Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pemerintah Korsel Perintahkan Dokter Magang untuk Hentikan Pemogokan

default-image.png
Default Image IDN

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Korea Selatan memerintahkan ribuan dokter magang yang melakukan pemogokan untuk kembali bekerja.

“Tindakan kolektif yang membahayakan nyawa dan keselamatan rakyat tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun,” kata Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Lee Sang-min pada Rabu (21/2/2024).

Pemogokan dilakukan sebagai protes atas rencana pemerintah yang ingin menambah lebih banyak dokter. Pemerintah berencana menambah jumlah kuota mahasiswa kedokteran sebanyak dua ribu orang pada tahun ajaran 2025 dan 10 ribu lagi pada 2035. 

Korea Selatan mengatakan bahwa reformasi diperlukan karena kurangnya tenaga medis yang berkualitas. Namun, para dokter mengatakan bahwa kondisi kerja dan kompensasi yang lebih baik diperlukan sebelum menambah jumlah pelajar.

1. Lebih dari 8 ribu dokter magang mogok kerja

Dilansir DW, Wakil Menteri Kesehatan Kedua Korea Selatan Park Min-soo mengatakan, lebih dari 8.800 dokter junior, atau 71 persen dari tenaga kerja magang, telah mengundurkan diri di tengah kemarahan atas reformasi tersebut.

Pengunduran diri ini belum disetujui, namun sekitar 7.810 peserta pelatihan justru telah meninggalkan pekerjaan mereka.

“Panggilan dasar para profesional medis adalah untuk melindungi kesehatan dan kehidupan masyarakat, dan tindakan kelompok apa pun yang mengancam hal itu tidak dapat dibenarkan,” kata Min-soo.

Jika dokter magang tidak kembali bekerja, mereka dapat dikenakan denda sebesar 30 juta won Korea (sekitar Rp350 juta) atau hukuman penjara hingga tiga tahun.

Namun, Asosiasi Residen Magang Korea (KIRA) mengecam pemerintah tersebut. Mereka mengklaim bahwa keputusan itu melanggar hak-hak dasar mereka.

“Pemerintah mengumumkan angka yang tidak masuk akal untuk meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran sebanyak 2 ribu orang, meskipun kami terus meminta bukti ilmiah. Namun mereka menolak untuk mengungkapkan datanya dan mengumumkan kenaikan tersebut dengan imbalan lebih banyak suara,” kata kelompok itu, dikutip The Korea Herald.

Mereka juga mendesak pemerintah untuk mencabut perintah tersebut dan mengeluarkan permintaan maaf resmi. Kelompok itu tidak menginformasikan lebih lanjut kapan mereka akan kembali bekerja.

2. Rumah sakit tunda jadwal operasi dan janji temu dengan pasien

Akibat aksi industrial ini, sejumlah rumah sakit terpaksa menunda jadwal operasi dan janji temu dengan pasien. 

Park Ki-joo, 65 tahun, mengatakan bahwa pemogokan membuatnya harus menginap semalam di Seoul bersama putrinya yang berusia 9 tahun. Anaknya dijadwalkan menjalani operasi leher.

“Saya tidak tinggal di sini tapi sekarang harus mencari tempat tinggal. Tetapi saya lebih khawatir jika dia membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan perawatan,” kata Park, yang merupakan warga kota Cherwon di utara, dikutip Reuters.

Untuk mencegah runtuhnya layanan kesehatan di negara tersebut, pemerintah telah mengizinkan rumah sakit militer dibuka untuk umum.

3. Penambahan jumlah dokter akan meningkatkan persaingan

Menurut jajak pendapat Gallup Korea pekan lalu, sekitar 76 persen warga Korea Selatan mendukung rencana penambahan jumlah mahasiswa kedokteran. 

Populasi Korea Selatan yang berjumlah 52 juta jiwa hanya memiliki 2,6 dokter per seribu orang pada 2022. Angka ini jauh di bawah rata-rata negara-negara Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yaitu sebesar 3,7.

Selain itu, jumlah dokter di daerah terpencil dan di bidang spesialis, seperti dokter anak dan kebidanan, juga masih sangat sedikit.

Dokter-dokter di Korea Selatan termasuk yang memiliki bayaran tertinggi di dunia. Berdasarkan data dari OECD pada 2022, rata-rata gaji dokter spesialis di rumah sakit umum mencapai hampir 200 ribu dolar AS (sekitar Rp3 miliar) per tahunnya.

“Lebih banyak dokter berarti lebih banyak persaingan dan berkurangnya pendapatan bagi mereka. Itulah sebabnya mereka menentang usulan untuk meningkatkan pasokan dokter,” kata Kwon Soon-man, pakar kesehatan masyarakat di Universitas Nasional Seoul, dikutip BBC.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us