Pemukim Israel Bakar Masjid di Tepi Barat

- Komunitas internasional kecam pembakaran masjid di Tepi Barat
- Presiden Israel minta pemerintah hentikan kekerasan di Tepi Barat
- Sekitar 1.000 warga Palestina tewas akibat serangan pemukim dan tentara Israel di Tepi Barat sejak akhir 2023
Jakarta, IDN Times - Pemukim Israel membakar dan mencoret sebuah masjid di Tepi Barat yang diduduki. Pihak berwenang Palestina mengecam tindakan tersebut, menyebutnya sebagai kejahatan keji dan serangan terang-terangan terhadap perasaan umat Muslim.
Masjid Hajja Hamida yang berlokasi di desa Deir Istiya dibakar pada Kamis (13/11/2025) subuh. Foto-foto dari lokasi kejadian menunjukkan dinding bagian dalam masjid menghitam akibat asap dan beberapa salinan Al-Quran yang hangus terbakar. Di dinding luar masjid, terdapat grafiti dengan kata-kata rasis dan anti-Islam dalam bahasa Ibrani.
“Serangan tersebut menyebabkan sebagian bangunan masjid dibakar dan dicoret dengan grafiti rasis oleh gerombolan pemukim, yang melakukan serangan harian terhadap situs-situs suci Islam dan properti warga di tengah eskalasi sistematis, baik dari segi frekuensi maupun sifat pelanggaran-pelanggaran ini,” kata Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Palestina.
1. Komunitas internasional kecam pembakaran tersebut
Dilansir dari Al Jazeera, serangan terhadap Masjid Hajja Hamida memicu kecaman internasional. Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric mengatakan bahwa badan internasional tersebut sangat terganggu oleh kejadian itu.
"Israel, sebagai kekuatan pendudukan, memiliki tanggung jawab untuk melindungi penduduk sipil dan memastikan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas serangan-serangan ini — termasuk serangan terhadap masjid dan aksi mencoret masjid dengan bahasa yang mengerikan — dibawa ke pengadilan," katanya dalam pengarahan di markas besar PBB di New York.
Kementerian Luar Negeri Yordania juga mengecam peningkatan serangan pemukim Israel di Tepi Barat. Pihaknya menyebut kekerasan tersebut sebagai kelanjutan dari kebijakan ekstremis dan retorika provokatif pemerintah Israel terhadap rakyat Palestina. Di Eropa, Jerman dan Swiss turut menyerukan penghentian kekerasan yang dilakukan oleh para pemukim Israel.
2. Presiden Israel minta pemerintah hentikan kekerasan di Tepi Barat
Serangan ini juga memicu kecaman tak biasa dari para pemimpin Israel. Presiden Isaac Herzog, dalam pernyataannya di platform X, mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas guna memberantas kejadian semacam itu. Letnan Jenderal Eyal Zamir dari militer Israel juga menyebut serangan itu bertentangan dengan nilai-nilai mereka.
Dilansir dari CNN, militer Israel menyatakan telah mengerahkan pasukannya ke lokasi kejadian untuk meninjau insiden dan melakukan pemeriksaan. Mereka mengaku telah menyerahkan kasus itu kepada kepolisian Israel untuk ditindaklanjuti.
Sementara itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu hingga kini belum memberikan tanggapan atas serangan tersebut. Sejumlah anggota pemerintahan sayap kanannya diketahui telah secara terbuka mendorong upaya aneksasi Tepi Barat, wilayah yang diduduki Israel sejak 1967.
Lebih dari 500 ribu warga Israel tinggal di permukiman yang tersebar di Tepi Barat. Seluruh permukiman tersebut dianggap ilegal menurut hukum internasional.
3. Sekitar 1.000 warga Palestina tewas akibat serangan pemukim dan tentara Israel di Tepi Barat sejak akhir 2023
Di kota Beit Ummar, dekat Hebron, dua anak Palestina dilaporkan tewas terkena tembakan pasukan Israel pada Kamis. Sebelumnya, pada Selasa (11/11/2025), puluhan pemukim membakar kendaraan dan properti lainnya milik warga Palestina di desa Beit Lid dan Deir Sharaf.
Kekerasan di Tepi Barat telah meningkat sejak perang di Gaza meletus pada Oktober 2023. Menurut Kementerian Kesehatan setempat, sedikitnya 1.000 warga Palestina telah tewas akibat serangan pemukim maupun tentara Israel sejak saat itu.
Pekan lalu, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan bahwa pemukim Israel telah melancarkan sedikitnya 264 serangan pada Oktober, jumlah tertinggi sejak PBB mulai mencatat fenomena tersebut pada 2006. Serangan-serangan itu disebut berlangsung dengan persetujuan, dukungan, dan dalam beberapa kasus, melibatkan pasukan keamanan Israel.

















