradilan militer mereka gagal menghukum pelaku. Pengadilan internasional dan pengadilan nasional perlu untuk turun tangan agar keadilan bisa ditegakkan bagi para korban," jelas Pillay.

Sementara, Mantan Koordinator Urusan Kemanusiaan PBB Martin Griffiths menilai bukti genosida sudah tidak terbantahkan. Namun, ia pesimis pelaku akan diadili di pengadilan internasional karena keterbatasan yurisdiksi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us