Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perempuan dengan Sapu dalam Demo Indonesia Jadi Sorotan Media Asing

Ilustrasi pendemo Ibu Ana yang kini identik dengan Brave Pink. (IDN Times/Aditya)
Ilustrasi pendemo Ibu Ana yang kini identik dengan Brave Pink. (IDN Times/Aditya)
Intinya sih...
  • Gerakan perempuan dengan simbol sapu dan solidaritas warna.
  • Kritik internasional atas penanganan protes.
  • Tanggapan dari pemerintah terkait tuntutan reformasi menyeluruh.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Media asing menyoroti berbagai kejadian saat aksi demonstrasi sepekan terakhir. BBC misalnya, mengangkat tema tentang ratusan perempuan berpakaian merah muda sambil membawa sapu lidi turun ke jalan dalam aksi protes di Jakarta, pada Rabu, (3/9/2025).

Dalam artikelnya, BBC menyebut aksi ini menyoroti penyalahgunaan wewenang polisi dan pemborosan anggaran negara. Mereka juga menerangkan bahwa pqrotes yang berlangsung di ibu kota dan sejumlah kota besar lainnya dipicu oleh kemarahan atas biaya hidup serta fasilitas mewah bagi anggota parlemen.

Situasi kian memanas setelah seorang tukang ojek bernama Affan Kurniawan tewas akibat ditabrak kendaraan polisi. Meski sebelumnya Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan membatalkan kunjungan ke Beijing, ia tetap terlihat menghadiri parade militer besar bersama Presiden China, Xi Jinping dan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

1. Simbol sapu dan solidaritas warna

WhatsApp Image 2025-09-03 at 11.34.49.jpeg
Perempuan pendemo membawa sapu lidi sebagai simbol untuk melawan aparat. (IDN Times/Santi Dewi)

BBC pun memaparkan gerakan perempuan di Indonesia memiliki sejarah panjang dalam perjuangan politik, termasuk peran penting mereka pada masa reformasi 1998. Kini, IWA yang menaungi lebih dari 90 organisasi perempuan, serikat pekerja, dan kelompok masyarakat sipil kembali berada di garis depan. 

Para perempuan dari Aliansi Perempuan Indonesia (IWA) menjadikan sapu lidi sebagai simbol untuk “menyapu bersih kotoran negara, militerisme, dan penindasan polisi.” Selain itu, warna merah muda dipilih sebagai lambang keberanian, sementara sebagian pengunjuk rasa mengenakan hijau sebagai bentuk solidaritas terhadap Affan, korban yang berasal dari kalangan pekerja ojek daring.

“Unjuk rasa bukanlah kejahatan, melainkan hak demokrasi yang melekat pada setiap warga negara,” kata salah satu pengunjuk rasa, Mutiara Ika, kepada BBC.

2. Kritik internasional atas penanganan protes

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid. (IDN Times/Amir Faisol)
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional, Usman Hamid. (IDN Times/Amir Faisol)

Gelombang demonstrasi yang telah memasuki minggu kedua memicu keprihatinan dunia internasional. Kantor HAM PBB mendesak adanya investigasi cepat dan transparan terkait dugaan pelanggaran HAM dalam penanganan aksi.

Data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat sedikitnya 10 korban jiwa dan 1.042 orang luka-luka sejak akhir Agustus. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menegaskan, “Negara harus segera memenuhi semua tuntutan masyarakat yang berdemonstrasi sebelum jatuh korban lebih banyak lagi.”

3. Tanggapan dari pemerintah

Koordinator Pusat Aliansi Nasional BEM Seluruh Indonesia, Herianto ketika berbincang di program Ngobrol Seru IDN Times. (IDN Times)
Koordinator Pusat Aliansi Nasional BEM Seluruh Indonesia, Herianto ketika berbincang di program Ngobrol Seru IDN Times. (IDN Times)

Presiden Prabowo telah mengumumkan pembatasan tunjangan politisi sebagai salah satu langkah meredam gejolak. Namun, langkah itu dinilai masih jauh dari cukup. Mantan koordinator Serikat Mahasiswa Seluruh Indonesia (SMSI), Herianto, menilai aksi ini lahir dari ketidakpuasan mendalam.

“Ini bukan hanya tentang satu isu, tapi tentang keprihatinan yang sudah berlangsung lama tentang ketidaksetaraan, tata kelola pemerintahan, dan akuntabilitas,” ujarnya. Menurutnya, masyarakat menuntut reformasi menyeluruh dalam kebijakan ekonomi, pendidikan, hingga pertanian.

Protes yang dipimpin oleh kaum perempuan ini menunjukkan semakin kuatnya tuntutan publik terhadap transparansi, akuntabilitas, dan keadilan sosial. Meski pemerintah telah mengambil langkah awal, publik menilai reformasi yang lebih dalam dan berkelanjutan masih sangat diperlukan agar kepercayaan masyarakat dapat dipulihkan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in News

See More

BPJS Ketenagakerjaan Rayakan Harpelnas 2025 dengan Layanan Sepenuh Hati

04 Sep 2025, 21:31 WIBNews